8 April 2025

TANGGAPAN HUKUM TERHADAP PERNYATAAN YANG MENOLAK PENARIKAN PERSONEL TNI DARI BAKAMLA

TANGGAPAN HUKUM TERHADAP PERNYATAAN YANG MENOLAK PENARIKAN PERSONEL TNI DARI BAKAMLA

Oleh :  Soleman B Ponto,

Pernyataan:

"Kami TIDAK SEPENDAPAT dgn tulisan Pak Ponto ini yg meminta menarik personil TNI-AL dari BAKAMLA."

Tanggapan:

Ketidaksepakatan ini jelas datang dari pihak yang tidak memahami struktur hukum positif Indonesia. Permintaan penarikan personel TNI aktif dari Bakamla bukan pendapat pribadi, tetapi berdasar pada norma tegas dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Ketika seseorang menyatakan "tidak sependapat", tetapi tidak merujuk pada ketentuan hukum yang sah, maka pendapat tersebut gugur demi hukum karena tidak memiliki dasar legalitas dan hanya berbentuk opini kosong.

Pernyataan:

"BAKAMLA, BASARNAS dan BNPB adalah beberapa Badan/Lembaga yg merupakan Institusi Sipil yg memang bisa diisi oleh Perwira Militer Aktif sesuai kebutuhan organisasi..."

Tanggapan:

Pernyataan ini salah kaprah dan menyesatkan. Berdasarkan Pasal 47 ayat (2) UU TNI, hanya terdapat 10 lembaga sipil yang secara eksplisit dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dan BAKAMLA serta BNPB tidak termasuk di dalamnya.
Pernyataan ini membuktikan bahwa penanggap tidak membaca atau tidak memahami isi pasal secara utuh. Tidak cukup hanya menyebut "sesuai kebutuhan organisasi" tanpa menunjuk dasar hukum spesifik. Dalam sistem hukum, “kebutuhan organisasi” bukan landasan legal, melainkan harus tunduk pada norma undang-undang.

Pernyataan:

"...dimana sebelumnya sudah diatur dalam berbagai Peraturan Per-UU-an lain (UU dan Perpres) sebelumnya di Era Pemerintahan Pak SBY dan Pak Jokowi."

Tanggapan:

Pernyataan ini tidak menyebut satu pun nomor atau isi peraturan yang dijadikan dasar hukum. Ini adalah bentuk pernyataan asal bunyi tanpa dasar normatif maupun empirik.
Jika benar ada UU atau Perpres yang mengatur personel militer aktif boleh menjabat di Bakamla secara permanen, seharusnya disebutkan pasal dan nomor peraturannya. Tanpa itu, pernyataan ini tidak lebih dari sekadar asumsi pribadi yang tidak dapat diuji secara hukum.

Pernyataan:

"Dalam Revisi UU-TNI berbagai lembaga tsb, posisinya ditegaskan dan dikuatkan kembali K/L atau Institusi Sipil yg dpt diisi oleh Perwira TNI (Laut, Darat dan Udara) yg memang sudah berjalan efektif lebih dari 10 tahun."

Tanggapan:

Pernyataan ini berisi dua kekeliruan besar:

  1. Revisi UU TNI tahun 2024 justru memperketat, bukan memperlonggar. Dalam revisi tersebut dinyatakan bahwa prajurit hanya dapat ditempatkan di institusi yang menjalankan fungsi pertahanan dan keamanan, dan itu pun harus dengan Peraturan Presiden dan bersifat sementara.
  2. Lama waktu pelanggaran (“sudah berjalan 10 tahun”tidak menjadikan praktik tersebut legal. Dalam sistem negara hukum, pelanggaran tidak pernah menjadi kebolehan karena telah lama dilakukan. Justru itu menunjukkan pengabaian hukum sistematis.


Pernyataan ini menunjukkan ketidakpahaman terhadap hukum administrasi negara dan prinsip legalitas.

Pernyataan:

"Pimpinan Lembaga Sipil tsb (Bakamla, Basarnas dan BNPB) jika dipimpin oleh 'Orang Sipil', terbukti kurang mampu dalam mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan di lapangan."

Tanggapan:

Pernyataan ini tidak hanya tidak berdasar hukum, tetapi juga mencemarkan nilai-nilai konstitusional.
Pertama, tidak ada data empirik atau bukti tertulis yang mendukung klaim ini. Kedua, efektivitas bukan dasar hukum.
Dalam negara hukum, yang digunakan adalah asas legalitas, bukan efektivitas sepihak. Jika orang sipil dianggap tidak kompeten, maka solusinya adalah peningkatan kualitas SDM sipil, bukan pelanggaran terhadap UU TNI dengan menyusupkan militer ke lembaga sipil secara ilegal.
Pernyataan ini tidak etis, tidak konstitusional, dan menunjukkan sikap anti-sipil yang bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi.

Penutup & Penegasan Hukum:

  • Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan secara tegas bahwa prajurit aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil, kecuali di 10 lembaga tertentu yang disebut secara eksplisit.
  • BAKAMLA tidak termasuk dalam daftar itu. Maka, penempatan personel TNI aktif di Bakamla adalah ilegal.
  • Revisi UU TNI 2024 semakin mempertegas pembatasan ini, bukan melonggarkan.
  • Jika lembaga keamanan laut dibentuk dan berbentuk militer, maka itu bertentangan dengan Pasal 10 dan 30 UUD 1945 yang menyatakan bahwa TNI hanya terdiri dari AD, AL, dan AU.
  • Bila lembaga keamanan laut yang dibentuk adalah sipil, maka penempatan personel militer aktif secara permanen juga bertentangan dengan UU TNI.

Artinya, posisi Bakamla dari dua sisi tetap melanggar: jika Lembaga keamanan Laut adalah lembaga militer → maka akan melanggar UUD; jika Lembaga keamanan Laut adalah Lembaga sipil → maka akan melanggar UU TNI.

Maka, penarikan seluruh personel TNI aktif dari Bakamla adalah langkah yang sah, tepat, dan sesuai dengan hukum positif dan konstitusi.
Sebaliknya, penolakan terhadap hal ini tidak punya dasar hukum, tidak berbasis fakta, dan hanya opini pribadi tanpa nilai yuridis.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar