KEBOHONGAN BESAR BAKAMLA: PUBLIK SERTA DPR, DAN KEMHAN TERTIPU.
Jakarta 20 Maret 2025
Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)
Pendahuluan
Keamanan maritim merupakan salah satu aspek krusial dalam menjaga kedaulatan negara dan mengatur aktivitas di perairan Indonesia. Berbagai institusi telah diberikan kewenangan untuk menjalankan fungsi mereka di laut, seperti TNI Angkatan Laut (TNI AL), Polisi Air dan Udara (Polairud), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), serta Pengawas Perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Setiap institusi ini memiliki dasar hukum yang kuat dalam undang-undang untuk melaksanakan tugasnya, termasuk penggunaan kapal dan senjata dalam menjalankan operasi mereka.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Badan Keamanan Laut (Bakamla) muncul sebagai institusi yang mengklaim diri sebagai “Indonesian Coast Guard”, meskipun tidak ada satu pun pasal dalam UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang memberikan status tersebut kepada Bakamla. Bakamla telah menuliskan "Coast Guard" pada lambung kapalnya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman besar di dalam negeri dan dunia internasional.
Akibat pencitraan yang menyesatkan ini, Kementerian Pertahanan (Kemhan) tertipu dan menganggap Bakamla sebagai lembaga penjaga laut dengan kewenangan seperti TNI AL, sehingga memberikan izin penggunaan senjata kepada Bakamla. Padahal, izin penggunaan senjata dalam institusi negara harus berdasarkan Undang-Undang, bukan sekadar keputusan administratif atau politis.
Tidak berhenti di situ, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga tertipu dan mengalokasikan anggaran untuk pembelian senjata dan kapal Bakamla, padahal dalam UU 32/2014 tidak ada satu pun pasal yang menyatakan bahwa Bakamla boleh memiliki senjata dan kapal. Dengan kata lain, pengadaan senjata dan kapal oleh Bakamla adalah bentuk penyalahgunaan wewenang dan manipulasi anggaran yang berpotensi sebagai tindakan korupsi.
Jika situasi ini tidak segera diperbaiki, Indonesia bukan hanya menghadapi kebingungan hukum dan tumpang tindih kewenangan, tetapi juga risiko diplomatik di mata dunia internasional. Bakamla telah menyesatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, parlemen, dan rakyat Indonesia, dengan menciptakan kesan seolah-olah ia adalah Coast Guard resmi Indonesia, padahal tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Artikel ini akan mengungkap bagaimana Bakamla telah menipu publik, memanipulasi data ke Kemhan dan DPR, serta melakukan penyalahgunaan anggaran dalam pembelian kapal dan persenjataan. Dengan pemahaman yang lebih jelas, diharapkan pemerintah dapat mengambil langkah tegas untuk menghapus klaim palsu Bakamla sebagai "Coast Guard", membatalkan izin penggunaan senjata, serta menyelidiki potensi korupsi dalam pengadaan kapal.
🚨 Indonesia harus segera bertindak sebelum skandal ini semakin mempermalukan negara di tingkat internasional! 🚨
1. Bakamla Menipu Publik dengan Klaim Sebagai "Coast Guard"
Bakamla telah menciptakan ilusi palsu bahwa dirinya adalah Indonesian Coast Guard dengan menuliskan "Coast Guard" pada lambung kapalnya. Faktanya, tidak ada satu pun pasal dalam UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang menyebut Bakamla sebagai Coast Guard Indonesia.
➡ Bakamla bukan bagian dari sistem Coast Guard yang sah menurut hukum internasional.
➡ Penggunaan istilah "Coast Guard" tanpa dasar hukum yang jelas dapat membuat dunia internasional salah paham, mengira bahwa Bakamla memiliki kewenangan seperti US Coast Guard atau Japan Coast Guard.
➡ Ini adalah manipulasi yang menciptakan kebingungan di dalam negeri dan di mata dunia.
🚨 Akibatnya, banyak pihak, termasuk Kemhan dan DPR, tertipu oleh klaim palsu ini! 🚨
2. Kemhan Tertipu, Mengira Bakamla Adalah Coast Guard Sejati
Dengan pencitraan sebagai "Coast Guard", Bakamla berhasil menipu Kementerian Pertahanan (Kemhan), yang kemudian menganggap bahwa Bakamla adalah lembaga penegak hukum laut yang sejajar dengan TNI AL.
➡ Kemhan akhirnya memberikan izin bagi Bakamla untuk memiliki senjata, meskipun tidak ada dasar hukumnya dalam UU 32/2014.
➡ Hal ini adalah kesalahan fatal, karena dalam sistem hukum Indonesia, izin penggunaan senjata hanya bisa diberikan kepada institusi yang memiliki dasar hukum yang jelas dalam Undang-Undang!
🚨 Artinya, izin senjata yang diberikan kepada Bakamla tidak sah secara hukum! 🚨
3. DPR Tertipu, Memberikan Anggaran untuk Pembelian Senjata dan Kapal Bakamla secara Ilegal
Setelah Kemhan tertipu dan memberikan izin penggunaan senjata, DPR juga tertipu dan ikut memberikan anggaran bagi Bakamla untuk membeli Senjata dan kapal.
➡ Padahal, dalam UU 32/2014, tidak ada satu pun pasal yang menyebut bahwa Bakamla berhak memiliki senjata dan kapal.
➡ Artinya, setiap pengadaan senjata dan kapal untuk Bakamla adalah bentuk penyimpangan anggaran dan manipulasi data!
➡ DPR telah mengalokasikan dana negara untuk sesuatu yang secara hukum tidak diperbolehkan, yang dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.
🚨 Ini adalah indikasi nyata korupsi! Anggaran yang dikeluarkan untuk kapal Bakamla bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan dana negara! 🚨
4. Pembelian Kapal oleh Bakamla = Korupsi & Manipulasi Data
Berdasarkan hukum yang berlaku, pembelian kapal oleh Bakamla adalah tindakan korupsi karena:
✔ Tidak ada landasan hukum dalam UU 32/2014 yang membolehkan Bakamla memiliki kapal.
✔ Anggaran yang dikeluarkan DPR untuk kapal Bakamla adalah hasil manipulasi dan informasi yang menyesatkan.
✔ Pembelian kapal dilakukan di luar ketentuan yang diatur dalam UU, sehingga merupakan penyalahgunaan dana negara.
➡ Dengan demikian, setiap pejabat yang terlibat dalam proses pembelian kapal untuk Bakamla dapat diperiksa atas dugaan tindak pidana korupsi!
5. Penggunaan Senjata & Kapal Harus Berdasarkan Undang-Undang, Bukan Keputusan Kemhan!
Di Indonesia, izin penggunaan kapal dan senjata oleh institusi negara selalu didasarkan pada Undang-Undang yang sah, bukan hanya keputusan politik atau administratif. Berikut adalah contoh institusi yang memiliki kewenangan menggunakan kapal dan senjata berdasarkan aturan yang jelas:
✔ 1. TNI AL (Tentara Nasional Indonesia - Angkatan Laut)
- Dasar hukum: UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI
- Kewenangan:
- Melakukan operasi militer di laut.
- Menggunakan kapal perang (KRI) dan senjata lengkap.
- Menjaga kedaulatan negara di perairan Indonesia dan ZEE.
✔ 2. Polairud (Polisi Air dan Udara - Polri)
- Dasar hukum: UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
- Kewenangan:
- Melakukan penegakan hukum di laut.
- Menggunakan kapal patroli dan senjata api untuk operasi keamanan.
✔ 3. Bea Cukai (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai - Kemenkeu)
- Dasar hukum: Pasal 75 UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
- Kewenangan:
- Menggunakan kapal patroli untuk pengawasan perairan.
- Dapat dilengkapi dengan senjata api sesuai ketentuan peraturan pemerintah.
✔ 4. KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai - Kementerian Perhubungan)
- Dasar hukum: Pasal 279 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
- Kewenangan:
- Menggunakan kapal negara untuk pengawasan keselamatan pelayaran.
✔ 5. Pengawas Perikanan (Kementerian Kelautan dan Perikanan - KKP)
- Dasar hukum: Pasal 66C UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
- Kewenangan:
- Dapat dilengkapi dengan kapal pengawas perikanan dan senjata api.
➡ Semua institusi di atas memiliki dasar hukum yang jelas untuk menggunakan senjata dan kapal dalam operasinya. Bakamla tidak memiliki ketentuan serupa dalam UU 32/2014 tentang Kelautan.
6. Internasional Akan Tertipu, Indonesia Akan Malu!
- Negara-negara lain dapat salah memahami bahwa Bakamla adalah Coast Guard yang sah, padahal tidak memiliki kewenangan hukum yang jelas.
- Ini bisa berdampak buruk bagi kerja sama internasional dan kredibilitas Indonesia di dunia maritim global.
- Jika terus dibiarkan, ini bisa menjadi skandal besar yang akan memalukan Indonesia di mata dunia.
·
7. Pelanggaran Hukum oleh Bakamla : Sejak 2014 Bakamla Tidak Beralih Status Menjadi ASN Sesuai UU 34/2004 tentang TNI
Sejak pembentukannya berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Badan Keamanan Laut (Bakamla) seharusnya tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku bagi institusi sipil. Namun, hingga kini Bakamla tetap tidak beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana seharusnya diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
1. Bakamla Berada di Institusi Sipil, Harus Berstatus ASN
· Bakamla dibentuk di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang merupakan institusi sipil. Berdasarkan aturan hukum yang berlaku, setiap personel dalam institusi sipil wajib berstatus ASN, bukan personel dengan status militer atau status yang tidak jelas seperti yang terjadi pada Bakamla saat ini.
· ➡ Sebagai bagian dari lembaga sipil, Bakamla tidak bisa memiliki personel dengan status yang tidak sesuai dengan ketentuan ASN.
· 🚨 Namun, hingga kini, Bakamla masih mempertahankan struktur yang tidak jelas, di mana banyak personelnya bukan ASN, tetapi juga bukan bagian dari institusi militer resmi.
2. Pelanggaran Terhadap UU 34/2004 tentang TNI
· Bakamla awalnya berisi banyak personel yang berasal dari TNI. Namun, berdasarkan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, seluruh prajurit TNI yang bertugas di lembaga sipil harus kembali ke TNI atau beralih status menjadi ASN.
· ➡ Pasal 47 Ayat (1) UU 34/2004 tentang TNI menyatakan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
➡ Pasal 47 Ayat (2) menyebutkan bahwa prajurit aktif TNI boleh menduduki jabatan pada 10 lembaga, dimana Kementrian kelautan dan Perikanan tidak termasuk didalamnya.
Dengan tetap mempertahankan personel TNI tanpa beralih status ke ASN atau kembali ke TNI, Bakamla secara terang-terangan telah melanggar UU 34/2004!
3. Mengapa Ini Masalah Besar?
· Bakamla selama hampir 10 tahun (sejak 2014 hingga sekarang) tetap tidak berubah menjadi institusi yang sepenuhnya sipil, padahal berada di bawah kementerian yang sipil.
· ➡ Bakamla tetap mempertahankan sistem yang tidak sah, dengan personel yang tidak sepenuhnya ASN dan juga bukan bagian dari TNI secara resmi.
➡ Bakamla telah melanggar aturan hukum yang jelas mengatur bahwa institusi sipil harus berisi pegawai ASN.
➡ Bakamla menciptakan kebingungan hukum dengan bertindak seperti institusi militer padahal tidak memiliki dasar hukum untuk itu.
· 🚨 Artinya, Bakamla selama ini telah beroperasi di luar hukum dan menciptakan status hukum yang tidak sah bagi personelnya!
8. Bakamla Melakukan Penipuan dengan Penggunaan Tulisan "Coast Guard" dan "KN" pada Kapalnya
Selain melakukan pelanggaran hukum dengan tidak beralih status menjadi ASN sesuai UU 34/2004, Bakamla juga melakukan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai penipuan dengan mencantumkan tulisan "Coast Guard" dan "KN" (Kapal Negara) pada kapal-kapalnya tanpa dasar hukum yang sah.
🚨 Dalam hukum Indonesia, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai penipuan berdasarkan ketentuan dalam KUHP dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 🚨
1. Penggunaan Tulisan "Coast Guard" dan "KN" Tidak Memiliki Dasar Hukum
UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang menjadi dasar pembentukan Bakamla, tidak pernah menyebutkan bahwa Bakamla adalah "Coast Guard" Indonesia.
- Tidak ada satu pun pasal dalam UU 32/2014 yang menetapkan Bakamla sebagai "Indonesian Coast Guard".
- Tidak ada satu pun peraturan yang memberikan hak kepada Bakamla untuk menggunakan tulisan "KN" pada kapal-kapalnya.
- Hanya instansi dengan kewenangan yang jelas, seperti TNI AL, KPLP, dan Bea Cukai, yang berhak menggunakan penamaan resmi pada kapal mereka.
➡ Dengan tetap menggunakan tulisan "Coast Guard" dan "KN" tanpa dasar hukum, Bakamla telah menyebarkan informasi yang menyesatkan kepada publik dan dunia internasional.
2. Penipuan Berdasarkan KUHP
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan Bakamla dapat dikategorikan sebagai penipuan dan penyebaran berita bohong yang dapat merugikan masyarakat dan pemerintah.
Pasal 378 KUHP – Penipuan
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
➡ Dengan mencantumkan tulisan "Coast Guard" dan "KN" tanpa dasar hukum, Bakamla telah menggunakan "martabat palsu" dan melakukan rangkaian kebohongan untuk mendapatkan legitimasi yang tidak sah.
3. Penipuan Berdasarkan UU ITE
Selain melanggar KUHP, tindakan Bakamla juga dapat dikategorikan sebagai penyebaran informasi palsu atau menyesatkan, yang diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal 28 Ayat (1) UU ITE – Penyebaran Berita Bohong
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
➡ Bakamla telah menyebarkan informasi yang menyesatkan kepada publik dan dunia internasional dengan menggunakan istilah "Coast Guard" tanpa dasar hukum.
➡ Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 45A UU ITE, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
4. Dampak Hukum dari Tindakan Bakamla
🚨 Akibat dari tindakan penipuan ini, Bakamla telah:
✔ Menyesatkan publik Indonesia dan dunia internasional tentang status hukumnya sebagai "Coast Guard".
✔ Mengelabui DPR dan pemerintah dalam alokasi anggaran untuk kapal dan senjata.
✔ Beroperasi di luar hukum dengan menggunakan simbol yang tidak sah di kapal-kapalnya.
9. Solusi: Batalkan Izin Senjata & Kapal Bakamla, Kembalikan Bakamla ke TNI AL! Hentikan kebohongan
Karena Bakamla tidak bisa menegakkan hukum, tidak bisa juga melakukan operasi militer, telah menyesatkan publik dengan klaim Coast Guard palsu, dan telah melakukan penyalahgunaan anggaran dalam pembelian kapal dan senjata, maka solusi terbaik adalah:
✔ Larang tulisan "Coast Guard" dari kapal Bakamla agar tidak menyesatkan dunia internasional.
✔ Larang Bakamla menggunakan kode KN tanpa dasar hukum yang jelas.
✔ Batalkan izin penggunaan senjata yang diberikan oleh Kemhan karena tidak memiliki dasar hukum dalam UU 32/2014.
✔ Menghapus semua tulisan "Coast Guard" dari kapal Bakamla agar tidak menyesatkan dunia inter
✔ Menghapus status "KN" dari kapal Bakamla karena tidak diatur dalam UU 32/2014.
✔ Menyelidiki dan menindak oknum yang bertanggung jawab atas pengadaan kapal Bakamla.
Pemerintah Harus Menertibkan Bakamla!
✔ Bakamla harus segera menyesuaikan status personelnya dengan ketentuan UU 5/2014 tentang ASN.
✔ Personel yang berasal dari TNI harus segera dikembalikan ke institusi asalnya sesuai dengan UU 34/2004 tentang TNI.
✔ Jika Bakamla ingin tetap beroperasi sebagai institusi sipil, maka seluruh personelnya harus berstatus ASN.
🚨 Tidak ada jalan lain: Bakamla harus segera dihentikan dari praktik ilegal ini dan dikembalikan ke jalur hukum yang benar! 🚨
✔ Mengembalikan Bakamla ke dalam struktur TNI AL agar memiliki fungsi yang jelas dan sesuai dengan hukum! Dan sekaligus merupakan tindakan nyata dalam pelaksanaan penghematan anggaran belanja negara.
10. Kesimpulan: Bongkar Kepalsuan, Selamatkan Kredibilitas Indonesia!
🚨 Bakamla telah menipu publik dan dunia internasional dengan klaim palsunya sebagai "Coast Guard". Akibatnya, Kemhan dan DPR ikut tertipu dan memberikan izin penggunaan senjata serta anggaran pembelian kapal secara ilegal. Jika tidak segera ditertibkan, ini akan menciptakan kebingungan hukum, tumpang tindih kewenangan, potensi korupsi, dan mempermalukan Indonesia di tingkat internasional.
🚨Kembalikan Bakamla ke dalam struktur TNI AL agar memiliki legalitas yang sah.
🚢 Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas! STOP PENYESATAN PUBLIK! SELAMATKAN NAMA BAIK INDONESIA!
*)KABAIS TNI 2011-2013