18 Desember 2024

Tanggapan Tegas Terhadap Majalah INSIDER: "KPK Usut Rasuah Militer"

Tanggapan Tegas Terhadap Majalah INSIDER: "KPK Usut Rasuah Militer"

Jakarta 18 Desember 2024.

Oleh: Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB.*)


Pemberitaan dalam majalah INSIDER yang membahas KPK dan peranannya dalam menyelidiki kasus korupsi di lingkungan militer memuat berbagai pernyataan yang keliru, menyesatkan, dan mencerminkan ketidaktahuan hukum serta prinsip dasar konstitusi di Indonesia. Pernyataan seperti yang diucapkan Wakil Ketua KPK Alex Marwata, Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra, hingga politisi Golkar Dave Laksono, memperlihatkan minimnya pemahaman tentang prinsip kompetensi absolut dan mekanisme koneksitas, yang merupakan pilar sistem hukum Indonesia.


1. MK dan KPK: Melanggar Prinsip Kompetensi Absolut

Pernyataan bahwa KPK dapat menyelidiki, menyidik, hingga menuntut pelaku korupsi di lingkungan militer, sepanjang kasus diusut sejak awal oleh KPK, adalah bentuk pelecehan hukum terhadap konstitusi dan sistem peradilan militer.

Prinsip Kompetensi Absolut yang diatur dalam:

  • Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945
  • Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer


Dengan jelas menyatakan bahwa prajurit TNI wajib diadili di peradilan militer. Peradilan militer adalah domain eksklusif untuk memproses prajurit TNI dengan tujuan menjaga kedisiplinan, hierarki, dan kewibawaan TNI.

Putusan MK yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk masuk ke wilayah ini adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi. Jika hukum tertinggi seperti UUD 1945 dapat dilanggar dengan mudah oleh lembaga seperti MK atau KPK, maka Indonesia tidak lagi menjadi negara hukum, melainkan negara yang tunduk pada kepentingan politik dan kelembagaan tertentu.


2. Kegagalan KPK di Kasus Basarnas dan AW-101 Adalah Bukti Lemahnya KPK

Kegagalan KPK dalam kasus Basarnas dan Helikopter AW-101 menjadi bukti nyata bahwa KPK tidak memahami struktur dan kultur militer.

  • KPK tidak mampu bekerja sama dengan Polisi Militer atau Kejaksaan Agung sesuai mekanisme koneksitas yang telah diatur dalam KUHAP dan UU Kejaksaan.
  • Permintaan maaf KPK dalam kasus Basarnas adalah pengakuan bahwa mereka telah melanggar mekanisme hukum yang berlaku.

Doktrin peradilan militer bukan sekadar tradisi, melainkan landasan hukum yang menjamin integritas militer sebagai institusi negara. KPK tidak memiliki kapasitas atau kewenangan untuk masuk ke wilayah ini tanpa melalui jalur hukum yang sah.


3. Tuduhan Resistensi TNI Adalah Propaganda Berbahaya.

Pernyataan Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, yang menyatakan bahwa TNI memberikan resistensi terhadap pemberantasan korupsi adalah tuduhan sembrono dan fitnah murahan.

  • TNI tidak pernah melindungi prajurit yang bersalah. Jika ada prajurit yang terbukti melakukan korupsi, mereka akan diproses di peradilan militer sesuai hukum yang berlaku.
  • TNI tidak melakukan resistensi, melainkan menjaga kepastian hukum dengan memastikan bahwa setiap kasus yang melibatkan prajurit militer diproses di peradilan yang berwenang, yaitu peradilan militer.

Pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan dengan melanggar hukum atau menciptakan konflik antar-lembaga penegak hukum. TNI adalah institusi negara yang tunduk pada aturan hukum, tetapi tidak akan membiarkan siapa pun melangkahi prinsip konstitusional.


4. KPK Tidak Bisa Mengabaikan Mekanisme Koneksitas

Mekanisme koneksitas adalah satu-satunya jalur hukum yang sah dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan prajurit militer dan sipil. Mekanisme ini diatur dengan jelas dalam:

  • Pasal 89 KUHAP
  • Pasal 39 UU Tipikor
  • Pasal 35 Ayat (1) huruf g UU Kejaksaan


Jika KPK serius ingin memberantas korupsi di sektor pertahanan, maka mereka harus tunduk pada aturan koneksitas,bukan mengambil jalan pintas yang melanggar hukum. Melanggar mekanisme koneksitas hanya akan menciptakan tumpang tindih kewenangan dan kekacauan hukum.


5. Politisi Golkar: Kejelasan atau Kesesatan?

Pernyataan politisi Golkar, Dave Laksono, bahwa "Pasal 42 UU KPK akan membawa kejelasan," adalah upaya menyesatkan publik.

  • Kejelasan hukum tidak bisa diperoleh dengan melanggar prinsip kompetensi absolut dan mengabaikan mekanisme koneksitas.
  • Proses hukum tidak bisa didasarkan pada interpretasi yang salah kaprah, apalagi mengorbankan integritas sistem peradilan.


Dave juga menyebutkan bahwa disparitas antara peradilan militer dan sipil dapat mempengaruhi efisiensi. Dalih ini tidak relevan. Efisiensi tidak bisa dijadikan alasan untuk melanggar konstitusi. Jika mekanisme koneksitas dianggap belum efektif, maka solusinya adalah memperbaiki mekanisme tersebut, bukan melanggar aturan.


6. Hukum Tidak Bisa Dijalankan dengan Arogansi

Pernyataan Wakil Ketua KPK, "Jangan ada orang merasa bisa lepas dari hukum karena didukung oleh A, B, atau C," adalah provokasi murahan yang tidak pantas keluar dari pejabat negara.

Kami tegaskan:

  • TNI tidak pernah mencari perlindungan dari siapa pun.
  • TNI tunduk pada hukum yang sah dan konstitusional, yaitu peradilan militer.
  • KPK harus memahami bahwa penegakan hukum hanya sah jika dilakukan sesuai mekanisme yang diatur oleh konstitusi dan undang-undang.

Arogansi lembaga seperti KPK, yang mengabaikan hukum dan mekanisme yang berlaku, hanya akan menciptakan konflik dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.


7. TNI: Penjaga Konstitusi yang Akan Bertindak Tegas

TNI memiliki kewajiban moral, hukum, dan konstitusional untuk menjaga keutuhan negara dan menegakkan konstitusi. Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa TNI adalah benteng terakhir pertahanan negara.

Kami tegaskan:

  • Siapa pun yang mencoba melanggar konstitusi atau merusak sistem peradilan militer akan berhadapan dengan TNI.
  • TNI tidak akan tinggal diam melihat konstitusi dilecehkan oleh siapa pun, termasuk oleh KPK atau pihak lain yang merasa berada di atas hukum.


Penutup: Hormati Konstitusi atau Bersiap Hadapi Konsekuensi

Pemberantasan korupsi adalah tujuan mulia, tetapi tidak boleh dilakukan dengan melanggar hukum atau menciptakan kekacauan sistem. Siapa pun yang melanggar prinsip kompetensi absolut atau mengabaikan mekanisme koneksitas sedang membuka pintu menuju kehancuran hukum di Indonesia.

Kepada KPK, MK, dan siapa pun yang merasa berhak melangkahi hukum:
Hormati konstitusi, atau bersiaplah menghadapi TNI—penjaga terakhir keutuhan hukum dan negara. UUD 1945 adalah harga mati, dan TNI akan memastikan itu dihormati oleh siapa pun, dalam keadaan apa pun.

*)Kepala Bandan Intelijen Strategis TNI 2011-2013

 

3 komentar:

  1. Sepertinya TNI harus tegas,berbuat terhadap yg menamakan diri Hukum atau di atas hukum atau personal siapapun itu......bila tidak paham apa boleh buat.... hukum jalanan perlu di jalankan.....

    BalasHapus
  2. PERADILAN MILITER LBH TEGAS DAB LBH BERAT DALAM MEMBERI HUKUMAN KOD PELAKU KORUPSI OLEH ANGGOTA MILITER BILA DIBANDINGKAN DGN PERADILAN UMUM

    BalasHapus
  3. Keputusan MK ini adalah bentuk nyata ancaman Legislasi thd NKRI....ancaman ini hrs dilawan demi tegaknya NKRI tercinta

    BalasHapus