22 Desember 2024

Cerita Sebuah Negara: Ketika Sang Penjaga Hukum Jadi Pelawak Konstitusi

 Cerita Sebuah Negara: Ketika Sang Penjaga Hukum Jadi Pelawak Konstitusi

Jakarta 21 Desember 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB.*)


Alkisah, ada sebuah negara bernama Republik Hukum Sejahtera (RHS). Negara ini terkenal dengan motto: “Kami negara hukum, bukan negara suka-suka.” Di negeri ini, semua diatur dengan rapi. Ada Undang-Undang Dasar (UUD) yang jadi kitab suci negara, dijaga ketat oleh lembaga-lembaga hebat seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), para Jaksa, dan tentu saja, militer yang terkenal sebagai benteng terakhir negara.

Namun, seperti di semua cerita klasik, selalu ada babak di mana semuanya berjalan tidak sesuai rencana.


Bab 1: Sang MK dan Keputusan yang Membuat Dahi Berkerut

Di suatu hari yang tenang, para hakim MK berkumpul. Dengan wajah serius, mereka memutuskan sesuatu yang akan mengguncang Republik Hukum Sejahtera: KPK boleh mengadili kasus korupsi yang melibatkan militer, asalkan KPK menemukan kasus itu lebih dulu.

Seketika, kabar ini menyebar bak angin topan. Para hakim MK mungkin lupa, di negeri ini, ada aturan sakral dalam UUD yang bilang, “Militer harus diadili di peradilan militer, dan sipil di peradilan umum.” Tapi mereka dengan berani melangkahi garis itu.

Rakyat pun bingung.
“Lho, ini negara hukum apa negara asal-asalan? Kok tiba-tiba KPK bisa main di wilayah militer?” kata Pak Budi, seorang petani yang biasanya nggak pernah pusing soal hukum, tapi kali ini dia ikut geram.


Bab 2: Para Jaksa dan Militer Mulai Gatal

Di sudut lain, para jaksa menggelengkan kepala sambil berkata,
“Ini gimana ceritanya? Kalau KPK main sendiri, terus siapa yang urus koneksitas? Bukannya itu tugas kami?”

Sementara itu, di markas militer, para komandan bersikap tegas:
“Kami tunduk pada hukum. Tapi hukum yang benar, ya. Kalau MK main-main kayak gini, kami nggak bisa diam saja.”

Militer merasa dilecehkan. Bagaimana tidak? Sejak berdirinya negara ini, militer punya peradilan sendiri yang diatur UUD. Tapi sekarang, gara-gara keputusan ini, wilayah militer dan sipil jadi campur aduk seperti es cendol yang tumpah.


Bab 3: MA sebagai Pawang Hukum

Di tengah kekacauan ini, muncullah Mahkamah Agung. Para hakim MA yang terkenal bijaksana berkata,
“Tenang, teman-teman. Kami di sini bukan untuk membatalkan MK—itu bukan tugas kami. Tapi kalau ada sengketa kewenangan, biar kami yang luruskan.”

Para hakim MA paham, negeri ini tidak bisa dibiarkan kacau. Mereka adalah penjaga harmoni hukum, bukan sekadar penghias sistem. Dengan senyum kecil, mereka berkata ke jaksa dan militer:
“Ayo, ajukan gugatan sengketa kewenangan. Kami akan pastikan semuanya kembali sesuai aturan.”


Bab 4: Apa yang Terjadi Kalau Dibiarkan?

Namun, bayangkan kalau ini dibiarkan. Negeri ini bakal seperti Wild West, di mana lembaga negara saling rebut kewenangan. Sipil yang korupsi bareng militer bisa dipecah penanganannya.

  • Militer diadili di peradilan militer.
  • Sipil diadili di peradilan umum.

Hasilnya? Splitsing, alias pemisahan kasus yang bikin investigasi jadi compang-camping.
“Kalau bukti-buktinya nggak nyambung, yang rugi siapa? Ya negara,” kata seorang jaksa dengan nada frustasi.

Belum lagi, kalau keputusan MK ini membuat lembaga lain merasa bisa seenaknya. Rakyat bakal kehilangan kepercayaan, dan negara bisa berubah dari Republik Hukum Sejahtera jadi Republik Hukum Kacau-Balau.


Bab 5: Solusi? Kembali ke Jalan yang Benar

Solusinya sederhana: Ajukan gugatan sengketa kewenangan ke MA.
Militer dan Jaksa harus bahu-membahu untuk menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan sesuai jalurnya. MA, dengan kewenangan yang diberikan oleh UUD, bisa meluruskan jalannya sistem hukum.

“MA bukan pembatal keputusan MK. Kami pawangnya sengketa kewenangan. Kalau ada yang salah jalan, kami kasih rambu-rambu,” ujar salah satu hakim MA sambil tersenyum bijak. Tapi di balik senyum itu, ada pesan tegas: “Main-main dengan hukum, Anda akan berhadapan dengan kami.”


Pesan untuk MK

Para hakim MK, kalau bapak-bapak sekalian merasa putusan yang bapak hasilkan adalah lelucon yang lucu, sayangnya rakyat tidak tertawa. UUD bukan mainan. Kalau Anda salah, akui dan perbaiki. Tugas Anda bukan menciptakan masalah, tapi menjaga stabilitas hukum.

Dan ingat, militer itu penjaga konstitusi. Jangan heran kalau suatu hari mereka mengetuk pintu Anda untuk mengingatkan bahwa Anda sedang melangkahi batas. Karena di negeri ini, kedaulatan negara adalah harga mati.


Bab 6: Akhir Cerita

Akhirnya, lewat perjuangan MA, sistem hukum kembali lurus. Militer, Jaksa, dan KPK kembali bekerja sesuai aturan. Dan rakyat pun bisa tidur nyenyak lagi, yakin bahwa Republik Hukum Sejahtera masih berjalan di jalur yang benar.

Pelajaran moral:
Hukum itu bukan alat mainan. Kalau Anda tidak tahu cara menggunakannya, lebih baik serahkan ke yang paham. Dan bagi yang mencoba melawan aturan, ingatlah: Anda bukan di Wild West. Anda di Indonesia. Dan di sini, hukum adalah panglima tertinggi.

*) Kabais TNI 2011-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar