19 Desember 2024

Pelanggaran Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi: Sebuah Telaah Hukum dan Filosofis

Pelanggaran Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi: Sebuah Telaah Hukum dan Filosofis

Jakarta 19 Desember 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH


Pendahuluan
Mahkamah Konstitusi (MK) adalah institusi tertinggi dalam sistem hukum Indonesia yang berperan menjaga agar setiap kebijakan dan tindakan negara tidak menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Namun, dalam perjalanannya, bahkan institusi yang diamanatkan untuk melindungi konstitusi dapat tergelincir dan melanggar konstitusi itu sendiri. Salah satu kasus yang menuai kontroversi adalah putusan MK yang memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota militer tanpa melalui mekanisme koneksitas.

Putusan ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang integritas MK sebagai penjaga konstitusi dan implikasi filosofis dari pelanggaran terhadap hukum tertinggi negara. Artikel ini akan membahas bagaimana putusan tersebut melanggar konstitusi berdasarkan kerangka hukum dan filsafat hukum.


Pelanggaran Konstitusi oleh MK.

Bunyi Putusan MK
MK memutuskan bahwa:

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak atau dimulai/ditemukan oleh KPK."

Putusan ini melanggar prinsip dasar dalam UUD 1945 dan aturan terkait, sebagai berikut:

  1. Melanggar Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945
    UUD 1945 secara tegas mengatur pembagian yurisdiksi kekuasaan kehakiman:

"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara."

Pelanggaran:

    • Anggota militer hanya dapat diadili oleh peradilan militer sesuai dengan prinsip kompetensi absolut.
    • Dengan memberikan wewenang kepada KPK (bagian dari peradilan umum) untuk menangani kasus militer, MK telah mengabaikan pembagian yurisdiksi yang diatur secara eksplisit dalam konstitusi.

 

  1. Mengabaikan Prinsip Kompetensi Absolut
    Kompetensi absolut adalah prinsip yang menjamin setiap yurisdiksi hanya menangani perkara sesuai subjek hukumnya:
    • Militer: Tunduk pada peradilan militer.
    • Sipil: Tunduk pada peradilan umum.

Pelanggaran:
Putusan MK menciptakan tumpang tindih yurisdiksi, membuka pintu bagi konflik hukum dan pelanggaran hierarki sistem peradilan.

  1. Mengabaikan Mekanisme Koneksitas
    Dalam kasus lintas yurisdiksi, mekanisme koneksitas telah diatur secara jelas dalam:
    • Pasal 89 KUHAP:

"Dalam hal suatu tindak pidana dilakukan bersama-sama oleh mereka yang tunduk pada peradilan umum dan mereka yang tunduk pada peradilan militer, maka yang berwenang mengadili perkara tersebut adalah peradilan umum, dengan melibatkan hakim militer."

    • Pasal 39 UU Tipikor:
      Jaksa Agung bertugas mengoordinasikan penyelidikan kasus koneksitas.

Pelanggaran:
MK mengabaikan mekanisme koneksitas ini dengan memberikan kewenangan langsung kepada KPK, sehingga melemahkan aturan yang telah dirancang untuk menjaga keseimbangan yurisdiksi.


Pelanggaran Filsafat Hukum oleh MK

1. Prinsip Kepastian Hukum (Legal Certainty)
Hans Kelsen, dalam teori hukum positivisnya, menyatakan bahwa hukum adalah norma yang hierarkis dan harus ditaati tanpa penyimpangan.

  • Pelanggaran oleh MK:
    MK telah menciptakan ketidakpastian hukum dengan mengabaikan hierarki yurisdiksi antara peradilan umum dan peradilan militer. Ini bertentangan dengan prinsip dasar bahwa hukum harus memberikan kepastian dan keadilan.

2. Prinsip Keadilan (Justice)
Menurut Aristoteles, keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan aturan yang berlaku.

  • Pelanggaran oleh MK:
    Dengan memberikan kewenangan kepada KPK untuk menangani kasus militer tanpa mekanisme koneksitas, MK telah menciptakan ketidakadilan bagi anggota militer, yang seharusnya tunduk pada peradilan militer dengan mempertimbangkan kode etik dan disiplin militer.

3. Prinsip Supremasi Konstitusi
Filsafat hukum modern, seperti yang dikemukakan oleh John Rawls, menekankan bahwa konstitusi adalah dasar dari semua aturan hukum dan tidak boleh dilanggar.

  • Pelanggaran oleh MK:
    Dengan menyimpang dari UUD 1945, MK telah merusak kepercayaan publik terhadap supremasi konstitusi dan sistem hukum.

Implikasi Pelanggaran Konstitusi oleh MK

  1. Merusak Kepercayaan Publik
    Putusan yang melanggar konstitusi merusak kredibilitas MK sebagai lembaga penjaga konstitusi.
  2. Menciptakan Ketidakstabilan Hukum
    Tumpang tindih yurisdiksi yang diakibatkan oleh putusan ini menciptakan ketidakpastian hukum dan konflik antar-lembaga.
  3. Mengancam Sistem Peradilan Militer
    Keputusan MK melemahkan sistem peradilan militer yang dirancang untuk menjaga hierarki dan disiplin di lingkungan militer.


Kewajiban MK Jika Melanggar Konstitusi

  1. Mengakui Kesalahan
    Hakim MK harus mengakui bahwa putusan tersebut telah melanggar konstitusi dan mengancam supremasi hukum.
  2. Memperbaiki Keputusan
    Putusan yang melanggar harus segera direvisi melalui mekanisme internal di MK.
  3. Siap Menghadapi Sanksi Etik
    Hakim yang terlibat dalam pelanggaran harus tunduk pada pemeriksaan Dewan Etik dan menerima sanksi sesuai tingkat kesalahan.
  4. Menanggung Konsekuensi Hukum
    Jika terbukti ada motif pribadi atau tekanan eksternal dalam putusan, hakim MK harus siap menghadapi konsekuensi hukum.


Kewajiban TNI terhadap Pelanggaran Konstitusi

Sebagai penjaga kedaulatan negara, TNI memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan bahwa konstitusi ditegakkan. Pelanggaran terhadap UUD 1945 adalah ancaman serius terhadap stabilitas negara, dan dalam kondisi seperti ini, TNI harus mengambil langkah-langkah berikut:


1. Melindungi Konstitusi sebagai Harga Mati

TNI tidak hanya bertugas melawan ancaman eksternal tetapi juga bertanggung jawab terhadap ancaman internal, termasuk pelanggaran konstitusi oleh lembaga atau individu mana pun.

  • Dasar Hukum:
    • UUD 1945 Pasal 30 Ayat (3): TNI bertugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI.
    • UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 7: TNI memiliki kewenangan untuk melakukan operasi militer selain perang (OMSP), termasuk mengatasi ancaman terhadap konstitusi.


2. Mendeteksi dan Menangani Ancaman

TNI melalui intelijennya, seperti Badan Intelijen Strategis (BAIS), memiliki kewajiban untuk:

  • Mengidentifikasi pihak-pihak yang melanggar konstitusi, baik individu maupun kelompok.
  • Mengumpulkan bukti dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
  • Bekerja sama dengan institusi hukum lainnya untuk memastikan pelanggaran dihentikan.


3. Menjaga Stabilitas Negara

Jika pelanggaran konstitusi menyebabkan ketidakstabilan nasional, TNI dapat mengambil langkah-langkah proaktif:

  • Operasi Militer Selain Perang (OMSP): Menjaga keamanan dalam negeri dan melindungi masyarakat dari dampak pelanggaran.
  • Mengawal Penegakan Hukum: Bekerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan untuk memastikan bahwa pelanggaran ditangani secara hukum.


4. Menjadi Penjaga Terakhir Konstitusi

Jika semua mekanisme hukum gagal, TNI memiliki kewajiban moral dan legal untuk bertindak sebagai penjaga terakhir konstitusi. Dalam situasi ekstrem, ini bisa mencakup tindakan lebih tegas terhadap pelanggar, sesuai dengan prinsip supremasi hukum dan konstitusi.


Kesimpulan

Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan setiap keputusan mereka sesuai dengan UUD 1945. Namun, putusan MK yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk menangani kasus militer tanpa mekanisme koneksitas adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi.

  • Dari sudut pandang hukum: MK telah melanggar Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 dan prinsip kompetensi absolut.
  • Dari sudut pandang filsafat hukum: Putusan ini bertentangan dengan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan supremasi konstitusi.


Tindakan tegas diperlukan untuk memperbaiki kesalahan ini dan memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Konstitusi adalah harga mati, dan tidak ada ruang untuk kompromi dalam menjaga supremasi hukum dan keutuhan negara. NKRI adalah harga mati, dan konstitusi adalah pedomannya.

 

2 komentar:

  1. Terima kasih Pak Ponto, bagi saya pribadi, ini menjadi sebuah pencerahan yg membuka wawasan dan cara berfikir yg lebih masuk akal dlm menyikapi permasalahan yg dihadapi oleh bangsa ini. Salam sehat dan tetap semangat pak..

    BalasHapus