Buyarnya Mimpi Jokowi : Harapan Indonesia untuk Memiliki Coast Guard Bertaraf Internasional
Jakarta 18 Agustus 2024
Oleh:
Laksda TNI (purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb *)
Pada bulan Februari 2014, Presiden Joko Widodo memberikan instruksi kepada Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Madya Aan Kurnia, dengan harapan besar untuk mengubah Bakamla menjadi sebuah Coast Guard Indonesia yang kuat dan setara dengan Coast Guard negara-negara maju. Presiden Jokowi menggarisbawahi bahwa Bakamla adalah embrio dari Coast Guard yang diimpikannya. Sayangnya, setelah sepuluh tahun berlalu, harapan tersebut belum terwujud. Sebentar lagi masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir, namun satu perintah penting ini masih belum berhasil dilaksanakan.
Salah satu hal yang menjadi tolok ukur internasional dalam pembentukan sebuah Coast Guard adalah memiliki kewenangan penuh sebagai penegak hukum, yang termasuk kewenangan sebagai penyidik. Namun, mimpi ini tampaknya semakin jauh dari kenyataan. Revisi kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengusulkan bahwa Coast Guard akan berada langsung di bawah Presiden, tetapi konsekuensinya tidak akan memiliki kewenangan sebagai penyidik. Ini menimbulkan masalah besar, karena tanpa kewenangan penyidik, Coast Guard Indonesia tidak akan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sebagai penegak hukum di laut. Situasi ini serupa dengan yang terjadi bagi Bakamla saat ini, yang juga berada langsung di bawah Presiden tetapi tidak memiliki kewenangan penyidik.
Perubahan Nama dan Fungsi: Dari "Coast Guard" ke "Pengawas Pelayaran"
Pada tanggal 16 Agustus 2024, pembahasan mengenai revisi ketiga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran berlangsung di Kementerian Perhubungan. Salah satu poin menarik dalam revisi ini adalah perubahan Pasal 1 Ayat 59, yang secara mendasar mengubah nama "Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard)" menjadi "Pengawas Pelayaran." Sebelumnya, Pasal 1 Ayat 59 dalam UU Pelayaran menyebutkan bahwa Penjagaan Laut dan Pantai bertanggung jawab atas keselamatan dan penegakan hukum di laut dan pantai, serta berada langsung di bawah Presiden. Namun, dalam revisi ketiga, fungsi tersebut diubah menjadi "Pengawas Pelayaran," yang berfokus hanya pada pengawasan pelayaran dan tidak lagi disebut sebagai Coast Guard.
Perubahan ini tidak hanya menyederhanakan peran Coast Guard menjadi sekadar pengawas, tetapi juga menghilangkan harapan Indonesia untuk memiliki institusi yang berfungsi seperti Coast Guard di negara-negara lain. Apabila revisi ini disetujui, maka kapal yang digunakan oleh institusi ini tentunya akan disebut "Kapal Pengawas Pelayaran," yang serupa dengan "Kapal Pengawas Perikanan" milik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi, mengingat mimpi Presiden Jokowi adalah untuk memiliki Coast Guard yang bertaraf internasional, namun kenyataannya Indonesia justru akan memiliki Pengawas Pelayaran tanpa kewenangan penyidik.
Dilema Hukum: Coast Guard Tanpa Kewenangan Penyidik
Jika revisi kedua UU 17/2008 tentang Pelayaran yang mengatur Coast Guard disetujui, maka Coast Guard Indonesia akan tetap berada langsung di bawah Presiden tetapi tanpa kewenangan sebagai penyidik. Hal ini menjadi masalah besar, karena kewenangan penyidik adalah salah satu elemen penting yang harus dimiliki oleh institusi penegak hukum di laut. Hal serupa juga terjadi pada Bakamla, yang meskipun berada langsung di bawah Presiden, tidak memiliki kewenangan penyidik sehingga tidak dapat menjalankan fungsi penegakan hukum dengan optimal. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut yang sangat luas, membutuhkan institusi yang kuat dan berdaya guna untuk menjaga keamanan serta menegakkan hukum di laut. Sayangnya, dengan tidak dimilikinya kewenangan penyidik personal Coast Guard, fungsi penting ini tidak dapat dijalankan dengan baik.
Apa yang Harus Dilakukan untuk Mewujudkan Mimpi Presiden Jokowi?
Untuk mewujudkan mimpi besar Presiden Jokowi agar Indonesia memiliki Coast Guard bertaraf internasional, ada satu langkah sederhana namun krusial yang bisa diambil: Presiden Jokowi bisa mengeluarkan dekrit presiden untuk Kembali ke Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran versi aslinya. Dengan melakukan hal ini, Coast Guard Indonesia akan lahir sebagai institusi yang memiliki kewenangan penuh sebagai penegak hukum, termasuk kewenangan penyidik. Ini adalah momen yang sangat penting dan kesempatan yang mungkin tidak akan datang lagi. Jika langkah ini tidak diambil, Presiden Jokowi mungkin akan dikenang sebagai pemimpin yang gagal mewujudkan salah satu mimpi besarnya selama 10 tahun masa pemerintahannya.
Kesimpulan: Antara Harapan dan Kenyataan
Mimpi Presiden Jokowi untuk memiliki Coast Guard yang bertaraf dunia adalah sebuah visi yang penting bagi pelaku usaha maritim Indonesia. Namun, visi ini masih jauh dari kenyataan. Revisi terhadap UU Pelayaran tidak hanya mengubah struktur dan kewenangan Coast Guard, tetapi juga mereduksi fungsi penting institusi ini menjadi sekadar pengawas pelayaran. Tanpa kewenangan penyidik, Coast Guard Indonesia tidak akan mampu menjadi institusi yang berfungsi penuh sebagai penegak hukum di laut.
Kini, keputusan ada di tangan Presiden Jokowi. Apakah beliau akan mengambil langkah yang diperlukan untuk mewujudkan mimpinya, ataukah mimpi itu akan tetap menjadi angan-angan yang tidak pernah terwujud? Jawabannya ada pada tindakan yang akan diambil sebelum masa jabatannya berakhir.
*) Kabais TNI 2011-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar