Ferry Irwandi, Tan Malaka, dan Strategi Revolusi Digital
Jakarta 07 September 2025
Oleh: Laksda TNI Purn Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
KABAIS TNI 2011-2025
Pendahuluan
Beberapa bulan terakhir, publik Indonesia diguncang oleh gelombang konten digital dari Ferry Irwandi yang viral di media sosial. Dalam orasi, podcast, dan videonya, ia menggaungkan istilah “pasukan revolusi”, memprovokasi publik dengan narasi “penjahatnya bukan kita, tapi mereka”, serta memunculkan ketidakpercayaan terhadap TNI dengan isu darurat militer.
Melalui Beasiswa Malaka dan glorifikasi sosok Tan Malaka, Ferry membangun strategi revolusi intelektual yang sistematis, menyasar mahasiswa dan generasi muda. Pola komunikasi ini menunjukkan indikasi mobilisasi publik melalui brainwashing digital dengan pendekatan edukasi, retorika, dan simbolisme.
1. Tan Malaka: Simbol Revolusi, Inspirasi Ferry
Ferry Irwandi sangat erat mengaitkan narasinya dengan Tan Malaka, tokoh revolusioner Indonesia:
- Ferry mendirikan Malaka Project, dinamai untuk menghormati Tan Malaka sebagai simbol perjuangan intelektual dan perlawanan.
- Dalam kontennya, Ferry menyebutkan bahwa sejarah Tan Malaka sengaja dihapus oleh negara, memposisikannya sebagai korban penindasan.
- Ia mempopulerkan konsep “revolusi intelektual” ala Tan Malaka: perubahan pola pikir masyarakat sebagai fondasi revolusi sosial.
- Dalam sebuah video, Ferry membahas pandangan Tan Malaka dengan judul “Tan Malaka, Revolusi, dan Sejarah yang Hilang”, menyandingkan pemikiran Tan dengan gagasannya sendiri.
Kesimpulan awal: Ferry menggunakan simbol Tan Malaka untuk membangun legitimasi revolusi berbasis pengetahuan, dengan pendekatan digital.
2. Beasiswa Malaka: Alat Brainwashing Generasi Muda
Pada 8 Agustus 2025, Ferry meluncurkan Beasiswa Revolusi Malaka dengan pendanaan lebih dari Rp420 juta yang terkumpul hanya dalam 24 jam dari penjualan kaos bertema revolusi.
Beasiswa ini menyasar mahasiswa kritis di seluruh Indonesia dengan syarat membuat esai dan video edukasi tentang kritik sosial dan politik.
Bahaya tersembunyi di sini:
- Target utama: mahasiswa, aktivis, dan generasi digital-native.
- Instrumen ideologisasi: mahasiswa diarahkan pada narasi tunggal tentang “kita vs mereka”.
- Simbol “Malaka” menegaskan kedekatan agenda beasiswa dengan konsep revolusi Tan Malaka.
- Brainwashing digital: melalui komunitas dan edukasi, mahasiswa dibentuk menjadi agen penyebar narasi revolusi di media sosial.
Dampaknya, opini publik dimobilisasi secara sistematis, tanpa publik sadar mereka sedang diarahkan.
3. Narasi “Darurat Militer” dan Strategi Melemahkan TNI
Ferry memanfaatkan narasi darurat militer untuk memengaruhi persepsi publik terhadap TNI:
- Dalam beberapa video, ia meninggalkan kesan bahwa TNI adalah ancaman bagi kebebasan sipil.
- Dalam tayangan televisi, Ferry menyoroti visual kerusuhan yang melibatkan TNI, namun mengabaikan video klarifikasi polisi yang menegaskan TNI bukan pelaku perusakan.
- Strategi ini membangun ketidakpercayaan publik terhadap TNI dan memaksa militer “diam” dalam menghadapi potensi kerusuhan.
Tujuan tersembunyi: ketika militer dilemahkan oleh tekanan opini publik, ruang gerak massa revolusi menjadi bebas.
4. Pernyataan Ferry tentang Filsafat: Mengarahkan Publik pada Rasionalisme Radikal
Ferry juga pernah memicu kontroversi dengan pernyataannya:
“Jurusan filsafat dihapus saja!”
Banyak pihak menolak pernyataan ini, tetapi analisisnya menunjukkan pola retorika:
- Ferry mengarahkan publik pada rasionalisme ekstrem ala Tan Malaka (Madilog).
- Ia menolak pendekatan metafisika, mempromosikan logika materialistik sebagai basis perlawanan intelektual.
- Dalam konteks “revolusi digital”, pernyataan ini menjadi alat provokasi publik agar memikirkan ulang struktur pendidikan dan otoritas negara.
Ini bukan sekadar debat akademis, tetapi bagian dari strategi ideologisasi untuk membentuk kesadaran kolektif.
5. Pola Revolusi Digital ala Ferry Irwandi
Jika ditarik garis besar, strategi revolusi Ferry Irwandi terlihat jelas:
Tahap | Strategi | Alat & Kanal | Dampak |
1. Penyemaian Ide | Menggunakan simbol Tan Malaka sebagai ikon perjuangan | Malaka Project, konten edukasi | Membentuk legitimasi ideologis |
2. Brainwashing | Beasiswa Malaka menarget mahasiswa kritis | Esai, video, komunitas beasiswa | Membentuk agen penyebar narasi |
3. Provokasi Publik | Menggaungkan pasukan revolusi dan narasi kita vs mereka | Instagram, TikTok, YouTube | Polarisasi masyarakat |
4. Melemahkan TNI | Mengangkat isu darurat militer dan framing TNI negatif | Orasi publik, televisi | Membuat militer ragu bertindak |
5. Mobilisasi Massa | Memanfaatkan kerusuhan sosial untuk menciptakan momentum | Demo, media sosial | Membuka jalan revolusi inkonstitusional |
6. Ancaman Nasional: Revolusi Digital yang Tak Disadari
Pola ini sangat mirip dengan colour revolutions di Ukraina, Georgia, dan Kyrgyzstan, di mana media digital dipakai untuk:
- Menggerus legitimasi militer dan pemerintah.
- Memprovokasi massa dengan isu ketidakadilan sosial.
- Menciptakan chaos terkendali untuk membuka ruang perubahan rezim.
Indonesia berpotensi menjadi sasaran jika pola ini tidak diantisipasi secara strategis.
Penutup
Ferry Irwandi membangun strategi revolusi digital dengan cara halus dan sistematis.
Melalui simbol Tan Malaka, Beasiswa Malaka, dan narasi provokatif, ia menanamkan ide perlawanan ke dalam kesadaran generasi muda.
Bahaya utamanya adalah brainwashing terstruktur yang membuat publik merasa bagian dari “pasukan revolusi” tanpa menyadari mereka sedang diarahkan pada destabilisasi nasional.
Indonesia tidak butuh revolusi yang menghancurkan.
Indonesia butuh reformasi konstitusional, bukan chaos digital.