Efektivitas Penegakan Hukum di Laut: Peluang dan Tantangan Hukum di Perairan Indonesia Pasca UU No. 66 Tahun 2024
Disampaikan pada Seminar Efektivitas Penegkan Hukum di Laut Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada
Jakarta : 12 Desember 2024
Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)
Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 6,4 juta km² wilayah laut dengan lebih dari 17.000 pulau yang tersebar. Kondisi geografis ini menjadikan laut sebagai jalur vital untuk perdagangan, transportasi, dan eksplorasi sumber daya alam. Namun, luasnya perairan Indonesia juga menghadirkan tantangan serius terkait pelanggaran hukum, seperti perompakan, pencemaran laut, dan eksploitasi ilegal sumber daya laut.
UU No. 66 Tahun 2024 hadir sebagai langkah strategis pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di perairan Indonesia. Melalui pasal-pasal kunci seperti Pasal 276-281, undang-undang ini memberikan landasan hukum yang jelas untuk melaksanakan tugas pengawasan dan penegakan hukum di laut.
Peluang Penegakan Hukum di Laut Pasca UU No. 66 Tahun 2024
- Kerangka Hukum yang Lebih Kuat
- UU No. 66 Tahun 2024 memberikan landasan hukum yang tegas dalam melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum, khususnya pada:
- Pasal 276: Penugasan Menteri untuk pengawasan dan penegakan hukum.
- Pasal 277: Fungsi pengawasan yang meliputi keselamatan, keamanan, pencemaran, salvage, dan SAR.
- Pasal 278: Penyidikan pelanggaran hukum dilakukan oleh PPNS yang kompeten.
- Pembentukan Direktorat Jenderal KPLP
- Dirjen KPLP sebagai lembaga komando memiliki struktur yang memungkinkan koordinasi langsung dalam:
- Penegakan hukum di laut.
- Pengelolaan pangkalan strategis dan armada kapal patroli.
- Operasi SAR dan salvage.
- Dukungan Teknologi Modern
- Implementasi teknologi seperti AIS (Automatic Identification System) dan radar maritim mempermudah pengawasan kapal secara real-time.
- Penggunaan drone maritim untuk memantau wilayah yang sulit dijangkau.
- Kerjasama Antar Lembaga
- Kolaborasi antara KPLP, TNI AL, PSDKP, Bea Cukai dan Polairud dalam operasi gabungan untuk menangani pelanggaran hukum di laut.
Tantangan Penegakan Hukum di Laut
- Luasnya Wilayah Laut
- Dengan lebih dari 6,4 juta km² wilayah laut, pengawasan membutuhkan sumber daya manusia, kapal patroli, dan teknologi yang memadai.
- Perairan strategis seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Natuna Utara sering menjadi lokasi pelanggaran karena tingginya aktivitas pelayaran.
- Pelanggaran Hukum yang Kompleks
- Perompakan dan Keamanan: Perompakan di wilayah perairan internasional seperti Selat Malaka.
- Pencemaran Laut: Pembuangan limbah ilegal dan tumpahan minyak dari kapal tanker.
- Eksploitasi Ilegal: Penangkapan ikan ilegal dan eksploitasi sumber daya laut tanpa izin.
- Keterbatasan Sumber Daya
- Kekurangan kapal patroli dan personil yang kompeten dalam menangani pelanggaran hukum di laut.
- Belum meratanya fasilitas pangkalan strategis untuk mendukung operasi di seluruh wilayah laut.
- Koordinasi Antar Lembaga
- Tantangan dalam menyelaraskan tugas dan wewenang antar lembaga seperti KPLP, TNI AL, Polairud, PSDKP dan Bea Cukai.
- Penegakan Hukum yang Kompleks
- Kesulitan dalam pembuktian pelanggaran hukum di laut, terutama yang melibatkan aktor lintas negara.
- Minimnya kapasitas penyidikan hukum oleh PPNS yang terlatih di bidang hukum maritim.
Strategi Mengatasi Tantangan
- Penguatan Kelembagaan
- Penguatan Dirjen KPLP dengan menambah armada kapal patroli, salvage, dan pembersih minyak.
- Pembangunan pangkalan strategis di wilayah seperti Batam, Belawan, Tanjung Priok, Makassar, dan Sorong.
- Peningkatan Kapasitas Personil
- Pendirian Sekolah KPLP untuk melatih personil dengan kurikulum berbasis teknis dan hukum maritim.
- Sertifikasi khusus untuk PPNS dalam penyidikan hukum pelayaran.
- Penggunaan Teknologi Modern
- Pemanfaatan teknologi radar, AIS, dan drone untuk meningkatkan efektivitas pengawasan.
- Digitalisasi sistem monitoring kapal untuk mendeteksi pelanggaran secara real-time.
- Peningkatan Kerjasama Antar Lembaga
- Meningkatkan koordinasi melalui operasi gabungan antara KPLP, TNI AL, Polairud, PSDKP dan Bea Cukai
- Menyelaraskan kebijakan operasional antar lembaga untuk menghindari tumpang tindih wewenang.
- Perbaikan Prosedur Hukum
- Menyederhanakan prosedur penyidikan dan penegakan hukum di laut.
- Memperkuat kapasitas hukum internasional untuk menangani pelanggaran lintas negara.
Penutup
UU No. 66 Tahun 2024 memberikan peluang besar untuk memperkuat penegakan hukum di laut Indonesia. Dengan pembentukan Dirjen KPLP, dukungan teknologi modern, dan peningkatan kapasitas personil, Indonesia dapat menjamin keselamatan, keamanan, dan perlindungan lingkungan di perairan nasional. Namun, tantangan seperti luasnya wilayah laut, keterbatasan sumber daya, dan koordinasi antar lembaga harus segera diatasi dengan strategi yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Melalui langkah-langkah ini, Indonesia tidak hanya mampu menjaga kedaulatan maritim tetapi juga memastikan bahwa perairan nasional menjadi wilayah yang aman, bersih, dan bebas dari pelanggaran hukum. Mahasiswa hukum dan pemangku kebijakan di Kementerian Perhubungan memiliki peran penting dalam mendukung implementasi undang-undang ini melalui kajian akademis, inovasi kebijakan, dan pengawasan pelaksanaannya.
*) Kabais TNI 2011-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar