15 November 2024

Menjawab Kekhawatiran Aristyo Darmawan: Diplomasi Indonesia di Laut Natuna Utara

Menjawab Kekhawatiran Aristyo Darmawan: Diplomasi Indonesia di Laut Natuna Utara

 

Jakarta 15 November 2024

Oleh: Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb *)

 

Pernyataan Aristyo Darmawan, dosen hukum internasional Universitas Indonesia dan pakar hukum maritim, mengenai Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama pembangunan maritim Indonesia-China di Laut Natuna Utara patut dicermati. Dalam kritiknya, Aristyo menyebut bahwa frasa “pemahaman bersama mengenai pembangunan bersama di wilayah yang tumpang tindih klaimnya” berbahaya karena dapat membuka ruang untuk pengakuan klaim China yang tidak memiliki dasar hukum. Bahkan, ia menyebut langkah ini sebagai “tindakan bodoh.” Sebagai tanggapan, penting untuk menjelaskan landasan diplomasi Indonesia dan membahas secara rasional mengapa kebijakan ini diambil[1].

 

1. MoU Bukan Pengakuan Klaim Nine-Dash Line

Pertama-tama, penting untuk menegaskan bahwa MoU yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Xi Jinping bukan pengakuan klaim Nine-Dash Line China. Posisi Indonesia sangat jelas:

  • Nine-Dash Line tidak memiliki dasar hukum di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
  • Keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) pada 2016 juga menegaskan bahwa klaim historis seperti Nine-Dash Line tidak memiliki validitas hukum.

Frasa “wilayah tumpang tindih klaimnya” dalam MoU adalah bagian dari strategi diplomasi untuk mengelola ketegangan, bukan pengakuan terhadap klaim China. Kementerian Luar Negeri telah dengan tegas menyatakan bahwa dokumen ini tidak berdampak pada kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara.

 

2. Diplomasi: Alat untuk Mengelola Ancaman De Facto

Kritik Aristyo yang menyebut langkah ini sebagai “tindakan bodoh” tidak mempertimbangkan realitas geopolitik. Diplomasi adalah instrumen utama untuk mengelola ancaman de facto, seperti kehadiran kapal penjaga pantai China di Laut Natuna Utara. Mengabaikan ancaman ini atau meresponsnya hanya dengan retorika keras dapat memicu eskalasi yang tidak diinginkan.

  • Mengelola Konflik Tanpa Konfrontasi: Langkah diplomasi seperti MoU ini dirancang untuk mengurangi risiko konflik dan menjaga stabilitas kawasan.
  • Mempertahankan Hak De Jure: Indonesia tetap memegang teguh prinsip UNCLOS dan tidak akan menegosiasikan klaim yang bertentangan dengan hukum internasional.

Aristyo keliru jika menganggap bahwa MoU ini berarti pengakuan klaim China. Diplomasi adalah cara untuk memperkuat posisi Indonesia tanpa harus terlibat dalam konfrontasi yang tidak produktif.

 

3. Mengelola Sumber Daya Secara Bijak

Aristyo juga mengkhawatirkan bahwa MoU ini akan membuka pintu untuk berbagi sumber daya seperti perikanan atau minyak dan gas. Pandangan ini perlu diluruskan:

  • Tidak Ada Pengaturan Sumber Daya dalam MoU: MoU ini tidak mencantumkan pengaturan eksploitasi sumber daya. Setiap kerja sama di masa depan akan tetap tunduk pada hukum nasional Indonesia dan hukum internasional.
  • Kontrol Penuh Indonesia: Pemerintah Indonesia memastikan bahwa pengelolaan sumber daya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tetap berada di bawah kendali penuh Indonesia. Tidak ada bagian dari MoU ini yang mengorbankan hak-hak tersebut.

Kerja sama maritim yang diatur dalam MoU ini lebih berfokus pada pengelolaan konflik dan penguatan hubungan bilateral daripada berbagi sumber daya secara langsung.

 

4. Tanggapan atas Tuduhan “Tindakan Bodoh”

Menganggap langkah ini sebagai “tindakan bodoh” adalah kesalahan logika yang serius. Diplomasi bukanlah tanda kelemahan, melainkan alat strategis untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional.

  • Mengelola Realitas De Facto: Realitas geopolitik menunjukkan bahwa China adalah kekuatan besar di kawasan ini. Mengabaikan pengaruhnya atau bersikap konfrontatif secara langsung hanya akan merugikan Indonesia.
  • Diplomasi untuk Stabilitas: Langkah ini adalah bagian dari strategi yang lebih besar untuk menjaga stabilitas kawasan dan memperkuat posisi Indonesia secara jangka panjang.

Jika diplomasi strategis seperti ini dianggap “bodoh,” maka kita melupakan bahwa stabilitas dan dialog adalah kunci untuk mengelola ketegangan di dunia yang semakin kompleks.

 

5. Menjaga Kedaulatan dengan Pendekatan Berimbang

Penting untuk memahami bahwa Indonesia tidak bergeser dari posisi prinsipilnya. MoU ini tidak mengubah sikap Indonesia terhadap klaim China, tetapi adalah cara untuk mengelola konflik tanpa mengorbankan kedaulatan.

  • Sikap Tegas Tetap Dijaga: Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk mempertahankan kedaulatan melalui langkah-langkah tegas, dengan kehadiran kapal kapal TNI AL sepanjang tahun diwilayah laut ZEE Indonesia sekitar pulau Natuna. 
  • Diplomasi Berimbang: MoU ini mencerminkan pendekatan yang seimbang antara menjaga stabilitas kawasan dan mempertahankan kedaulatan.

 

6. Kesimpulan: Diplomasi Adalah Pilihan Cerdas

Kritik Aristyo Darmawan terhadap MoU ini didasarkan pada kekhawatiran yang berlebihan dan kurangnya pemahaman terhadap strategi diplomasi modern. Beberapa poin yang perlu ditegaskan:

  1. MoU Bukan Pengakuan: Indonesia tidak mengakui Nine-Dash Line, dan MoU ini tidak mengubah posisi hukum Indonesia.
  2. Diplomasi untuk Mengelola Ancaman: MoU ini adalah cara untuk mengelola ancaman de facto tanpa mengorbankan prinsip hukum internasional.
  3. Kedaulatan Tetap Dijaga: Indonesia tetap mempertahankan kendali penuh atas wilayah ZEE dan sumber dayanya.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengelola konflik dengan cerdas, tanpa kehilangan prinsip atau kedaulatan. Diplomasi adalah alat utama untuk menghadapi tantangan geopolitik, dan langkah ini adalah bagian dari strategi besar untuk memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terlindungi. Kritik yang menyebut langkah ini sebagai tindakan bodoh justru mengabaikan realitas global yang memerlukan pendekatan pragmatis dan strategis.

 

*) Kabais TNI 2011 - 2013



[1] https://kbanews.com/hot-news/prabowo-teken-mou-jebakan-cina-pengamat-karena-menlu-minus-pengalaman-dan-tekanan-rombongan-pengusaha/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar