Berikut ini komentar saya tentang pernyataan Mayjen (Purn) Kivlan Zen yang dimuat oleh Jaringnews.com. Selamat membaca dan semoga berguna.
JAKARTA, Jaringnews.com – Mayor Jenderal (Purn) TNI,
Kivlan Zen, yang juga orang dekat calon presiden dari Partai Gerindra,
Letjen (Purn) TNI Prabowo Subianto, berpotensi menjadi tertuduh
pembunuhan dan pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) apabila ia tidak
bersedia mengungkap informasi yang diakuinya dimilikinya tentang
penculikan 13 aktivis pada tahun 1997-98.
Konvensi Internasional tentang Perlindungan Semua Orang dari
Penghilangan Paksa pasal enam, antara lain mengatakan bahwa setiap
negara mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
menghukum orang-orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM,
termasuk diantaranya, atasan yang “ mengetahui, atau secara sadar
mengabaikan informasi yang jelas mengindikasikan bahwa anak buah
yang berada dalam kekuasaannya dan pengawasannya melakukan atau akan
melakukan kejahatan penghilangan paksa.”
Hal itu dijelaskan oleh Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS),
Laksda (Purn) TNI Soleman B. Ponto, menjawab pertanyaan Jaringnews
perihal implikasi hukum dari pengakuan Kivlan Zen tentang adanya operasi
intelijen yang menculik, menghilangkan dan bahkan membunuh 13 aktivis
pada saat-saat menjelang jatuhnya rezim Orde Baru.
“Pernyataan Pak Kivlan memiliki nilai hukum. Karena itu sebagai
seorang yang mengetahui adanya pembunuhan, ia wajib menyampaikannya
kepada yang berwajib. Kalau hal ini tidak dilakukannya, maka ia akan
tertuduh sebagai orang yang turut serta dalam pembunuhan itu. Secara
detil dapat dilihat pada pasal 6 Konvensi Internasional untuk
Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa,” kata Soleman Ponto di
Jakarta (2/5).
Pengakuan yang tergolong mengejutkan itu diungkapkan oleh Kivlan Zen dalam sebuah acara debat di TV One, disaksikan jutaan pemirsa. Kivlan Zen dalam acara yang rekaman videonya telah beredar di youtube,
antara lain mengatakan, bahwa selain penculikan yang dilakukan oleh Tim
Mawar dari Kopassus yang saat itu dipimpin oleh Prabowo, ada lagi
operasi penculikan lain yang dilakukan oleh pesaing Prabowo.
“Ada lagi operasi sampingan intelijen lawan Prabowo. Tempatnya saya
tahu dimana ditembak. Saya tahu. Kalau nanti disusun suatu panitia saya
akan berbicara, kemana dibuangnya. Dengan demikian yang 13 orang ini
(yang diculik) diperkirakan operasi lawan Prabowo,” kata Kivlan Zen
dalam acaara televisi tersebut.
Menurut Ponto, Kivlan Zen tidak boleh lagi menyimpan informasi itu
hanya untuk dirinya sendiri. Ia harus membukanya kepada pihak yang
berwajib sebab dengan demikianlah dapat diketahui siapa sebenarnya
yang melakukan penculikan terhadap 13 orang yang masih hilang, serta
dimana mereka dikuburkan.
Ponto juga menyarankan agar Komnas HAM segera bergerak untuk meminta
keterangan dari Kivlan. "Pak Kivlan dapat dimintai keterangan oleh
Komnas HAM. Dari informasi ini akan dapat diketahui siapa sebenarnya
yang melakukan penculikan terhadap 13 orang yang masih hilang itu,serta
dimana mereka dikuburkan," kata dia.
Ponto menambahkan, banyak hal dari pernyataan Kivlan yang membawa
implikasi baru. “Pernyataan beliau tentang adanya operasi sampingan
intelijen lawan Prabowo, ini harus dicermati dengan teliti lagi,” tutur
dia. Dari pernyataan ini, lanjut dia, tersirat adanya operasi yang
dilakukan oleh Prabowo, yang kemudian beberapa tangkapannya dilepaskan
antara lain Desmon dan Pius.
Padahal, tutur Ponto, dalam persidangan Tim Mawar, mereka mengaku bahwa
kegiatan itu merupakan inisiatif sendiri dan Prabowo sama sekali tidak
mengetahui dan tidak ada perintah atasan. “Dengan adanya pernyataan Pak
Kivlan, maka situasinya jadi berbeda. Ada rencana operasi, berarti ada
perintah atasan. Hanya belum jelas dari mana perintah operasi itu
dikeluarkan atau siapa yang menandatangani perintah operasi itu,” tutur
Ponto.
(Sumber: Jaringnews.com 3 Mei 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar