Ringkasan
Gagalnya suatu operasi intelijen dapat berbuntut sangat panjang bagi para pelakunya, baik itu agen handler maupun agennya sendiri. Oleh karenanya, kasus yang menimpa Prabowo Subianto hendaknya menjadi pelajaran bagi setiap pelaku operasi intelijen. Doktrin operasi intelijen mutlak untuk dilaksanakan tanpa pengecualian. Bila terjadi kegagalan operasi intelijen, tuduhan sebagai pelanggar HAM berat sudah menunggu, dan pintu pengadilan HAM terbuka lebar, karena tidak ada alasan pembenaran bagi para pelakunya.
Gagalnya suatu operasi intelijen dapat berbuntut sangat panjang bagi para pelakunya, baik itu agen handler maupun agennya sendiri. Oleh karenanya, kasus yang menimpa Prabowo Subianto hendaknya menjadi pelajaran bagi setiap pelaku operasi intelijen. Doktrin operasi intelijen mutlak untuk dilaksanakan tanpa pengecualian. Bila terjadi kegagalan operasi intelijen, tuduhan sebagai pelanggar HAM berat sudah menunggu, dan pintu pengadilan HAM terbuka lebar, karena tidak ada alasan pembenaran bagi para pelakunya.
JAKARTA, 22 Juni 2014. Tahun 1998, terdengar berita, Letjen TNI Prabowo Subianto diberhentikan dari dinas militer. Dikabarkan bahwa beliau diberhentikan karena diduga terlibat dalam penculikan aktifis, dimana beberapa orang dari yang diculik itu dikembalikan, dan masih ada lagi 13 orang aktifis yang belum diketahui rimbanya.
Sekarang,
tahun 2014, dikejutkan dengan beredarnya Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira
(DKP) yang merupakan dasar pemberhentian Letjen Prabowo Subianto dari dinas militer.
Salah satu pertimbangan yang digunakan untuk memberhentikan Prabowo Subianto dari
dinas militer adalah titik d yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :