NMSS Duplikasi IMSS: Proyek Mubazir, DPR Wajib Tolak Rp 5,6 Triliun Sebelum Rakyat Marah!
Oleh: Laksda TNI Purn Adv Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
KABAIS TNI 2011-2013
Badan Keamanan Laut (Bakamla) kembali membuat langkah kontroversial dengan mengusulkan tambahan anggaran Rp 5,6 triliun untuk membangun National Maritime Surveillance System (NMSS) di 35 titik wilayah Indonesia.
Alasannya, untuk meningkatkan pengawasan kapal dan menjaga keamanan laut.
Namun, faktanya NMSS hanyalah duplikasi IMSS milik TNI AL dan berpotensi menjadi proyek mubazir yang membakar uang rakyat di tengah situasi ekonomi sulit.
Kalau proyek ini dipaksakan, Bakamla bisa bernasib sama seperti DPR: menjadi sasaran kemarahan rakyat.
1. IMSS TNI AL Sudah Ada dan Berfungsi Optimal
Sejak 2007, TNI Angkatan Laut telah membangun dan mengoperasikan Integrated Maritime Surveillance System (IMSS).
IMSS dilengkapi radar canggih, kamera, sensor, dan pusat kendali terpadu di berbagai titik strategis, termasuk Selat Malaka — jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia.
Sistem ini lahir dari kesepakatan empat negara: Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand
IMSS berfungsi optimal sebagai alat deteksi dini terhadap ancaman maritim seperti penyelundupan, perompakan, dan kapal ilegal.
Dengan IMSS yang sudah berjalan, proyek NMSS tidak punya urgensi.
2. Bakamla Tidak Punya Taring, NMSS Jadi Mainan Mahal
Perlu masyarakat tahu: Bakamla bukan penegak hukum.
Sesuai UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Bakamla hanya punya kewenangan memantau dan berkoordinasi, bukan menindak.
Jika NMSS dibangun, Bakamla tetap tidak bisa menangkap kapal asing ilegal, penyelundup narkoba, atau perompak tanpa melibatkan:
- TNI AL → penegakan kedaulatan dan pertahanan negara,
- KPLP → keselamatan pelayaran,
- Polri → penegakan hukum pidana.
Artinya, NMSS hanya akan menjadi mainan mahal tanpa fungsi nyata, sementara Rp 5,6 triliun uang rakyat terkuras.
3. Fungsi KPLP Sudah Ada, NMSS Picu Konflik Kewenangan
Selain TNI AL, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) di bawah Kementerian Perhubungan sudah mengoperasikan Vessel Traffic Service (VTS) dan radar di pelabuhan utama.
Tugasnya memantau pergerakan kapal, memberi peringatan dini, dan menjaga keselamatan pelayaran.
Kalau NMSS dipaksakan, akan terjadi tumpang tindih kewenangan antara TNI AL, KPLP, dan Bakamla.
Alih-alih memperkuat keamanan laut, hal ini justru menambah konflik antarinstansi dan membuat koordinasi semakin kacau.
4. DPR Wajib Tolak Anggaran Mubazir Rp 5,6 Triliun
Kondisi ekonomi sedang sulit. APBN dalam tekanan.
Di tengah situasi ini, DPR tidak boleh mengamini proyek raksasa yang tidak relevan.
Kalau DPR meloloskan anggaran NMSS, maka DPR ikut bertanggung jawab atas pemborosan uang negara.
Daripada menghamburkan Rp 5,6 triliun, dana tersebut lebih bermanfaat bila digunakan untuk:
- Memperkuat IMSS TNI AL yang sudah terbukti efektif,
- Menambah armada patroli gabungan TNI AL, KPLP, dan Polri,
- Memberdayakan nelayan dan membangun pelabuhan rakyat untuk menopang ekonomi maritim.
5. Bakamla Harus Waspada, Rakyat Sedang Sensitif
Gelombang kemarahan rakyat terhadap DPR beberapa waktu lalu menjadi peringatan keras.
Publik sudah muak melihat proyek-proyek besar yang menghamburkan uang negara tanpa manfaat nyata.
Jika Bakamla memaksakan NMSS, bukan mustahil Bakamla akan menjadi sasaran kemarahan publik berikutnya.
Rakyat sekarang kritis, punya data, dan siap melawan kebijakan yang merugikan negara.
Bakamla harus paham, ini bukan soal membangun radar atau menambah pos pantau,
tetapi soal kepercayaan publik.
Dan setiap rupiah APBN sekarang dipantau rakyat dengan ketat.
Kesimpulan :
- IMSS TNI AL sudah ada dan bekerja optimal.
- KPLP punya radar dan sistem pemantauan sendiri.
- NMSS hanya duplikasi, tanpa nilai tambah.
- Bakamla tidak punya kewenangan menindak.
- DPR wajib menolak Rp 5,6 triliun untuk proyek mubazir ini.
“Jika NMSS dipaksakan, Bakamla akan menghadapi gelombang kemarahan publik, sama seperti DPR.”
“Hentikan proyek duplikasi, perkuat IMSS, integrasikan KPLP, dan selamatkan APBN!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar