16 Januari 2025

Dampak Geopolitik Dunia terhadap Ketahanan Ekonomi Nasional Indonesia, Terutama Ketahanan Ekonomi Kerakyatan

Dampak Geopolitik Dunia terhadap Ketahanan Ekonomi Nasional Indonesia, Terutama Ketahanan Ekonomi Kerakyatan

Disampaikan pada 

RAT Koperasi Konsumen Indonesia Makmur Bersama (KIMBERS)

pada tanggal 17 Januari 2025

Oleh : 

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB *)

 

Pendahuluan.

Perkembangan geopolitik global memiliki dampak signifikan terhadap ketahanan ekonomi nasional Indonesia. Dalam era globalisasi, dinamika politik dan ekonomi internasional berpengaruh langsung terhadap stabilitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ketahanan ekonomi kerakyatan sebagai bagian integral dari ketahanan ekonomi nasional menjadi rentan terhadap perubahan kebijakan dan ketegangan global. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dampak geopolitik dunia terhadap ketahanan ekonomi nasional Indonesia, dengan fokus pada ekonomi kerakyatan.


Pengaruh Geopolitik Dunia terhadap Ekonomi Nasional Indonesia

  1. Fluktuasi Harga Komoditas Global
    Ketegangan geopolitik, seperti konflik di Timur Tengah atau perang dagang antara negara besar, seringkali memengaruhi harga komoditas global. Indonesia sebagai eksportir komoditas utama seperti batu bara, minyak sawit, dan karet sangat terdampak oleh volatilitas harga global. Penurunan harga komoditas dapat mengurangi pendapatan negara dan memengaruhi kesejahteraan masyarakat di sektor terkait.
  2. Gangguan Rantai Pasok Global
    Konflik geopolitik dan kebijakan proteksionisme dapat mengganggu rantai pasok global. Pandemi COVID-19 dan perang di Ukraina menjadi contoh nyata bagaimana gangguan rantai pasok dapat memengaruhi produksi dan distribusi barang di Indonesia, terutama sektor UMKM yang bergantung pada bahan baku impor.
  3. Perubahan Kebijakan Perdagangan Internasional
    Kebijakan perdagangan negara-negara besar, seperti penerapan tarif impor dan sanksi ekonomi, dapat membatasi akses pasar bagi produk Indonesia. Hal ini berdampak pada sektor ekonomi kerakyatan yang mengandalkan ekspor, seperti pertanian dan perikanan.


Dampak Terhadap Ekonomi Kerakyatan

  1. Penurunan Daya Beli Masyarakat
    Kenaikan harga barang pokok akibat inflasi global memengaruhi daya beli masyarakat. Ekonomi kerakyatan yang berbasis konsumsi domestik menjadi terdampak karena berkurangnya pengeluaran masyarakat untuk produk lokal.
  2. Terhambatnya Pengembangan UMKM
    UMKM sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan menghadapi tantangan besar akibat ketidakpastian global. Akses terhadap bahan baku dan pembiayaan menjadi lebih sulit, sehingga menghambat pertumbuhan sektor ini.
  3. Pengaruh Terhadap Sektor Pertanian dan Perikanan
    Ketergantungan pada ekspor membuat sektor pertanian dan perikanan rentan terhadap kebijakan perdagangan internasional. Penurunan permintaan global dapat menyebabkan harga jual hasil pertanian dan perikanan turun, merugikan petani dan nelayan.


Strategi Memperkuat Ketahanan Ekonomi Kerakyatan

  1. Diversifikasi Ekonomi
    Pemerintah perlu mendorong diversifikasi sektor ekonomi untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas. Pengembangan industri hilir dan sektor pariwisata dapat menjadi alternatif.
  2. Penguatan UMKM
    Akses pembiayaan yang mudah dan murah, pelatihan manajemen bisnis, serta adopsi teknologi digital dapat memperkuat daya saing UMKM di pasar global.
  3. Peningkatan Ketahanan Pangan
    Peningkatan produksi dalam negeri di sektor pertanian dan perikanan dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
  4. Penguatan Kerjasama Internasional
    Indonesia perlu memperkuat diplomasi ekonomi untuk menjaga akses pasar dan mengurangi dampak kebijakan proteksionisme dari negara lain.


Kesimpulan

Dinamika geopolitik dunia memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap ketahanan ekonomi nasional Indonesia, terutama ekonomi kerakyatan. Untuk menghadapi tantangan tersebut, Indonesia perlu menerapkan strategi diversifikasi ekonomi, penguatan UMKM, peningkatan ketahanan pangan, dan memperkuat kerjasama internasional. Dengan demikian, ketahanan ekonomi kerakyatan dapat diperkuat untuk menghadapi ketidakpastian global dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

*)Kabais TNI (2011-2013)

 

13 Januari 2025

Pengawasan Pelayaran oleh Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dalam Mewujudkan Keamanan Maritim

Pengawasan Pelayaran oleh Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dalam Mewujudkan Keamanan Maritim

Jakarta 13 Jauari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, 


Pendahuluan.

Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) merupakan lembaga yang berperan penting dalam pengawasan pelayaran di Indonesia. Tugas KPLP diatur dalam Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya dalam Pasal 276 hingga Pasal 281. KPLP memiliki wewenang untuk mengawasi seluruh aktivitas pelayaran, memastikan keselamatan, dan menegakkan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi di wilayah perairan Indonesia.

Peran dan Tugas KPLP dalam Pengawasan Pelayaran

KPLP bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap semua kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia. Pengawasan ini meliputi:

  1. Keselamatan Pelayaran: Memastikan kapal memenuhi standar keselamatan pelayaran, termasuk kelengkapan dokumen, alat keselamatan, dan prosedur operasi.
  2. Keamanan Maritim: Mengawasi dan mencegah aktivitas yang mengancam keamanan maritim, seperti pelanggaran hukum, penyelundupan, dan aktivitas ilegal lainnya.
  3. Penggunaan Kapal Sesuai Izin: Mengawasi agar kapal digunakan sesuai dengan izin operasional yang berlaku. Penggunaan kapal di luar izin yang diberikan dapat dikenakan tindakan tegas oleh KPLP.
  4. Penegakan Hukum: Menindak kapal yang melakukan pelanggaran hukum berdasarkan peraturan yang berlaku. KPLP bertugas menyaring Undang-Undang mana yang dilanggar dan melaksanakan penegakan hukum sesuai dengan kategori pelanggaran.
  5. Pengawasan Pergerakan Kapal: KPLP mengawasi setiap gerak-gerik kapal yang berlayar. Jika ditemukan aktivitas mencurigakan, KPLP berwenang untuk melakukan pemeriksaan, penangkapan, dan menyerahkan pelanggaran di luar pelayaran kepada instansi berwenang.
  6. Pengawasan di Pelabuhan dan Terminal Khusus: KPLP juga berwenang mengawasi dan menegakkan hukum di pelabuhan dan terminal khusus guna memastikan semua aktivitas berjalan sesuai peraturan. Pengawasan ini meliputi kegiatan bongkar muat, keberangkatan dan kedatangan kapal, serta fasilitas keselamatan pelabuhan.


Dasar Hukum Pengawasan oleh KPLP

KPLP menjalankan tugasnya berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya:

  • Pasal 276: Untuk menjamin terselenggaranya Pelayaran, Menteri melaksanakan tugas pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang Pelayaran.
  • Pasal 277: Menteri menyelenggarakan fungsi pengawasan atas keselamatan, keamanan pelayaran, angkutan di perairan, kepelabuhanan, pencegahan pencemaran lingkungan, pengawasan kegiatan salvage dan eksplorasi laut, mendukung SAR, serta penegakan hukum di laut.
  • Pasal 278: Pelaksanaan tugas penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran dilaksanakan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
  • Pasal 281: Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan diatur dengan Peraturan Menteri.


Contoh Penanganan di Pelabuhan dan Terminal Khusus

Contohnya, KPLP menemukan adanya aktivitas bongkar muat barang berbahaya di terminal khusus tanpa izin yang sah. KPLP segera menghentikan aktivitas tersebut dan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen serta kelayakan fasilitas yang digunakan. Jika ditemukan pelanggaran di luar kewenangan KPLP, kasus tersebut diserahkan kepada aparat penegak hukum terkait, seperti Kepolisian atau Bea Cukai.


Penutup

KPLP memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran di perairan Indonesia. Dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 276-281 UU No. 66 Tahun 2024, KPLP dapat melakukan pengawasan, menyaring pelanggaran hukum, dan menegakkan hukum terhadap setiap pelanggaran yang berpotensi mengganggu keamanan maritim. Sinergi antara KPLP dan lembaga penegak hukum lainnya menjadi kunci dalam menciptakan pelayaran yang aman dan bebas dari tindak kejahatan.

Daftar Pustaka:

  • Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

 

11 Januari 2025

Keamanan Maritim Berdasarkan Aturan Perundang-undangan di Indonesia dan Kedudukan Menteri Terkait

Keamanan Maritim Berdasarkan Aturan Perundang-undangan di Indonesia dan Kedudukan Menteri Terkait


Jakarta 11 Januari 2023

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)


Abstrak

Keamanan maritim menjadi aspek penting dalam menjaga kedaulatan negara, melindungi sumber daya kelautan, dan mendukung aktivitas ekonomi di wilayah perairan. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan keamanan maritim. Berbagai peraturan perundang-undangan telah mengatur pembagian tugas dan kewenangan lembaga yang berperan dalam menjaga keamanan maritim. Makalah ini membahas kerangka hukum dan kedudukan menteri terkait dalam sistem keamanan maritim di Indonesia serta menyoroti ketidaksesuaian peran Badan Keamanan Laut (Bakamla).


Pendahuluan

Wilayah laut Indonesia yang luas memerlukan sistem pengawasan dan pengelolaan yang optimal. Keamanan maritim di Indonesia mencakup keselamatan pelayaran, perlindungan sumber daya kelautan, penegakan hukum di laut, dan pertahanan negara. Tugas-tugas ini telah dibagi habis kepada berbagai kementerian dan lembaga yang memiliki kewenangan jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Dasar Hukum Pembagian Tugas Menteri dalam Keamanan Maritim.


UUD 1945.

Pasal 4 ayat (1): "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."

Pasal 17:

  • Ayat (1): "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara."
  • Ayat (2): "Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden."
  • Ayat (3): "Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan."


Pembagian Tugas Menteri dan Lembaga di Bidang Keamanan Maritim

  1. Kementerian Pertahanan (Kemenhan): Bertanggung jawab atas pertahanan negara di laut melalui TNI Angkatan Laut (TNI AL). (UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI)
  2. Kementerian Perhubungan (Kemenhub): Mengawasi dan menegakan hukum keselamatan pelayaran melalui Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP). (UU No. 66 Tahun 2023 tentang Pelayaran)
  3. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP): Mengawasi sumber daya kelautan melalui Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). (UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan)
  4. Polri: Menangani penegakan hukum di laut melalui Polairud. (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri)
  5. Kementerian Keuangan (Kemenkeu): Mengawasi peredaran barang di laut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan)


Tinjauan Kritis Terhadap Keberadaan Bakamla.

Bakamla dibentuk melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan diatur lebih lanjut dalam Perpres No. 178 Tahun 2014. Bakamla berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, tugas Bakamla tumpang tindih dengan PSDKP yang secara spesifik bertanggung jawab mengawasi sumber daya kelautan. Kondisi ini menyebabkan:

  • Tumpang Tindih Kewenangan: Bakamla tidak memiliki kewenangan penyidikan dan bertabrakan dengan lembaga lain seperti KPLPPolairudPSDKP, Bea Cukai dan TNI AL.
  • Inefisiensi Anggaran: Duplikasi tugas mengakibatkan pemborosan anggaran.
  • Bertentangan dengan Fungsi Kementerian: Tugas Bakamla tidak sejalan dengan kebijakan KKP.


UU Keamanan Laut Tidak Efektif.

Pembuatan UU Keamanan Laut untuk menyelamatkan Bakamla adalah tindakan sia-sia. Semua aspek keamanan maritim telah dibagi habis kepada lembaga yang relevan. Pembuatan UU baru hanya akan memperparah tumpang tindih kewenangan dan berpotensi bertentangan dengan UUD 1945. Tidak ada kementerian yang tepat untuk menaungi Bakamla, karena setiap kementerian telah memiliki lembaga pelaksana yang sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Rekomendasi

  1. Penghapusan Bakamla: Bakamla perlu dihapus karena fungsinya tumpang tindih dengan lembaga lain.
  2. Penguatan Lembaga yang Ada: Memperkuat TNI ALKPLPPSDKP, dan Polairud agar lebih efektif.
  3. Efisiensi Anggaran: Penghapusan Bakamla akan menghemat anggaran negara.


Kesimpulan

Seluruh aspek keamanan maritim Indonesia telah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan dan dijalankan oleh lembaga yang berwenang. Bakamla yang tidak memiliki kewenangan penyidikan dan tumpang tindih dengan lembaga lain menjadi tidak relevan. Oleh karena itu, Bakamla harus dihapuskan dan optimalisasi lembaga yang sudah ada lebih efektif untuk menjaga keamanan maritim.

*)Kabais TNI (2011-2013)


Daftar Pustaka

  • UUD 1945
  • UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
  • UU No. 66 Tahun 2023 tentang Pelayaran
  • UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
  • UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri
  • UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
  • UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

  


Coast Guard: Hanya Sebuah Nama, Esensinya adalah Penegak Hukum Berdasarkan Undang-Undang

Coast Guard: Hanya Sebuah Nama, Esensinya adalah Penegak Hukum Berdasarkan Undang-Undang

Jakarta 11 Januari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB.*)


Istilah Coast Guard pada dasarnya hanyalah sebuah nama yang digunakan di berbagai negara untuk menyebut lembaga penegak hukum di wilayah perairan. Namun, esensi dari lembaga tersebut adalah sebagai penegak hukum yang tugas dan kewenangannya diatur secara tegas melalui peraturan perundang-undangan. Fungsi utama Coast Guard mencakup pengawasan, penegakan hukum di laut, perlindungan lingkungan maritim, serta pengamanan jalur pelayaran dan kepentingan ekonomi negara.

Di Indonesia, fungsi dan tugas seperti yang diemban oleh Coast Guard di negara lain sudah secara jelas diatur dan dijalankan oleh beberapa institusi, terutama setelah penguatan Pengawas Pelayaran melalui Undang-Undang No. 66Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.


Pengawas Pelayaran Sudah Memenuhi Fungsi Coast Guard.

Berdasarkan Pasal 276–281 UU No. 66 Tahun 2023Pengawas Pelayaran telah diberikan kewenangan penuh untuk:

  1. Menjaga Keselamatan dan Keamanan Pelayaran melalui pengawasan, audit, dan inspeksi kapal.
  2. Penegakan Hukum di Laut dengan status sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang pelayaran.
  3. Pengawasan Lingkungan Laut untuk mencegah pencemaran dan menjaga kelestarian ekosistem laut.
  4. Pengawasan Pelabuhan dan Sarana Pelayaran guna menjamin standar keselamatan dan keamanan.


Dengan kewenangan yang komprehensif ini, Pengawas Pelayaran secara fungsional sudah menjalankan peran yang serupa dengan Coast Guard di negara lain. Indonesia tidak membutuhkan lembaga baru, apapun namanya, karena hal tersebut hanya akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan berisiko merugikan efisiensi sektor pelayaran dan perekonomian nasional.


Pembentukan Lembaga Baru Berpotensi Menimbulkan Tumpang Tindih Kewenangan.

Penambahan lembaga baru di bidang keamanan laut, meskipun hanya perubahan nama menjadi Coast Guard, berisiko menciptakan tumpang tindih kewenangan dan konflik koordinasi. Dampak negatif yang mungkin timbul antara lain:

  1. Inefisiensi Birokrasi
    Banyaknya lembaga dengan tugas serupa akan memperlambat pengambilan keputusan di lapangan dan menghambat respon cepat terhadap situasi darurat.
  2. Konflik Kewenangan
    Tumpang tindih antara Pengawas PelayaranBakamlaTNI AL, dan Polairud akan memperbesar potensi konflik dalam penegakan hukum di laut.
  3. Meningkatkan Beban Anggaran
    Pembentukan lembaga baru memerlukan biaya besar, mulai dari infrastruktur, personel, hingga operasional. Ini merupakan pemborosan anggaran negara yang tidak diperlukan.
  4. Gangguan terhadap Dunia Usaha dan Perekonomian
    Tidak jelasnya kewenangan antar lembaga berpotensi membuat pelaku usaha di sektor pelayaran kebingungan dan terhambat dalam proses bisnis, yang pada akhirnya berdampak pada perekonomian nasional.


Bakamla Kehilangan Fungsi Akibat tumpang tindih Kewenangan.

Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dibentuk melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan awalnya dimaksudkan sebagai lembaga yang mengintegrasikan pengamanan laut Indonesia. Namun, dalam praktiknya, Bakamla belum memiliki kewenangan penuh dalam penegakan hukum karena:

  1. Tidak Memiliki Kewenangan Penyidikan
    Bakamla tidak diakui sebagai PPNS sehingga tidak memiliki kewenangan melakukan penyidikan. Penegakan hukum di laut masih dipegang oleh TNI AL, Polairud, PSDKP dan Pengawas Pelayaran.
  2. Sulit dalam Koordinasi Lintas Lembaga
    Bakamla mengalami kesulitan berkoordinasi dengan TNI AL, Polairud, dan Ditjen Perhubungan Laut, karena posisinya bukan sebagai penyidik. 
  3. Overlapping dengan Lembaga Lain
    Fungsi Bakamla bertabrakan dengan tugas KPLPTNI AL, dan Polairud, sehingga kewenangannya menjadi tidak jelas dan tidak efektif.


Kondisi ini menjadi bukti bahwa membentuk lembaga baru tanpa kejelasan kewenangan hanya akan memperlemah efektivitas pengawasan dan penegakan hukum di laut.


Penguatan Pengawas Pelayaran, Bukan Membentuk Lembaga Baru

Solusi terbaik untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di laut adalah dengan:

  1. Memperkuat Kewenangan Pengawas Pelayaran sebagai lembaga utama dalam pengawasan pelayaran dan penegakan hukum di bidang pelayaran.
  2. Mengoptimalkan Koordinasi Antarlembaga seperti TNI ALPolairud, Bea Cukai dan PSDKP  agar berjalan selaras dan saling melengkapi, bukan saling tumpang tindih.
  3. Efisiensi Anggaran dengan memaksimalkan lembaga yang sudah ada tanpa membentuk lembaga baru.
  4. Penegasan Regulasi untuk memastikan pembagian tugas yang jelas di antara instansi terkait.


Kesimpulan.

Istilah Coast Guard hanyalah sebuah nama. Esensinya adalah lembaga penegak hukum di laut yang bekerja berdasarkan undang-undang. Dengan disahkannya UU No. 66 Tahun 2023, Indonesia telah memiliki Pengawas Pelayaran yang berfungsi dan berwenang seperti Coast Guard. Pembentukan lembaga baru hanya akan menambah tumpang tindih kewenangan, memperburuk koordinasi, dan berpotensi menghambat kelancaran pelayaran serta perekonomian nasional.

Penguatan Pengawas Pelayaran sebagai lembaga utama sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pengawasan dan penegakan hukum di laut. Indonesia tidak memerlukan lembaga baru dengan nama apapun, termasuk Coast Guard.

*)Kabais TNI (2011-2013)

 

Peran PSDKP dalam Pengelolaan Ruang Laut dan Posisi Bakamla dalam Keamanan Laut

Peran PSDKP dalam Pengelolaan Ruang Laut dan Posisi Bakamla dalam Keamanan Laut

Jakarta 11 Januari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)


Pendahuluan.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki wilayah laut yang sangat luas dan strategis. Dalam mengelola wilayah laut yang kaya akan sumber daya alam, diperlukan pengawasan dan pengelolaan yang terstruktur serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berperan penting dalam mengawal pengelolaan ruang laut, sementara Badan Keamanan Laut (Bakamla) memiliki tugas dalam aspek keamanan laut. Namun, dalam praktiknya, peran Bakamla sering kali tumpang tindih dengan lembaga lain, termasuk PSDKP, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan relevansi keberadaannya.


Peran PSDKP dalam Pengelolaan Ruang Laut.

Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) merupakan unit di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang bertugas mengawasi pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Dasar hukum PSDKP tertuang dalam:

  • UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009)
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26/PERMEN-KP/2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja PSDKP


Tugas dan Fungsi PSDKP:

  1. Pengawasan dan Penegakan Hukum: Melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, terutama pencegahan praktik illegal fishing dan eksploitasi sumber daya laut.
  2. Pengelolaan Ruang Laut: Menjaga kelestarian ekosistem laut dengan memastikan pengelolaan ruang laut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
  3. Penyidikan: Memiliki kewenangan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk menindak pelanggaran di sektor kelautan dan perikanan.


Peran PSDKP sangat strategis dalam mendukung kebijakan KKP untuk menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.


Peran Bakamla dalam Keamanan Laut.

Badan Keamanan Laut (Bakamla) dibentuk berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan diatur lebih lanjut dalam Perpres No. 178 Tahun 2014. Bakamla bertugas mengoordinasikan keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia.

Tugas dan Fungsi Bakamla:

  1. Patroli Keamanan Laut: Melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia.
  2. Koordinasi Pengamanan: Berkoordinasi dengan instansi terkait dalam pengamanan wilayah laut.
  3. Pengawasan Umum: Melaksanakan pengawasan aktivitas di laut, meskipun tidak memiliki kewenangan penyidikan.


Namun, tugas Bakamla dalam konteks keamanan laut tidak memiliki dasar kewenangan penyidikan dan tumpang tindih dengan lembaga lain, seperti:

  • Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) di bawah Kementerian Perhubungan dalam pengawasan dan penegakan hukum keselamatan pelayaran.
  • Polairud (Polri) dalam penegakan hukum pidana di laut.
  • TNI Angkatan Laut (TNI AL) dalam menjaga pertahanan dan kedaulatan laut.
  • PSDKP (KKP) dalam pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.


Analisis Tumpang Tindih Tugas Bakamla dengan PSDKP


1. Kewenangan yang Berbeda

  • PSDKP memiliki kewenangan penuh sebagai PPNS untuk menindak pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan.
  • Bakamla tidak memiliki kewenangan penyidikan dan hanya bertugas dalam pengawasan umum, yang seharusnya dijalankan oleh lembaga lain.


2. Tumpang Tindih Operasional

  • Tugas patroli dan pengawasan Bakamla tumpang tindih dengan KPLPPolairud, dan PSDKP.
  • Pengawasan sumber daya kelautan seharusnya menjadi ranah PSDKP, bukan Bakamla.


3. Inefisiensi dan Pemborosan Anggaran

  • Duplikasi tugas menyebabkan pemborosan anggaran negara.
  • Operasional Bakamla tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam penegakan hukum di laut.


Rekomendasi

  1. Penghapusan Bakamla: Bakamla perlu dihapus karena tugas dan fungsinya tidak relevan dan tumpang tindih dengan lembaga lain yang telah memiliki dasar hukum yang kuat.
  2. Penguatan PSDKP: PSDKP perlu diperkuat baik dari sisi anggaran, sumber daya manusia, dan fasilitas agar dapat optimal dalam mengawasi dan melindungi sumber daya kelautan.
  3. Koordinasi Antar Lembaga: Memperkuat koordinasi antara PSDKPTNI ALPolairud, dan KPLP dalam pengawasan dan penegakan hukum di laut.


Kesimpulan.

Peran PSDKP dalam pengelolaan ruang laut sangat strategis dan relevan sesuai dengan tugas dan kewenangan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sementara itu, keberadaan Bakamla menimbulkan tumpang tindih tugas dengan lembaga lain yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tugas Bakamla yang tidak sesuai dengan tugas pokok Menteri Kelautan dan Perikanan membuat keberadaannya tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, Bakamla sebaiknya dihapus dan penguatan pada lembaga yang relevan seperti PSDKP menjadi prioritas utama untuk mewujudkan pengawasan dan pengelolaan laut yang optimal.

*)Kabais TNI (2011-2013)


Daftar Pustaka

  • UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
  • UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004
  • UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
  • Perpres No. 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26/PERMEN-KP/2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja PSDKP
  • UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
  • UU No. 6 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 17 Tahun 2008
  • UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

 

Pembagian Tugas Menteri Berdasarkan UUD 1945 dan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kelautan

Pembagian Tugas Menteri Berdasarkan UUD 1945 dan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kelautan

Jakarta 11 Januari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)


Pendahuluan.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya kelautan yang besar dan wilayah laut yang luas. Pengelolaan dan pengawasan wilayah laut harus dilakukan secara optimal melalui pembagian tugas yang jelas kepada masing-masing kementerian. Namun, keberadaan Bakamla dan PSDKP di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menimbulkan permasalahan tumpang tindih tugas. Oleh karena itu, perlu kajian mendalam mengenai pembagian tugas menteri dalam pengelolaan dan pengamanan wilayah laut Indonesia.


Dasar Hukum Pembagian Tugas Menteri.


1. UUD 1945

Pasal 4 ayat (1): "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."

Pasal 17:

  • Ayat (1): "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara."
  • Ayat (2): "Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden."
  • Ayat (3): "Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan."


2. Pembagian Tugas Kementerian di Bidang Kelautan.

  1. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP): Mengawasi dan mengelola sumber daya kelautan melalui PSDKP. (UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan)
  2. Kementerian Perhubungan (Kemenhub): Mengawasi dan menegakan hukum keselamatan dan keamanan pelayaran melalui Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP). (UU No. 66 Tahun 2023 tentang Pelayaran)
  3. Kementerian Pertahanan (Kemenhan): Bertanggung jawab atas pertahanan negara di laut melalui TNI Angkatan Laut (TNI AL). (UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI)
  4. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri): Menangani penegakan hukum pidana di laut melalui Polairud. (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian)
  5. Kementerian Keuangan (Kemenkeu): Mengawasi peredaran barang dan pencegahan penyelundupan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan)
  6. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham): Pengawasan lalu lintas orang di perairan melalui Ditjen Imigrasi. (UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian)
  7. Kementerian Kesehatan (Kemenkes): Pengawasan karantina kesehatan di pelabuhan melalui Karantina Kesehatan. (UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan)


Tumpang Tindih Tugas Bakamla dan PSDKP.

Bakamla yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan seharusnya memiliki tugas yang sejalan dengan kebijakan dan program KKP. Namun, kenyataannya, tugas Bakamla tumpang tindih dengan PSDKP yang secara spesifik menangani pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Hal ini menyebabkan:

  • Inefisiensi Anggaran: Pengalokasian dana untuk dua lembaga dengan fungsi serupa.
  • Konflik Kewenangan: Overlap dalam pelaksanaan tugas pengawasan di laut.
  • Lemahnya Penegakan Hukum: Bakamla tidak memiliki kewenangan penyidikan seperti PSDKP.

Selain itu, penempatan Bakamla di bawah kementerian lain juga tidak memungkinkan karena setiap kementerian telah memiliki instansi pelaksana masing-masing:

  • KPLP (Kemenhub)
  • Polairud (Polri)
  • Bea Cukai (Kemenkeu)
  • TNI AL (Kemenhan)


Rekomendasi.

  1. Penghapusan Bakamla: Bakamla sebaiknya dihapus karena keberadaannya tidak relevan dan tumpang tindih dengan lembaga lain.
  2. Penguatan PSDKP: PSDKP perlu diperkuat untuk mengoptimalkan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.
  3. Penguatan Koordinasi Antar Lembaga: Memperkuat koordinasi antara KKP, TNI AL, Polairud, dan KPLP.


Kesimpulan.

Pembagian tugas pengawasan dan pengelolaan sumber daya kelautan telah diatur secara jelas melalui UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan. Tugas Bakamla yang tumpang tindih dengan PSDKP menunjukkan bahwa keberadaannya tidak relevan dan tidak efisien. Oleh karena itu, Bakamla sebaiknya dihapuskan dan penguatan terhadap PSDKP perlu dilakukan untuk menciptakan pengawasan laut yang lebih efektif dan efisien.

*)Kabais TNI (2011-2013)


Daftar Pustaka

  • UUD 1945
  • UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
  • UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004
  • UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
  • UU No. 66 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 17 Tahun 2008
  • UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
  • UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
  • UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan