22 Desember 2024

Cerita Sebuah Negara: Ketika Sang Penjaga Hukum Jadi Pelawak Konstitusi

 Cerita Sebuah Negara: Ketika Sang Penjaga Hukum Jadi Pelawak Konstitusi

Jakarta 21 Desember 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB.*)


Alkisah, ada sebuah negara bernama Republik Hukum Sejahtera (RHS). Negara ini terkenal dengan motto: “Kami negara hukum, bukan negara suka-suka.” Di negeri ini, semua diatur dengan rapi. Ada Undang-Undang Dasar (UUD) yang jadi kitab suci negara, dijaga ketat oleh lembaga-lembaga hebat seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), para Jaksa, dan tentu saja, militer yang terkenal sebagai benteng terakhir negara.

Namun, seperti di semua cerita klasik, selalu ada babak di mana semuanya berjalan tidak sesuai rencana.


Bab 1: Sang MK dan Keputusan yang Membuat Dahi Berkerut

Di suatu hari yang tenang, para hakim MK berkumpul. Dengan wajah serius, mereka memutuskan sesuatu yang akan mengguncang Republik Hukum Sejahtera: KPK boleh mengadili kasus korupsi yang melibatkan militer, asalkan KPK menemukan kasus itu lebih dulu.

Seketika, kabar ini menyebar bak angin topan. Para hakim MK mungkin lupa, di negeri ini, ada aturan sakral dalam UUD yang bilang, “Militer harus diadili di peradilan militer, dan sipil di peradilan umum.” Tapi mereka dengan berani melangkahi garis itu.

Rakyat pun bingung.
“Lho, ini negara hukum apa negara asal-asalan? Kok tiba-tiba KPK bisa main di wilayah militer?” kata Pak Budi, seorang petani yang biasanya nggak pernah pusing soal hukum, tapi kali ini dia ikut geram.


Bab 2: Para Jaksa dan Militer Mulai Gatal

Di sudut lain, para jaksa menggelengkan kepala sambil berkata,
“Ini gimana ceritanya? Kalau KPK main sendiri, terus siapa yang urus koneksitas? Bukannya itu tugas kami?”

Sementara itu, di markas militer, para komandan bersikap tegas:
“Kami tunduk pada hukum. Tapi hukum yang benar, ya. Kalau MK main-main kayak gini, kami nggak bisa diam saja.”

Militer merasa dilecehkan. Bagaimana tidak? Sejak berdirinya negara ini, militer punya peradilan sendiri yang diatur UUD. Tapi sekarang, gara-gara keputusan ini, wilayah militer dan sipil jadi campur aduk seperti es cendol yang tumpah.


Bab 3: MA sebagai Pawang Hukum

Di tengah kekacauan ini, muncullah Mahkamah Agung. Para hakim MA yang terkenal bijaksana berkata,
“Tenang, teman-teman. Kami di sini bukan untuk membatalkan MK—itu bukan tugas kami. Tapi kalau ada sengketa kewenangan, biar kami yang luruskan.”

Para hakim MA paham, negeri ini tidak bisa dibiarkan kacau. Mereka adalah penjaga harmoni hukum, bukan sekadar penghias sistem. Dengan senyum kecil, mereka berkata ke jaksa dan militer:
“Ayo, ajukan gugatan sengketa kewenangan. Kami akan pastikan semuanya kembali sesuai aturan.”


Bab 4: Apa yang Terjadi Kalau Dibiarkan?

Namun, bayangkan kalau ini dibiarkan. Negeri ini bakal seperti Wild West, di mana lembaga negara saling rebut kewenangan. Sipil yang korupsi bareng militer bisa dipecah penanganannya.

  • Militer diadili di peradilan militer.
  • Sipil diadili di peradilan umum.

Hasilnya? Splitsing, alias pemisahan kasus yang bikin investigasi jadi compang-camping.
“Kalau bukti-buktinya nggak nyambung, yang rugi siapa? Ya negara,” kata seorang jaksa dengan nada frustasi.

Belum lagi, kalau keputusan MK ini membuat lembaga lain merasa bisa seenaknya. Rakyat bakal kehilangan kepercayaan, dan negara bisa berubah dari Republik Hukum Sejahtera jadi Republik Hukum Kacau-Balau.


Bab 5: Solusi? Kembali ke Jalan yang Benar

Solusinya sederhana: Ajukan gugatan sengketa kewenangan ke MA.
Militer dan Jaksa harus bahu-membahu untuk menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan sesuai jalurnya. MA, dengan kewenangan yang diberikan oleh UUD, bisa meluruskan jalannya sistem hukum.

“MA bukan pembatal keputusan MK. Kami pawangnya sengketa kewenangan. Kalau ada yang salah jalan, kami kasih rambu-rambu,” ujar salah satu hakim MA sambil tersenyum bijak. Tapi di balik senyum itu, ada pesan tegas: “Main-main dengan hukum, Anda akan berhadapan dengan kami.”


Pesan untuk MK

Para hakim MK, kalau bapak-bapak sekalian merasa putusan yang bapak hasilkan adalah lelucon yang lucu, sayangnya rakyat tidak tertawa. UUD bukan mainan. Kalau Anda salah, akui dan perbaiki. Tugas Anda bukan menciptakan masalah, tapi menjaga stabilitas hukum.

Dan ingat, militer itu penjaga konstitusi. Jangan heran kalau suatu hari mereka mengetuk pintu Anda untuk mengingatkan bahwa Anda sedang melangkahi batas. Karena di negeri ini, kedaulatan negara adalah harga mati.


Bab 6: Akhir Cerita

Akhirnya, lewat perjuangan MA, sistem hukum kembali lurus. Militer, Jaksa, dan KPK kembali bekerja sesuai aturan. Dan rakyat pun bisa tidur nyenyak lagi, yakin bahwa Republik Hukum Sejahtera masih berjalan di jalur yang benar.

Pelajaran moral:
Hukum itu bukan alat mainan. Kalau Anda tidak tahu cara menggunakannya, lebih baik serahkan ke yang paham. Dan bagi yang mencoba melawan aturan, ingatlah: Anda bukan di Wild West. Anda di Indonesia. Dan di sini, hukum adalah panglima tertinggi.

*) Kabais TNI 2011-2013

20 Desember 2024

Kemungkinan KPK dan MK Bermain Mata: Membongkar Putusan yang Bertentangan dengan UUD 1945

Kemungkinan KPK dan MK Bermain Mata: Membongkar Putusan yang Bertentangan dengan UUD 1945


Jakarta 20 Desember 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)


Pendahuluan.

Pantun dari para penjaga negeri :

Mawar bunga yang merah banyak durinya,
Indah mewangi di kala pagi.
Pernah gugur demi negeri,
Kini mekar Kembali tuk menjaga negeri.


Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah dua lembaga penting dalam sistem hukum Indonesia yang seharusnya menjadi penjaga keadilan, integritas, dan supremasi hukum. Namun, putusan kontroversial MK yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk menangani kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan anggota militer, tanpa melalui mekanisme koneksitas, menimbulkan kecurigaan adanya "permainan mata" antara dua lembaga ini. Putusan tersebut tidak hanya melanggar Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tetapi juga menciptakan tumpang tindih yurisdiksi yang berpotensi merusak sistem hukum negara.


Indikasi Permainan Mata Antara KPK dan MK

  1. Kewenangan yang Diperluas Tanpa Dasar Hukum
    Putusan MK yang membolehkan KPK menangani kasus militer sepanjang kasus dimulai oleh KPK menunjukkan upaya memperluas kewenangan KPK. Hal ini bertentangan dengan:
    • Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan pembagian yurisdiksi peradilan.
    • Prinsip kompetensi absolut, yang memastikan kasus militer harus diselesaikan di peradilan militer.

Indikasi:

    • Mengapa MK memutuskan sesuatu yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi?
    • Apakah ada tekanan atau kesepakatan di balik layar antara KPK dan MK untuk "mengukuhkan" peran KPK secara berlebihan?
  1. Pengabaian Mekanisme Koneksitas
    Dalam sistem hukum Indonesia, kasus yang melibatkan dua yurisdiksi berbeda (sipil dan militer) harus diselesaikan melalui mekanisme koneksitas, sebagaimana diatur dalam:
    • Pasal 89 KUHAP, yang mensyaratkan keterlibatan hakim militer.
    • Pasal 39 UU Tipikor, yang menempatkan Jaksa Agung sebagai koordinator utama.

Indikasi:

    • Dengan mengabaikan mekanisme koneksitas, putusan ini menunjukkan adanya "kebijakan istimewa" untuk KPK.
    • Apakah keputusan ini dirancang untuk melindungi kepentingan tertentu atau memberikan ruang bagi KPK untuk memanfaatkan celah hukum?
  1. Kegagalan KPK Sebelumnya dalam Kasus Militer
    KPK sebelumnya mengalami kegagalan dalam kasus korupsi yang melibatkan anggota militer, seperti kasus Basarnas dan Helikopter AW-101. Dalam kasus tersebut, KPK terkesan ragu dan bahkan meminta maaf atas penetapan tersangka dari kalangan militer.

Indikasi:

    • Putusan MK ini bisa saja merupakan upaya untuk "menutupi" kegagalan KPK dengan memberikan kewenangan yang lebih luas, meskipun melanggar konstitusi.
    • Adakah motif untuk memperkuat citra KPK di balik keputusan ini?
  1. Keputusan yang Tidak Berdasar pada Kepentingan Hukum
    Putusan ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam hukum, tetapi tampak mengutamakan efisiensi penanganan korupsi. Namun, alasan efisiensi tidak dapat mengesampingkan prinsip dasar konstitusi.

Indikasi:

    • Apakah ada aktor di balik layar yang mendikte putusan ini?
    • Jika benar ada kesepakatan, hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap integritas MK sebagai penjaga konstitusi.

Analisis adanya Pelanggaran Konstitusi

  1. Melanggar Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945
    Putusan MK melanggar pembagian yurisdiksi kekuasaan kehakiman, di mana anggota militer hanya boleh diadili di peradilan militer.
  2. Mengabaikan Prinsip Kompetensi Absolut
    Kompetensi absolut memastikan setiap perkara diselesaikan sesuai yurisdiksi. Putusan ini mengabaikan prinsip tersebut dengan memberikan kewenangan kepada KPK untuk menangani kasus militer.
  3. Merusak Sistem Hukum dan Peradilan
    Dengan mengesampingkan mekanisme koneksitas, putusan ini menciptakan tumpang tindih yurisdiksi, ketidakpastian hukum, dan potensi konflik antar-lembaga penegak hukum.


Analisis Dari Perspektif Filsafat Hukum

1. Prinsip Supremasi Konstitusi
John Rawls menyatakan bahwa konstitusi adalah pedoman tertinggi yang tidak boleh dilanggar.

    • Pelanggaran: Putusan ini mencederai supremasi hukum dan mengabaikan hierarki hukum yang telah ditetapkan.

2. Prinsip Keadilan (Aristoteles)
Keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai hukum.

    • Pelanggaran: Putusan ini mengabaikan hak anggota militer untuk diadili di peradilan yang sesuai.

3. Prinsip Kepastian Hukum (Hans Kelsen)
Hukum harus memberikan kejelasan dan tidak menimbulkan keraguan.

    • Pelanggaran: Putusan ini menciptakan tumpang tindih yurisdiksi, yang bertentangan dengan prinsip kepastian hukum.

Dampak Buruk dari Putusan MK

  1. Erosi Kepercayaan Publik
    Keputusan MK yang melanggar konstitusi merusak kepercayaan publik terhadap lembaga ini dan sistem hukum secara keseluruhan.
  2. Menciptakan Kekacauan Hukum
    Tumpang tindih yurisdiksi yang diakibatkan oleh putusan ini menciptakan ketidakpastian hukum dan konflik antara peradilan umum dan militer.
  3. Melemahkan Sistem Peradilan Militer
    Sistem peradilan militer dirancang untuk menjaga disiplin dan hierarki dalam militer. Keputusan ini melemahkan otoritas peradilan militer.


Tanggapan dari Perspektif TNI

Sebagai institusi yang bertugas menjaga kedaulatan negara, TNI memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memastikan bahwa UUD 1945 dihormati dan dilaksanakan dengan benar. Ketika Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga penjaga konstitusi, melanggar konstitusi, maka TNI tidak bisa tinggal diam.

  1. TNI Adalah Penjaga Konstitusi
    UUD 1945 adalah dasar negara. Ketika ada yang mencoba merusaknya, TNI sebagai penjaga kedaulatan tidak hanya memiliki kewenangan, tetapi juga kewajiban untuk mengambil tindakan tegas.

"TNI tidak akan membiarkan siapa pun, termasuk MK, melanggar konstitusi. Konstitusi adalah harga mati, dan NKRI adalah prioritas utama yang tidak boleh dikompromikan."

  1. Ancaman bagi Pelanggar Konstitusi
    TNI tidak segan-segan untuk menindak siapa pun yang terbukti melanggar konstitusi. Dalam hal ini, para hakim MK yang secara sadar membuat keputusan yang bertentangan dengan UUD 1945 harus segera bertobat dan memperbaiki kesalahan mereka sebelum TNI mengambil langkah tegas.

Pesan kepada MK:

    • Segera revisi putusan yang melanggar konstitusi.
    • Jangan pernah berpikir bahwa TNI akan membiarkan konstitusi dihancurkan oleh keputusan yang tidak bertanggung jawab.
    • Jika ada pihak yang bermain di balik layar, TNI siap mengungkap dan menangkap mereka.

Pesan kepada KPK
Sebagai lembaga pemberantasan korupsi, KPK seharusnya menjadi teladan dalam menaati hukum. Jika KPK terbukti ikut serta dalam upaya melanggar konstitusi, maka mereka harus siap menghadapi konsekuensi berat, termasuk evaluasi total terhadap keberadaan mereka.


Peringatan Keras dari TNI

TNI tidak bermain-main dalam menjaga konstitusi. Jika ada pihak-pihak yang mencoba melemahkan negara dengan merusak supremasi hukum, mereka harus siap menghadapi tindakan tegas dari TNI. Tidak ada tempat untuk kompromi dalam menjaga kedaulatan negara.

Pesan kepada Pelanggar Konstitusi:
Bertobatlah sebelum terlambat. Kami tidak segan memberikan tiket "perjalanan khusus" ke Balikpapan untuk Anda yang dengan sengaja melanggar hukum tertinggi negara. NKRI adalah harga mati, dan siapa pun yang menjadi pengkhianat akan menghadapi TNI sebagai benteng terakhir kedaulatan bangsa.


Kesimpulan

Putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk menangani kasus militer tanpa mekanisme koneksitas adalah pelanggaran serius terhadap UUD 1945. Putusan ini menimbulkan kecurigaan adanya "permainan mata" antara KPK dan MK untuk memperluas kewenangan secara tidak sah, yang merusak integritas kedua lembaga tersebut.

Jika terbukti ada kolusi atau tekanan eksternal dalam putusan ini, maka ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap rakyat dan konstitusi. MK harus segera memperbaiki putusan ini, dan KPK harus tetap bekerja dalam koridor hukum yang telah ditetapkan.

Konstitusi adalah harga mati. Tidak ada kompromi untuk pelanggaran konstitusi, baik oleh individu, lembaga, maupun kolaborasi di antara keduanya. Jika ini dibiarkan, konsekuensinya adalah hancurnya sistem hukum dan kepercayaan rakyat terhadap negara.

Selamat bertugas wahai para penjaga negeri !!

*)Kabais TNI 2011-2013

19 Desember 2024

Pelanggaran Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi: Sebuah Telaah Hukum dan Filosofis

Pelanggaran Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi: Sebuah Telaah Hukum dan Filosofis

Jakarta 19 Desember 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH


Pendahuluan
Mahkamah Konstitusi (MK) adalah institusi tertinggi dalam sistem hukum Indonesia yang berperan menjaga agar setiap kebijakan dan tindakan negara tidak menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Namun, dalam perjalanannya, bahkan institusi yang diamanatkan untuk melindungi konstitusi dapat tergelincir dan melanggar konstitusi itu sendiri. Salah satu kasus yang menuai kontroversi adalah putusan MK yang memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota militer tanpa melalui mekanisme koneksitas.

Putusan ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang integritas MK sebagai penjaga konstitusi dan implikasi filosofis dari pelanggaran terhadap hukum tertinggi negara. Artikel ini akan membahas bagaimana putusan tersebut melanggar konstitusi berdasarkan kerangka hukum dan filsafat hukum.


Pelanggaran Konstitusi oleh MK.

Bunyi Putusan MK
MK memutuskan bahwa:

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak atau dimulai/ditemukan oleh KPK."

Putusan ini melanggar prinsip dasar dalam UUD 1945 dan aturan terkait, sebagai berikut:

  1. Melanggar Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945
    UUD 1945 secara tegas mengatur pembagian yurisdiksi kekuasaan kehakiman:

"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara."

Pelanggaran:

    • Anggota militer hanya dapat diadili oleh peradilan militer sesuai dengan prinsip kompetensi absolut.
    • Dengan memberikan wewenang kepada KPK (bagian dari peradilan umum) untuk menangani kasus militer, MK telah mengabaikan pembagian yurisdiksi yang diatur secara eksplisit dalam konstitusi.

 

  1. Mengabaikan Prinsip Kompetensi Absolut
    Kompetensi absolut adalah prinsip yang menjamin setiap yurisdiksi hanya menangani perkara sesuai subjek hukumnya:
    • Militer: Tunduk pada peradilan militer.
    • Sipil: Tunduk pada peradilan umum.

Pelanggaran:
Putusan MK menciptakan tumpang tindih yurisdiksi, membuka pintu bagi konflik hukum dan pelanggaran hierarki sistem peradilan.

  1. Mengabaikan Mekanisme Koneksitas
    Dalam kasus lintas yurisdiksi, mekanisme koneksitas telah diatur secara jelas dalam:
    • Pasal 89 KUHAP:

"Dalam hal suatu tindak pidana dilakukan bersama-sama oleh mereka yang tunduk pada peradilan umum dan mereka yang tunduk pada peradilan militer, maka yang berwenang mengadili perkara tersebut adalah peradilan umum, dengan melibatkan hakim militer."

    • Pasal 39 UU Tipikor:
      Jaksa Agung bertugas mengoordinasikan penyelidikan kasus koneksitas.

Pelanggaran:
MK mengabaikan mekanisme koneksitas ini dengan memberikan kewenangan langsung kepada KPK, sehingga melemahkan aturan yang telah dirancang untuk menjaga keseimbangan yurisdiksi.


Pelanggaran Filsafat Hukum oleh MK

1. Prinsip Kepastian Hukum (Legal Certainty)
Hans Kelsen, dalam teori hukum positivisnya, menyatakan bahwa hukum adalah norma yang hierarkis dan harus ditaati tanpa penyimpangan.

  • Pelanggaran oleh MK:
    MK telah menciptakan ketidakpastian hukum dengan mengabaikan hierarki yurisdiksi antara peradilan umum dan peradilan militer. Ini bertentangan dengan prinsip dasar bahwa hukum harus memberikan kepastian dan keadilan.

2. Prinsip Keadilan (Justice)
Menurut Aristoteles, keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan aturan yang berlaku.

  • Pelanggaran oleh MK:
    Dengan memberikan kewenangan kepada KPK untuk menangani kasus militer tanpa mekanisme koneksitas, MK telah menciptakan ketidakadilan bagi anggota militer, yang seharusnya tunduk pada peradilan militer dengan mempertimbangkan kode etik dan disiplin militer.

3. Prinsip Supremasi Konstitusi
Filsafat hukum modern, seperti yang dikemukakan oleh John Rawls, menekankan bahwa konstitusi adalah dasar dari semua aturan hukum dan tidak boleh dilanggar.

  • Pelanggaran oleh MK:
    Dengan menyimpang dari UUD 1945, MK telah merusak kepercayaan publik terhadap supremasi konstitusi dan sistem hukum.

Implikasi Pelanggaran Konstitusi oleh MK

  1. Merusak Kepercayaan Publik
    Putusan yang melanggar konstitusi merusak kredibilitas MK sebagai lembaga penjaga konstitusi.
  2. Menciptakan Ketidakstabilan Hukum
    Tumpang tindih yurisdiksi yang diakibatkan oleh putusan ini menciptakan ketidakpastian hukum dan konflik antar-lembaga.
  3. Mengancam Sistem Peradilan Militer
    Keputusan MK melemahkan sistem peradilan militer yang dirancang untuk menjaga hierarki dan disiplin di lingkungan militer.


Kewajiban MK Jika Melanggar Konstitusi

  1. Mengakui Kesalahan
    Hakim MK harus mengakui bahwa putusan tersebut telah melanggar konstitusi dan mengancam supremasi hukum.
  2. Memperbaiki Keputusan
    Putusan yang melanggar harus segera direvisi melalui mekanisme internal di MK.
  3. Siap Menghadapi Sanksi Etik
    Hakim yang terlibat dalam pelanggaran harus tunduk pada pemeriksaan Dewan Etik dan menerima sanksi sesuai tingkat kesalahan.
  4. Menanggung Konsekuensi Hukum
    Jika terbukti ada motif pribadi atau tekanan eksternal dalam putusan, hakim MK harus siap menghadapi konsekuensi hukum.


Kewajiban TNI terhadap Pelanggaran Konstitusi

Sebagai penjaga kedaulatan negara, TNI memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan bahwa konstitusi ditegakkan. Pelanggaran terhadap UUD 1945 adalah ancaman serius terhadap stabilitas negara, dan dalam kondisi seperti ini, TNI harus mengambil langkah-langkah berikut:


1. Melindungi Konstitusi sebagai Harga Mati

TNI tidak hanya bertugas melawan ancaman eksternal tetapi juga bertanggung jawab terhadap ancaman internal, termasuk pelanggaran konstitusi oleh lembaga atau individu mana pun.

  • Dasar Hukum:
    • UUD 1945 Pasal 30 Ayat (3): TNI bertugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI.
    • UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 7: TNI memiliki kewenangan untuk melakukan operasi militer selain perang (OMSP), termasuk mengatasi ancaman terhadap konstitusi.


2. Mendeteksi dan Menangani Ancaman

TNI melalui intelijennya, seperti Badan Intelijen Strategis (BAIS), memiliki kewajiban untuk:

  • Mengidentifikasi pihak-pihak yang melanggar konstitusi, baik individu maupun kelompok.
  • Mengumpulkan bukti dan mencegah eskalasi lebih lanjut.
  • Bekerja sama dengan institusi hukum lainnya untuk memastikan pelanggaran dihentikan.


3. Menjaga Stabilitas Negara

Jika pelanggaran konstitusi menyebabkan ketidakstabilan nasional, TNI dapat mengambil langkah-langkah proaktif:

  • Operasi Militer Selain Perang (OMSP): Menjaga keamanan dalam negeri dan melindungi masyarakat dari dampak pelanggaran.
  • Mengawal Penegakan Hukum: Bekerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan untuk memastikan bahwa pelanggaran ditangani secara hukum.


4. Menjadi Penjaga Terakhir Konstitusi

Jika semua mekanisme hukum gagal, TNI memiliki kewajiban moral dan legal untuk bertindak sebagai penjaga terakhir konstitusi. Dalam situasi ekstrem, ini bisa mencakup tindakan lebih tegas terhadap pelanggar, sesuai dengan prinsip supremasi hukum dan konstitusi.


Kesimpulan

Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan setiap keputusan mereka sesuai dengan UUD 1945. Namun, putusan MK yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk menangani kasus militer tanpa mekanisme koneksitas adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi.

  • Dari sudut pandang hukum: MK telah melanggar Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 dan prinsip kompetensi absolut.
  • Dari sudut pandang filsafat hukum: Putusan ini bertentangan dengan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan supremasi konstitusi.


Tindakan tegas diperlukan untuk memperbaiki kesalahan ini dan memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Konstitusi adalah harga mati, dan tidak ada ruang untuk kompromi dalam menjaga supremasi hukum dan keutuhan negara. NKRI adalah harga mati, dan konstitusi adalah pedomannya.