Kewenangan Penangkapan Kapal oleh Bakamla: Perspektif Hukum Berdasarkan UU 32/2014 tentang Kelautan dan UU 17/2008 tentang Pelayaran.
Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb*)
Pendahuluan.
Penangkapan kapal di perairan Indonesia sering menjadi isu yang kompleks, terutama ketika melibatkan berbagai instansi pemerintah seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Polairud, TNI AL serta Kementerian Perhubungan. Untuk memahami kewenangan masing-masing lembaga dalam penangkapan kapal, artikel ini mengulas dasar hukum yang relevan, yaitu UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Bakamla dan Kewenangannya.
Bakamla dibentuk berdasarkan Pasal 59 ayat 3 UU No. 32/2014 tentang Kelautan dengan tugas utama melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Kewenangan Bakamla diatur dalam Pasal 63 undang-undang yang sama, yang mencakup pengejaran seketika, pemberhentian, pemeriksaan, penangkapan, pengawalan, dan penyerahan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum lebih lanjut.
Namun, penting untuk dicatat bahwa kewenangan Bakamla secara khusus menyasar pada kapal penangkap ikan, sesuai dengan tugas Menteri Kelautan dan Perikanan yang diatur dalam undang-undang ini. Bakamla tidak memiliki kewenangan untuk menangkap kapal niaga atau jenis kapal lainnya yang bukan merupakan kapal penangkap ikan.
Kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan juga mengatur kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam pengelolaan sumber daya alam laut dan perikanan serta pelestarian ekosistem laut. Tugas utama kementerian ini adalah melindungi sumber daya kelautan, termasuk ikan, dan memastikan bahwa praktik-praktik perikanan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kewenangan Menteri Perhubungan.
Sementara itu, UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mencakup seluruh aspek terkait kapal niaga, transportasi laut, keselamatan pelayaran, dan pengelolaan pelabuhan. Kewenangan Menteri Perhubungan meliputi pengaturan dan kebijakan yang mengatur keselamatan dan efisiensi transportasi laut, sertifikasi kapal, pengawasan keselamatan, dan manajemen pelabuhan. Fokus utama dari regulasi ini adalah memastikan bahwa kapal niaga beroperasi dengan aman dan efisien sesuai dengan peraturan internasional dan nasional.
Penangkapan oleh Penyidik.
Menurut Pasal 6 dan Pasal 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hanya penyidik yang berwenang melakukan penangkapan, penahanan, dan tindakan hukum lainnya terhadap tersangka tindak pidana. Penyidik ini bisa berupa pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Kesimpulan.
Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa kewenangan Bakamla dalam menangkap kapal terbatas pada kapal penangkap ikan, dan tidak termasuk kapal niaga. Kewenangan terhadap kapal niaga berada di bawah yurisdiksi Menteri Perhubungan. Oleh karena itu, tindakan Bakamla dalam menangkap kapal niaga merupakan pelanggaran hukum.
Referensi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. (2014).
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. (2008).
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar