1 November 2024

Selamat Datang untuk UU No. 66 Tahun 2024: Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Selamat Datang untuk UU No. 66 Tahun 2024: Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Tonggak Bersejarah dalam Penegakan Hukum Pelayaran Indonesia

Jakarta 02 November 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb.*)

 

Tanggal 28 Oktober 2024 mencatatkan sejarah penting bagi dunia pelayaran Indonesia dengan diresmikannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Perubahan ini tidak hanya menjadi angin segar bagi para pengusaha pelayaran, tetapi juga menetapkan kejelasan kewenangan dalam penegakan hukum di perairan nasional.

 

KPLP Sebagai Otoritas Tunggal dalam Pengawasan dan Penegakan Hukum bidang Pelayaran.

Perubahan dalam UU ini menegaskan peran Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) sebagai badan yang memegang kewenangan tunggal dalam pengawasan dan penegakan hukum di bidang pelayaran. Keberadaan PPNS Hubla (Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bawah Kementerian Perhubungan) diakui sebagai satu-satunya entitas berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran hukum di bidang ini.

Pasal 276 Pasal ini menggarisbawahi bahwa Menteri Perhubungan memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan di bidang pelayaran, termasuk aspek keselamatan, keamanan, serta pencegahan pencemaran di laut.

Pasal 277 Menjelaskan bahwa KPLP bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum terkait keselamatan dan keamanan pelayaran serta pencegahan pencemaran. Fungsi ini dilakukan secara eksklusif oleh KPLP, memastikan tidak ada instansi lain yang beroperasi tanpa koordinasi dengan KPLP.

Pasal 278 Mengatur bahwa PPNS Hubla di bawah Kementerian Perhubungan memiliki kewenangan penyidikan atas dugaan pelanggaran hukum di bidang pelayaran. Hal ini mempertegas posisi mereka sebagai satu-satunya penyidik resmi dalam pelanggaran terkait pelayaran.

Pasal 281 Menekankan kewajiban Menteri untuk menetapkan peraturan pelaksanaan yang rinci mengenai pengawasan, penyidikan, dan penerapan sanksi administratif terkait pelanggaran di bidang pelayaran.

 

Implikasi Bagi Dunia Pelayaran

Kelahiran undang-undang ini menandai berakhirnya era di mana pemeriksaan kapal dapat dilakukan oleh berbagai instansi tanpa kendali yang jelas. Dengan adanya UU No. 66 Tahun 2024, KPLP menjadi garda terdepan dalam memastikan kepatuhan terhadap peraturan pelayaran, sementara instansi lain harus tunduk pada koordinasi yang telah ditetapkan.

Pengusaha pelayaran kini memiliki kejelasan hukum yang lebih baik, yang melindungi operasional mereka dari potensi gangguan dan penahanan kapal oleh pihak-pihak di luar KPLP. Jika terjadi tindakan pemeriksaan oleh instansi lain tanpa prosedur yang sah, perusahaan pelayaran memiliki hak untuk mengajukan pra peradilan.

Dengan UU ini, keamanan dan efisiensi pelayaran di perairan Indonesia dapat terjaga, mendukung stabilitas ekonomi nasional dan internasional.

 

Implikasi Bagi Penyidik Instansi Lainnya

Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2024, penyidik dari instansi lain, seperti TNI AL, dan Polri, harus menyesuaikan peran dan kewenangan mereka dalam konteks penegakan hukum di bidang pelayaran. Berikut adalah implikasi yang dihadapi oleh penyidik dari instansi-instansi tersebut:

  1. Batasan Kewenangan:
    • Undang-undang ini menegaskan bahwa hanya PPNS Hubla di bawah Kementerian Perhubungan yang memiliki kewenangan tunggal untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan di bidang pelayaran. Penyidik dari instansi lain tidak dapat melakukan penyidikan atau pemeriksaan kapal niaga secara independen tanpa koordinasi dengan KPLP.
    • Hal ini berarti bahwa TNI AL, dan Polri harus menyesuaikan peran mereka dalam kegiatan patroli dan penegakan hukum di laut untuk memastikan tidak melampaui kewenangan yang diatur dalam undang-undang.
  2. Koordinasi yang Lebih Ketat:
    • Instansi lain yang memiliki tugas pengamanan laut, seperti TNI AL yang bertugas menjaga kedaulatan negara, tetap dapat melaksanakan fungsi keamanan maritim, namun setiap aktivitas penegakan hukum di bidang pelayaran harus dilakukan dengan koordinasi bersama KPLP.
    • Polri yang memiliki peran dalam penegakan hukum pidana umum perlu mematuhi aturan ini, sehingga tidak ada lagi penahanan atau pemeriksaan kapal yang melanggar ketentuan UU 66 tahun 2024.
  3. Potensi Pra Peradilan:
    • Jika instansi selain PPNS Hubla melaksanakan tindakan penyidikan atau pemeriksaan kapal tanpa dasar hukum yang sah, hal tersebut dapat dipermasalahkan melalui mekanisme pra peradilan. Pengusaha pelayaran yang merasa dirugikan akibat tindakan penahanan atau pemeriksaan yang tidak sesuai dengan UU No. 66 Tahun 2024 berhak mengajukan gugatan pra peradilan untuk menantang keabsahan tindakan tersebut.

Hal ini menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap asas Lex Posterior Derogat Legi Priori, di mana undang-undang yang baru, seperti UU No. 66 Tahun 2024: Perubahan Ketiga atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran harus diutamakan dibandingkan aturan-aturan yang lama (UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran)

 

Penyesuaian Operasional Instansi Lain

Instansi-instansi yang sebelumnya terlibat dalam penegakan hukum di laut kini harus:

  • Menyelaraskan SOP internal mereka dengan ketentuan yang tertuang dalam UU No. 66 Tahun 2024.
  • Memastikan personel memahami batasan kewenangan mereka dan bekerja sama dengan KPLP dalam upaya penegakan hukum di bidang pelayaran.
  • Menghindari tindakan independen dalam penyidikan kasus pelanggaran di bidang pelayaran yang dapat berpotensi menimbulkan gugatan hukum.

 

Dampak Positif Bagi Kepastian Hukum

Revisi undang-undang ini memberikan kejelasan yang signifikan dalam penegakan hukum di perairan Indonesia, menghindari tumpang tindih kewenangan dan memastikan bahwa pemeriksaan kapal yang berlayar dilakukan secara sah dan sesuai prosedur. Dengan demikian, penegakan hukum di laut menjadi lebih transparan, adil, dan tidak menimbulkan kerugian yang tidak perlu bagi para pelaku usaha pelayaran.

 

Kesimpulan

Dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024, Indonesia telah mengambil langkah signifikan dalam meningkatkan kepastian hukum di bidang pelayaran. Kewenangan tunggal yang diberikan kepada PPNS Hubla salah satunya adalah KPLP akan membantu menciptakan koordinasi yang lebih baik dan menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat mengganggu operasional pelayaran. Perusahaan pelayaran pun kini memiliki jaminan hukum yang lebih kuat untuk beroperasi tanpa gangguan dari instansi yang tidak berwenang.

 *) Kabais TNI 2011-2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar