Situs ini didedikasikan bagi peminat kajian Politik, Hukum, Pertahanan Negara dan pengetahuan umum tentang Intelijen. Pemikiran-pemikiran ini saya bagikan sebagai kontribusi kepada negara tercinta, Indonesia, dalam pengabdian di masa purnabakti dari dinas militer. Old soldier never die, he only fade away. Tan hanna bakti pupus.
19 Maret 2025
18 Maret 2025
Menebak Arah RUU TNI: Militer Aktif di KKP dan Keamanan Laut
Menebak Arah RUU TNI: Militer Aktif di KKP dan Keamanan Laut
Jakarta 18 Maret 2025
Oleh : Soleman B Ponto, Ahli Nujum dari Pantai Selatan.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang sedang berlangsung menghadirkan berbagai aspek menarik, salah satunya adalah rencana penempatan militer aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta di "Keamanan Laut." Namun, jika ditelusuri lebih jauh, istilah "Keamanan Laut" dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan karena saat ini tidak ada lembaga resmi dengan nama tersebut. Yang ada adalah Badan Keamanan Laut (Bakamla). Maka, tujuan utama dari klausul ini tampaknya adalah menempatkan personel militer aktif dalam struktur Bakamla yang saat ini sudah berada memiliki keterkaitan dengan KKP.
Transformasi Bakamla di Bawah KKP
Dalam skema baru ini, KKP berpotensi memiliki satuan militer aktif yang serupa dengan Angkatan Laut (AL), sebuah perubahan yang secara signifikan dapat mengubah lanskap pengawasan kelautan Indonesia. Dengan penempatan militer aktif dalam Bakamla dan penggabungan operasionalnya ke dalam KKP.
Selama ini, tugas KKP adalah mengawasi aktivitas perikanan di perairan Indonesia, termasuk kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi secara legal maupun ilegal. Dengan adanya keterlibatan militer aktif dalam Bakamla yang berada di bawah KKP, kapal-kapal ikan, baik yang dimiliki nelayan lokal maupun asing, akan menghadapi bentuk pengawasan yang cenderung represif.
Dampak terhadap Nelayan dan Perikanan Nasional
Salah satu dampak paling signifikan dari skema ini adalah perubahan pola interaksi antara aparat keamanan dan nelayan. Jika sebelumnya pengawasan dilakukan oleh pengawas perikanan sipil, kini nelayan akan berhadapan langsung dengan aparat militer yang memiliki kapal dan persenjataan baru. Hal ini berpotensi meningkatkan ketegangan di laut, terutama bagi nelayan kecil yang mungkin merasa intimidasi akibat kehadiran militer aktif dalam operasi penegakan hukum perikanan.
Keberadaan militer aktif dalam Bakamla yang berada di bawah KKP juga dapat menempatkan Indonesia pada posisi sebagai negara aggressor karena mengintimidasi nelayan baik itu nelayan local maupun nelayan asing.
Bertentangan dengan UUD 1945 dan UU TNI
Rencana penempatan militer aktif dalam KKP dan Bakamla menimbulkan persoalan hukum yang serius karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa TNI berfungsi sebagai alat pertahanan negara yang hanya dapat dikerahkan dalam keadaan tertentu yang diatur oleh undang-undang. Sementara itu, UU TNI secara eksplisit mengatur bahwa militer tidak boleh ditempatkan dalam lembaga sipil kecuali dalam situasi darurat atau penugasan khusus yang disetujui oleh Presiden dan DPR.
Dengan menempatkan militer aktif dalam KKP dan Bakamla, kebijakan ini berisiko menyalahi prinsip utama pemisahan antara fungsi pertahanan dan fungsi sipil. Secara konseptual, keamanan laut berada dalam ranah penegakan hukum sipil, bukan pertahanan negara. Jika militer aktif diintegrasikan ke dalam Bakamla yang beroperasi di bawah KKP, hal ini dapat dianggap sebagai bentuk militerisasi institusi sipil yang bertentangan dengan prinsip supremasi hukum dan demokrasi.
Bertentangan dengan Tugas dan Fungsi KKP
Selain bertentangan dengan UU TNI, kebijakan ini juga tidak sejalan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KKP sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan. KKP memiliki tugas utama dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, termasuk pengawasan perikanan yang bersifat administratif dan penegakan hukum perikanan melalui pengawas perikanan sipil. Kehadiran militer aktif dalam struktur KKP akan mengubah karakter kementerian ini dari institusi pengelola sumber daya menjadi institusi yang bersifat semi-militer.
Jika KKP memiliki satuan militer aktif yang beroperasi dalam Bakamla, kementerian ini akan menjalankan peran ganda sebagai regulator dan eksekutor dengan kekuatan militer. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengawasan dan penegakan hukum perikanan. Selain itu, kehadiran militer dalam KKP dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan yang selama ini beroperasi dalam koridor hukum sipil.
Implikasi terhadap Tata Kelola Keamanan Laut
Penempatan militer aktif di Bakamla yang berada di bawah KKP juga menimbulkan implikasi terhadap tata kelola keamanan laut secara lebih luas. Saat ini, peran pengamanan laut melibatkan berbagai instansi, seperti TNI AL, Kemhub, Kemkeu dan Polairud. Dengan perubahan ini, Bakamla berpotensi menjadi entitas militer yang beroperasi di bawah KKP, sehingga menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan instansi lain yang juga bertugas di laut.
Jika tidak diatur dengan jelas, penguatan Bakamla dengan personel militer aktif bisa menimbulkan konflik kepentingan antara institusi pertahanan dan institusi sipil. Selain itu, dari perspektif hukum, langkah ini dapat menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana kewenangan militer dalam ranah yang seharusnya bersifat sipil, seperti pengelolaan perikanan.
Kesimpulan
RUU TNI yang mengatur penempatan militer aktif di KKP dan "Keamanan Laut" sebenarnya mengindikasikan langkah strategis untuk memperkuat peran Bakamla dengan menempatkannya di bawah KKP. Dengan demikian, KKP akan memiliki satuan militer aktif yang bertugas mengawasi kapal-kapal penangkap ikan, baik dari dalam negeri maupun asing.
Langkah ini berpotensi bertentangan dengan UUD 1945, UU TNI, serta tugas dan fungsi KKP sebagai institusi sipil, sehingga memerlukan kajian lebih mendalam sebelum diterapkan.
Tanggapan Kritis terhadap Tulisan “Strategi Bakamla RI dalam Mengantisipasi Pengaruh Efisiensi Anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap Nilai Indeks Keamanan Laut Nasional 2025”
Tanggapan Kritis terhadap Tulisan “Strategi Bakamla RI dalam Mengantisipasi Pengaruh Efisiensi Anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap Nilai Indeks Keamanan Laut Nasional 2025”
Jakarta 18 Maret 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)
Pendahuluan
Tulisan “Strategi Bakamla RI dalam Mengantisipasi Pengaruh Efisiensi Anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap Nilai Indeks Keamanan Laut Nasional 2025” menyatakan bahwa kebijakan efisiensi anggaran dapat berdampak negatif terhadap tugas dan efektivitas Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) dalam menjaga keamanan laut. Tulisan tersebut mengasumsikan bahwa pemangkasan anggaran akan menurunkan Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) dan bahwa Bakamla memiliki peran sentral dalam menentukan nilai IKLN.
Namun, anggapan ini tidak sesuai dengan realitas hukum dan operasional di Indonesia. IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla, melainkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan langsung dalam penegakan hukum dan pertahanan laut, seperti TNI AL, Polairud, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bea Cukai, dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Bakamla sendiri tidak memiliki wewenang penindakan, sehingga kontribusinya dalam menjaga keamanan laut tidak signifikan.
Lebih lanjut, argumentasi dalam tulisan tersebut mengenai patroli dan berbagi data Bakamla juga tidak dapat dipertahankan. Setiap lembaga yang berwenang di laut sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih spesifik dan akurat, sehingga berbagi data dari Bakamla tidak diperlukan. Selain itu, patroli yang dilakukan Bakamla juga tidak efektif karena tanpa kewenangan penindakan, setiap pelanggaran yang ditemukan tetap harus ditindaklanjuti oleh lembaga lain.
Berdasarkan fakta ini, tanggapan kritis ini akan membantah asumsi utama dalam tulisan tersebut dan menegaskan bahwa efisiensi anggaran justru dapat diperkuat dengan menghentikan patroli Bakamla dan mengintegrasikannya ke dalam struktur TNI AL untuk menciptakan sistem keamanan laut yang lebih efektif dan efisien.
1. Tugas dan Fungsi Bakamla dalam UU No. 32 Tahun 2014 Tidak Sesuai dengan Analisis dalam Tulisan
Tulisan ini mengasumsikan bahwa Bakamla memiliki peran luas dalam penegakan hukum di laut, yang berpotensi menyebabkan kesalahan persepsi mengenai tugas dan kewenangan Bakamla sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Dalam peraturan ini, tugas utama Bakamla adalah:
- Melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
- Memberikan dukungan kepada instansi terkait dalam penegakan hukum di laut.
- Menyusun kebijakan nasional terkait keamanan dan keselamatan maritim.
Dari ketentuan ini, jelas bahwa Bakamla bukanlah lembaga utama dalam penegakan hukum, melainkan hanya bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan, serta berfungsi sebagai pendukung bagi instansi penegak hukum lain seperti TNI AL, Polairud, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Oleh karena itu, argumentasi dalam tulisan yang mengklaim bahwa pengurangan anggaran akan langsung menurunkan efektivitas penegakan hukum di laut adalah tidak tepat. Bakamla bukan lembaga penyidik atau penegak hukum yang memiliki kewenangan langsung untuk menangkap dan menindak pelanggar hukum di laut.
2. Bakamla Bukan Satu-satunya Lembaga yang Bertanggung Jawab atas Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN)
Dinyatakan bahwa efisiensi anggaran di Bakamla akan berdampak langsung pada nilai Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN). Hal ini tidak benar, karena IKLN tidak hanya bergantung pada Bakamla, tetapi juga pada berbagai lembaga lain, termasuk:
- TNI AL, yang memiliki peran utama dalam pertahanan laut dan pengamanan wilayah perairan dari ancaman asing.
- Polairud, yang berwenang dalam penegakan hukum di laut sesuai dengan KUHAP dan berbagai undang-undang sektoral.
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang menangani perikanan ilegal (IUU Fishing).
- Bea Cukai, yang bertanggung jawab atas penyelundupan di laut.
- Badan Narkotika Nasional (BNN), yang menangani penyelundupan narkoba melalui jalur laut.
- KPLP sebagai pengawas Pelayaran
Fakta ini membuktikan bahwa penurunan anggaran Bakamla tidak akan secara langsung menyebabkan penurunan IKLN, karena tugas pengamanan laut bersifat multisektoral dan melibatkan berbagai institusi lainnya. Oleh karena itu, fokus tulisan yang menitikberatkan dampak efisiensi anggaran pada IKLN hanya melalui Bakamla adalah tidak akurat dan menyesatkan.
3. Strategi yang Diusulkan Tidak Sesuai dengan Kenyataan Operasional Bakamla
Tulisan ini menyarankan optimalisasi patroli, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan sinergi sebagai solusi atas efisiensi anggaran. Namun, strategi ini mengabaikan realitas operasional Bakamla, yaitu:
- Bakamla tidak memiliki kewenangan penyidikan dan penindakan langsung di laut seperti TNI AL atau Polairud. Oleh karena itu, peningkatan patroli Bakamla tidak serta-merta meningkatkan efektivitas penegakan hukum.
- Pemanfaatan teknologi seperti satelit dan drone tidak akan efektif tanpa dukungan operasional dari instansi yang memiliki kewenangan penegakan hukum. Bakamla hanya bisa mengumpulkan informasi, tetapi tidak dapat menindak pelanggar hukum secara langsung.
- Sinergi dengan lembaga lain tidak dapat sepenuhnya menggantikan kebutuhan anggaran operasional.Misalnya, tanpa anggaran cukup, Bakamla tetap akan kesulitan melakukan patroli meskipun ada koordinasi dengan TNI AL dan Polairud.
Dengan demikian, strategi yang diusulkan dalam tulisan ini tidak memberikan solusi konkret terhadap tantangan efisiensi anggaran, karena tidak mempertimbangkan keterbatasan kewenangan dan sumber daya yang dimiliki Bakamla.
4. Setiap Institusi Sudah Memiliki Tugasnya Sesuai UU, Bakamla Tidak Bisa Mengontrol Lembaga Lain
Berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tugas pengamanan laut sudah terbagi dengan jelas di antara berbagai instansi yang memiliki mandat hukum masing-masing, yaitu:
- TNI AL → Bertanggung jawab atas pertahanan negara di laut, termasuk menjaga kedaulatan wilayah perairan Indonesia dan menghadapi ancaman asing (UU No. 34/2004 tentang TNI).
- Polairud (Polisi Air dan Udara) → Bertanggung jawab atas penegakan hukum pidana di laut, termasuk kejahatan transnasional seperti penyelundupan, perikanan ilegal, dan perdagangan manusia (UU No. 2/2002 tentang Kepolisian).
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) → Bertugas dalam pengawasan sumber daya perikanan dan menangani illegal fishing (IUU Fishing) (UU No. 45/2009 tentang Perikanan).
- Bea Cukai (DJBC - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) → Mengawasi penyelundupan barang dan cukai melalui laut (UU No. 17/2006 tentang Kepabeanan).
- Badan Narkotika Nasional (BNN) → Mengawasi penyelundupan narkotika melalui jalur laut (UU No. 35/2009 tentang Narkotika).
- Kementerian Perhubungan (Ditjen Perhubungan Laut) → Mengawasi keselamatan dan pelayaran serta lalu lintas kapal di perairan Indonesia (UU No. 17/2008 tentang Pelayaran).
Dari pembagian ini, tugas pengamanan laut sudah tertata rapi di masing-masing institusi, sehingga Bakamla tidak perlu berusaha mengambil peran yang sudah dijalankan oleh instansi lain. Tidak ada urgensi bagi Bakamla untuk melakukan patroli karena tidak ada celah atau kekosongan tugas yang perlu diisi oleh Bakamla.
5. Bakamla Tidak Punya Kewenangan Penindakan, Sehingga Patroli Bakamla Tidak Efektif
Patroli tanpa kewenangan penindakan tidak ada gunanya.
- Jika Bakamla menemukan kapal yang melakukan pelanggaran, Bakamla tidak bisa menangkap, menginterogasi, atau menyita barang bukti, karena tidak memiliki kewenangan penyidikan sebagaimana dimiliki oleh Polairud, TNI AL, atau KKP.
- Jika Bakamla menemukan kapal asing yang memasuki perairan Indonesia secara ilegal, Bakamla tidak bisa mengusir atau menindak kapal tersebut, karena itu adalah tugas TNI AL.
- Jika Bakamla menemukan kapal yang melakukan IUU Fishing, Bakamla tidak bisa menangkap kapal tersebut, karena itu adalah tugas KKP.
Tanpa kewenangan penegakan hukum, patroli Bakamla hanya menjadi observasi tanpa tindakan nyata.Akibatnya, kegiatan patroli yang dilakukan tidak memiliki manfaat operasional yang jelas dan hanya membebani anggaran negara.
6. Menghentikan Patroli Bakamla Tidak Akan Menurunkan Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN)
Tulisan yang ditanggapi menyatakan bahwa jika Bakamla mengalami pemotongan anggaran, maka Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) akan menurun. Argumen ini sangat lemah, karena:
- IKLN tidak hanya ditentukan oleh Bakamla, tetapi oleh semua instansi yang memiliki tugas keamanan laut.
- Bakamla bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas patroli di laut, sehingga pengurangan patroli Bakamla tidak akan berpengaruh signifikan terhadap keamanan laut nasional.
- Jika Bakamla berhenti melakukan patroli, TNI AL, Polairud, KKP, dan instansi lain tetap akan menjalankan tugasnya seperti biasa, sehingga tidak ada pengurangan efektivitas keamanan laut.
Oleh karena itu, menghentikan patroli Bakamla adalah langkah efisiensi yang logis, tanpa berdampak negatif pada keamanan laut nasional.
Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) tidak ditentukan oleh Bakamla. Nilai Bakamla dalam Perhitungan IKLN Adalah Nol
1. IKLN Tidak Ditentukan oleh Bakamla, Melainkan oleh Lembaga yang Memiliki Wewenang Penegakan Hukum di Laut
Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) adalah ukuran tingkat keamanan dan keselamatan perairan Indonesia. Namun, IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla karena Bakamla bukan lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum di laut.
- IKLN ditentukan oleh lembaga yang memiliki fungsi nyata dalam keamanan laut, yaitu:
- TNI AL → Menjaga kedaulatan dan pertahanan laut dari ancaman eksternal.
- Polairud → Menegakkan hukum dan menangani kejahatan di laut.
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) → Mengawasi perikanan dan menangani IUU Fishing.
- Bea Cukai (DJBC) → Mencegah penyelundupan di laut.
- Badan Narkotika Nasional (BNN) → Mengawasi penyelundupan narkotika melalui laut.
- Kementerian Perhubungan (Ditjen Perhubungan Laut) → Mengawasi keselamatan pelayaran dan lalu lintas kapal.
Setiap lembaga ini memiliki kewenangan langsung dalam aspek keamanan maritim, termasuk patroli, penyidikan, dan penindakan. Oleh karena itu, merekalah yang menentukan nilai IKLN, bukan Bakamla.
2. Nilai Bakamla dalam Perhitungan IKLN Adalah Nol
Dalam perhitungan IKLN, Bakamla tidak memiliki peran yang signifikan karena Bakamla tidak memiliki fungsi penegakan hukum dan tidak bertanggung jawab langsung atas keamanan laut.
- IKLN dihitung berdasarkan efektivitas patroli, penegakan hukum, pengendalian kejahatan, dan pengawasan perairan yang dilakukan oleh lembaga dengan kewenangan nyata.
- Bakamla hanya bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan, bukan penegakan hukum, sehingga kontribusinya terhadap IKLN tidak memiliki nilai yang dapat dihitung dalam parameter keamanan nasional.
- Jika Bakamla dihitung dalam IKLN, maka nilai yang diberikan akan bernilai nol karena tidak ada dampak operasional yang dapat diukur secara signifikan terhadap keamanan laut nasional.
Dengan kata lain, eksistensi atau tidaknya Bakamla dalam operasi keamanan laut tidak akan berpengaruh terhadap nilai IKLN.
3. Efisiensi Anggaran: Bakamla Tidak Perlu Patroli dan Tidak Perlu Berbagi Data karena Tidak Ada Manfaatnya terhadap IKLN
Bakamla selama ini melakukan patroli dan berbagi data, namun kedua aktivitas ini tidak memiliki dampak nyata terhadap keamanan laut.
- Patroli Bakamla tidak memiliki efek terhadap penegakan hukum, karena jika menemukan pelanggaran, Bakamla tetap harus melaporkannya ke instansi lain yang memiliki wewenang.
- Berbagi data dari Bakamla tidak diperlukan, karena setiap lembaga sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih spesifik dan akurat sesuai dengan tugasnya masing-masing.
- Jika Bakamla tidak melakukan patroli dan tidak berbagi data, keamanan laut tetap akan terjaga karena TNI AL, Polairud, KKP, dan lembaga lain tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
Karena itu, Bakamla tidak perlu menghabiskan anggaran negara untuk kegiatan yang tidak berdampak pada IKLN.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bakamla Tidak Berkontribusi dalam IKLN, Sehingga Tidak Perlu Patroli atau Berbagi Data
- IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla, tetapi oleh lembaga yang memiliki kewenangan nyata dalam keamanan laut seperti TNI AL, Polairud, KKP, Bea Cukai, BNN, dan Kementerian Perhubungan.
- Nilai Bakamla dalam perhitungan IKLN adalah nol, karena Bakamla tidak memiliki fungsi penegakan hukum atau peran strategis dalam keamanan laut.
- Bakamla tidak perlu patroli karena patroli tanpa kewenangan penindakan tidak ada manfaatnya.
- Bakamla tidak perlu berbagi data karena setiap lembaga sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih akurat dan spesifik.
- Menghentikan patroli dan berbagi data Bakamla akan meningkatkan efisiensi anggaran tanpa mempengaruhi keamanan laut nasional.
Dengan demikian, patroli Bakamla sebaiknya dihentikan untuk menghindari pemborosan anggaran yang tidak perlu, karena tidak ada manfaat nyata yang dihasilkan dari patroli tersebut. Bakamla cukup berperan sebagai pusat koordinasi, tanpa perlu turun langsung ke laut.
Bakamla Tidak Perlu Patroli dan Tidak Perlu Berbagi Data karena Setiap Lembaga Sudah Memiliki Pusat Data yang Lebih Spesifik dan Akurat
1. Tidak Ada Kewenangan Patroli yang Berarti, Sehingga Bakamla Tidak Perlu Melakukannya
Sesuai Pasal 59 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, tugas Bakamla hanya mencakup patroli keamanan dan keselamatan, bukan penegakan hukum.
- Patroli tanpa kewenangan penindakan tidak ada gunanya karena jika terjadi pelanggaran, Bakamla tetap harus melaporkannya ke instansi lain yang memiliki kewenangan, seperti TNI AL, Polairud, atau KKP.
- Tugas keamanan laut sudah terbagi di berbagai lembaga lain yang lebih kompeten, sehingga keberadaan patroli Bakamla tidak memberikan dampak signifikan terhadap keamanan laut nasional.
- Menghentikan patroli Bakamla adalah langkah efisiensi anggaran yang logis, karena tidak ada urgensi bagi Bakamla untuk melakukan tugas yang sudah dijalankan oleh lembaga lain.
2. Berbagi Data Pun Tidak Diperlukan karena Setiap Lembaga Sudah Memiliki Pusat Data Sendiri yang Lebih Spesifik
Tulisan yang ditanggapi menyebutkan bahwa Bakamla dapat berbagi data dengan instansi lain sebagai bentuk efisiensi. Namun, ini tidak diperlukan, karena:
- Setiap institusi sudah memiliki pusat data masing-masing yang lebih spesifik dan akurat sesuai tugas dan fungsi mereka.
- TNI AL memiliki sistem pengawasan berbasis militer yang jauh lebih canggih untuk mendeteksi ancaman kedaulatan.
- Polairud memiliki data yang lebih spesifik tentang kejahatan laut karena mereka memiliki kewenangan penyidikan.
- KKP memiliki data real-time tentang kapal perikanan dan IUU Fishing yang lebih lengkap dibandingkan yang dimiliki Bakamla.
- Bea Cukai memiliki sistem pemantauan khusus untuk mencegah penyelundupan barang.
- BNN memiliki sistem informasi intelijen narkotika yang tidak bisa digantikan oleh Bakamla.
- Bakamla tidak memiliki sistem data yang lebih unggul dibandingkan instansi lain sehingga berbagi data dari Bakamla tidak akan menambah nilai bagi instansi lain.
- Bahkan jika Bakamla memiliki data, instansi yang memiliki kewenangan penindakan tetap harus melakukan verifikasi ulang sebelum mengambil tindakan, sehingga berbagi data dari Bakamla tidak efisien dan hanya menjadi duplikasi informasi yang tidak diperlukan.
3. Menghentikan Patroli dan Berbagi Data Bakamla Tidak Akan Berdampak pada Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN)
- IKLN tidak ditentukan oleh Bakamla saja, tetapi oleh semua institusi yang memiliki tugas keamanan laut.
- Bakamla bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas patroli dan pemantauan laut, sehingga jika Bakamla tidak melakukan patroli atau berbagi data, tidak akan ada dampak besar terhadap keamanan laut nasional.
- Lembaga yang lebih relevan seperti TNI AL, Polairud, dan KKP tetap menjalankan tugas mereka secara efektif dengan atau tanpa data dari Bakamla.
Oleh karena itu, membiarkan Bakamla tetap melakukan patroli dan berbagi data justru akan memboroskan anggaran negara tanpa manfaat nyata.
Kesimpulan :
Berdasarkan analisis di atas, tulisan mengenai strategi Bakamla dalam mengantisipasi dampak efisiensi anggaran mengandung beberapa kelemahan mendasar, antara lain:
- Salah persepsi mengenai tugas Bakamla, karena dalam UU No. 32/2014 Bakamla bukanlah lembaga utama dalam penegakan hukum, melainkan hanya mendukung instansi lain.
- Mengabaikan peran lembaga lain dalam menentukan nilai Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN).
- Strategi yang diusulkan tidak realistis, karena mengabaikan keterbatasan operasional dan kewenangan Bakamla.
4. Bakamla Tidak Perlu Patroli dan Tidak Perlu Berbagi Data untuk Efisiensi Anggaran
1. Tugas keamanan laut sudah terbagi dengan jelas di berbagai lembaga lain, sehingga Bakamla tidak perlu melakukan patroli.
2. Bakamla tidak memiliki kewenangan penindakan, sehingga patroli yang dilakukan tidak memiliki dampak nyata terhadap keamanan laut.
3. Setiap instansi sudah memiliki pusat data sendiri yang lebih spesifik dan akurat, sehingga berbagi data dari Bakamla tidak memberikan manfaat tambahan bagi instansi lain.
5. Menghentikan patroli dan berbagi data Bakamla tidak akan menurunkan Indeks Keamanan Laut Nasional (IKLN) karena tugas pengamanan laut tetap berjalan melalui instansi lain yang lebih kompeten
Dengan demikian, tulisan “Strategi Bakamla RI dalam Mengantisipasi Pengaruh Efisiensi Anggaran dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap Nilai Indeks Keamanan Laut Nasional 2025” ini tidak dapat dijadikan dasar argumentasi bahwa efisiensi anggaran akan langsung berdampak pada keamanan laut nasional, karena ada faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh dan harus dipertimbangkan secara lebih luas.
Untuk lebih mengefisiensi anggaran akan lebih bagus lagi bila Bakamla digabung dengan TNI AL dibawa bendera UU 34/2004 tentang TNI.
*)Kabais TNI 2011-2013
17 Maret 2025
BAKAMLA KEMBALI KE TNI AL: KISAH SI ANAK HILANG YANG PULANG
BAKAMLA KEMBALI KE TNI AL: KISAH SI ANAK HILANG YANG PULANG
Lamunan di Pantai Utara Jawa, 17 Maret 2025
Oleh : Soleman B Ponto, Detektif Romantika
Latar Belakang: Bakamla yang Galau dengan Status Baru
Dulu, di lautan biru Nusantara, Bakamla lahir sebagai badan keamanan laut yang gagah dan penuh semangat. Ia adalah anak baru di dunia maritim Indonesia, diberi tugas untuk menjaga keamanan perairan, seperti seorang satpam kompleks yang rajin patroli sambil sesekali menegur nelayan nakal atau kapal yang lupa kasih lampu sein.
Namun, sejak kecil, Bakamla sering menghadapi dilema eksistensial. "Aku ini siapa?" tanyanya dalam hati.
- "Apakah aku polisi laut?"
- "Apakah aku tentara laut?"
- "Atau aku ini cuma pengawas lalu lintas air?"
Setiap kali bertanya, jawabannya selalu berbeda-beda. Kadang ada yang bilang, “Kamu itu coast guard Indonesia, harus independen!” tapi di lain waktu, ada yang mengingatkan, “Eh, tapi kalau ada yang nyerang, tetap butuh TNI AL.”
Lalu datanglah RUU TNI!
Seperti surat takdir dari langit, RUU ini membawa kabar besar: Bakamla resmi menjadi bagian dari militer!
"Hore! Akhirnya aku punya status jelas!" seru Bakamla.
Sekarang, Bakamla bisa pakai atribut militer, ikut latihan perang, dan yang paling penting—bisa berjalan tegap sambil teriak "Siap, Komandan!" dengan suara serak-serak macho.
Namun, ada satu hal yang tidak Bakamla sadari: Kalau sudah jadi militer, berarti harus ikut aturan main TNI!
Dan di situlah masalah dimulai…
Babak Baru: "Lho Kok Balik Lagi?"
Pagi itu, di perairan Natuna, kapal Bakamla "Pantang Mundur" sedang berpatroli dengan bangga. Awak kapal baru saja menerima baret loreng dan sepatu PDL baru—sesuatu yang dulu hanya bisa mereka impikan.
Komandan kapal, Kolonel Sugeng, berdiri tegap di anjungan.
"Akhirnya! Kita setara dengan TNI AL! Sekarang kita bisa ikut latihan tempur, pakai seragam keren, dan bahkan punya yel-yel sendiri!" katanya sambil tersenyum lebar.
Tapi senyum itu tak bertahan lama.
Dari kejauhan, kapal perang TNI AL "Gagah Perkasa" melaju kencang. Tak lama kemudian, terdengar suara tegas dari speaker:
"Bakamla, berhenti! Siapa yang kasih izin kalian main militer di laut ini?"
Komandan Sugeng panik. Tapi dia berusaha tetap tenang dan membalas dengan suara lantang:
"Kami sekarang bagian dari militer, Komandan! Kami setara dengan kalian!"
Beberapa menit kemudian, sebuah helikopter mendarat di geladak. Seorang perwira tinggi TNI AL turun dengan membawa selembar surat perintah.
Dengan wajah serius, sang perwira membuka dokumen itu dan berkata,
"Dengan adanya RUU TNI, Bakamla yang kini berstatus militer resmi kembali bergabung dengan TNI AL. Selamat, kalian bukan lagi lembaga mandiri—mulai sekarang kalian kembali menjadi bagian dari kami!"
Seisi kapal Bakamla terdiam. Beberapa awak yang tadinya senyum-senyum kini mulai gigit bibir, menggenggam erat baret barunya.
"Jadi… kita balik jadi anak buah TNI AL?" tanya salah satu kru dengan suara gemetar.
"Betul sekali," jawab sang perwira. "Kalian akan masuk dalam struktur TNI AL. Itu berarti latihan lebih keras, aturan lebih ketat, dan… nggak boleh pakai yel-yel sendiri!"
Seorang kru spontan menjerit,
"Tapi Komandan! Kami sudah beli seragam baru! Kami sudah latihan formasi tempur! Kami bahkan sudah bikin yel-yel sendiri: 'Bakamla Gagah, Lautan Ramah'!"
Perwira TNI AL tertawa kecil.
"Yel-yelnya bagus, tapi sekarang kalian pakai yel-yel kami: 'Jalesveva Jayamahe'! Dan seragam baru itu? Siap-siap diganti dengan yang resmi dari TNI AL."
Komandan Sugeng menghela napas panjang, mengusap wajahnya, lalu bergumam,
"Dulu kita sipil, terus militer, eh sekarang balik lagi ke TNI AL. Nasib, nasib… Mau jadi angkatan laut, tapi muter-muter dulu."
Dan begitulah, Bakamla yang ingin jadi mandiri akhirnya pulang ke rumah lamanya: TNI AL.
Kini, kapal-kapal Bakamla tetap mengarungi laut, tapi dengan satu tambahan penting: para awaknya harus terbiasa lagi meneriakkan,
"Siap, Laksamana!" 🚢⚓
Laksamana Ikan Asing dan Militer di KKP
Laksamana Ikan Asing dan Militer di KKP
Lamunan sore hari di Pantai Karawang 17 Maret 2025
Oleh : Soleman B Ponto, Detektif Romantika
(RUU TNI bawa militer masuk ke Kementrian kelautan dan Perikanan, KKP)
Di suatu pagi yang tidak biasa, di tengah lautan luas, terjadi pertemuan luar biasa. Seekor ikan tuna berukuran besar, lengkap dengan baret dan seragam penuh medali, berenang dengan gagah di depan pasukan ikan lainnya.
Namanya: Laksamana Ikan Asing.
Dia bukan ikan sembarangan. Dia berasal dari perairan internasional dan sudah melanglang buana ke berbagai samudra. Sekarang, dengan kedatangan militer ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dia merasa ada yang berubah.
Hari itu, dia mengumpulkan pasukannya: ikan kakap, barakuda, pari, dan bahkan beberapa udang pasukan elite.
“Kita ada masalah besar!” kata Jenderal Ikan Asing dengan suara berat yang membuat air laut bergetar.
“Kita ini ikan asing! Dengan masuknya militer ke KKP, kita bisa dianggap INVASI! Apakah kalian mau dituduh sebagai agen asing?!”
Pasukan ikan mulai panik. Seekor ikan kerapu mengangkat siripnya, “Lalu kita harus bagaimana, Jenderal?”
“Kita harus menyusun strategi!” kata Jenderal Ikan Asing sambil menunjuk peta lautan dengan siripnya. “Mulai sekarang, kita tidak bisa berenang sembarangan. Kita harus punya taktik menyusup tanpa terdeteksi radar sonar kapal patroli!”
Seekor cumi-cumi pasukan intelijen bertanya, “Bagaimana kalau kita pakai taktik menyamar jadi ikan lokal?”
“TIDAK BISA! Kamu pikir ikan teri akan percaya kalau kamu tiba-tiba muncul di kerumunan mereka dengan badan sebesar itu?! Yang ada, kamu malah dicurigai jadi penyusup!”
Militer KKP Mulai Bergerak
Di sisi lain lautan, di sebuah kapal perang yang kini dijadikan markas utama Satuan Tugas Laut KKP, seorang perwira militer mengamati pergerakan ikan-ikan asing melalui radar.
“Lapor, Komandan! Ada pergerakan mencurigakan di sektor sebelah barat! Sepertinya ini gerombolan ikan asing!”
Sang komandan, yang baru saja dipindahkan dari satuan tempur ke KKP, mengangkat teropongnya dengan serius.
“Ini sudah tidak bisa ditoleransi. Lakukan Operasi Kedaulatan Laut! Kerahkan pasukan katak, siapkan jaring pengamanan! Jangan sampai ada ikan asing yang menyusup tanpa izin!”
Nelayan yang kebetulan mendengar perintah itu hanya bisa melongo. “Lho, Pak… bukannya ikan itu memang suka berenang ke mana-mana?”
“Mulai sekarang, tidak ada ikan yang boleh berenang tanpa izin resmi! Kita harus tegakkan disiplin di lautan!”
Pertempuran di Tengah Laut
Saat pasukan militer mulai bergerak dengan kapal patroli, Jenderal Ikan Asing dan pasukannya sudah bersiap di kedalaman laut.
“Kita akan pakai Taktik Gerombolan Kamuflase,” kata Jenderal Ikan Asing. “Kita berenang cepat dalam formasi seperti pusaran air, jadi radar mereka tidak bisa mendeteksi kita satu per satu!”
Namun, taktik ini langsung terbongkar ketika seekor ikan barakuda yang kurang paham strategi malah berenang ke permukaan dan terkena lampu sorot kapal patroli.
“TARGET TERDETEKSI! OPERASI PENYERGAPAN DIMULAI!”
Dalam hitungan detik, jaring besar dilempar ke air, mencoba menangkap ikan-ikan yang dianggap “tanpa dokumen resmi.”
Para ikan panik. Jenderal Ikan Asing yang selama ini terkenal dengan strategi briliannya mulai berpikir keras.
“Kita harus negosiasi!” katanya sambil naik ke permukaan dan menemui petugas militer KKP.
Negosiasi yang Tegang
Dari atas kapal, komandan militer menatap Jenderal Ikan Asing dengan curiga.
“Siapa kamu?”
“Saya Jenderal Ikan Asing. Saya mewakili seluruh ikan asing di perairan ini. Kami tidak berniat menginvasi, kami hanya… berenang.”
Komandan militer mengernyit. “Kalau begitu, mana izin masuk perairan Indonesia?”
Jenderal Ikan Asing terdiam. “Eh… ikan tidak punya paspor, Pak.”
“TIDAK ADA IZIN, BERARTI TIDAK BOLEH MASUK! Sesuai dengan aturan baru, semua ikan asing harus diawasi ketat!”
“Tapi Pak… kalau begitu laut jadi seperti perbatasan negara! Kami ini cuma ikan, bukan kapal selam mata-mata!”
Namun, komandan tetap tegas. “Kalau begitu, kami akan menerapkan sistem pengawasan ketat. Setiap ikan asing yang masuk harus melewati pemeriksaan ketat! Dan kalau ada yang mencurigakan… kita tindak!”
Akhir yang Tidak Terduga
Setelah negosiasi yang panjang, akhirnya dicapai kesepakatan: ikan asing tetap bisa berenang di perairan Indonesia, tapi harus patuh pada prosedur KKP yang baru.
“Kalian harus mengisi Formulir Ikan Asing (FIA) sebelum masuk,” kata seorang petugas.
“Setiap ikan juga harus dilengkapi dengan chip pelacakan agar tidak ada yang menyelundup!” tambah yang lain.
Para ikan hanya bisa menghela napas.
Jenderal Ikan Asing akhirnya berkata kepada pasukannya, “Mulai sekarang, kita tidak hanya harus berenang, kita juga harus punya dokumen!”
Di kejauhan, seekor udang hanya bisa bergumam, “Dulu kami takut sama nelayan, sekarang harus takut sama tentara. Hidup di laut kok makin ribet ya?”
TAMAT 😂🐟🎖️