Tanggapan Terkait Publikasi Bakamla melalui Program “Garda Samudra”
Jakarta 28 Agustus 2025
Oleh: Laksda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto, S.T., S.H., M.H., CPM, CParb
Pendahuluan
Publikasi Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) melalui program “Garda Samudra” yang tayang di kanal YouTube resminya menampilkan aktivitas Bakamla dalam melakukan patroli keamanan laut, pemeriksaan kapal, penyitaan muatan, dan penindakan terhadap dugaan pelanggaran hukum maritim.
Secara visual, tayangan tersebut benar menampilkan kegiatan operasional Bakamla. Namun, narasi yang dibangunmenimbulkan kesan bahwa Bakamla adalah penegak hukum tunggal di laut, padahal secara hukum kewenangan Bakamla terbatas pada patroli keamanan dan koordinasi antar-instansi, bukan penyidikan dan penegakan hukum pidana.
Sebagai ahli hukum laut, saya merasa perlu meluruskan batas kewenangan Bakamla agar masyarakat memperoleh pemahaman yang benar dan pemerintah dapat memperbaiki pola komunikasi publik.
Bakamla dan Batas Kewenangannya
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
- Pasal 60 → Bakamla bertugas melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di perairan Indonesia.
- Pasal 63 → Dalam penegakan hukum, Bakamla wajib berkoordinasi dengan:
- Polairud (Polri) untuk tindak pidana umum,
- KPLP untuk keselamatan pelayaran,
- PSDKP untuk kasus perikanan, dan
- TNI AL untuk perlindungan kedaulatan.
Artinya, Bakamla bukan penyidik dan tidak berwenang melakukan penindakan pidana secara sepihak.
Hak Kapal Asing di Laut Indonesia
1. Lintas Damai di Laut Teritorial
Berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan UNCLOS 1982:
- Kapal asing memiliki hak lintas damai (innocent passage) di laut teritorial Indonesia.
- Hak tersebut hanya hilang jika kapal melakukan tindakan non-damai seperti:
- Spionase,
- Illegal fishing,
- Penyelundupan,
- Ancaman keamanan.
Jika kapal asing hanya melintas damai, Bakamla tidak boleh menghentikan atau memeriksa kapal tersebut.
2. Kebebasan Navigasi di ZEE dan Laut Lepas
Berdasarkan Pasal 58 & 87 UNCLOS 1982:
- Di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan laut lepas, semua kapal asing memiliki hak kebebasan navigasi.
- Negara pantai hanya boleh melakukan intervensi jika terjadi pelanggaran nyata, misalnya illegal fishing atau pencemaran laut.
Artinya, tindakan Bakamla menghentikan kapal asing di ZEE tanpa dasar pelanggaran yang jelas berpotensi melanggar hukum internasional.
Pasal-Pasal yang Berpotensi Dilanggar
1. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
- Pasal 11 → Hak kapal asing untuk lintas damai.
- Melarang penghentian kapal asing tanpa pelanggaran nyata.
2. UNCLOS 1982
- Pasal 17 → Hak lintas damai di laut teritorial.
- Pasal 58 & 87 → Hak kebebasan navigasi di ZEE & laut lepas.
3. UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
- Pasal 60 → Kewenangan Bakamla sebatas patroli, bukan penyidikan.
4. KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981)
- Pasal 6 → Penyidik hanyalah Polri dan PPNS, bukan Bakamla.
Ancaman Hukumnya
Jika Bakamla melampaui kewenangan:
- Pasal 421 KUHP → Penyalahgunaan wewenang: pidana penjara 2 tahun 8 bulan.
- Pasal 333 KUHP → Penahanan orang tanpa dasar hukum: pidana penjara 8 tahun.
- Pasal 55 UU KIP → Penyampaian informasi menyesatkan:
pidana penjara 1 tahun atau denda Rp5 juta.
Dampak Diplomatik
Tindakan Bakamla yang menghentikan kapal asing tanpa bukti pelanggaran nyata berpotensi menimbulkan:
- Protes diplomatik dari negara bendera kapal.
- Sengketa internasional melalui ITLOS (International Tribunal for the Law of the Sea).
- Penurunan reputasi Indonesia sebagai negara kepulauan yang meratifikasi UNCLOS 1982.
Kesimpulan
Publikasi Bakamla melalui program “Garda Samudra”:
Benar menampilkan aktivitas patroli Bakamla.
Namun, salah dalam membangun narasi yang memberi kesan Bakamla adalah penegak hukum tunggal di laut.
Padahal menurut hukum:
- Bakamla = Koordinator Patroli, bukan penyidik.
- Bakamla = Bukan penegak hukum tunggal.
- Setiap tindakan penindakan kapal asing harus berkoordinasi dengan Polairud, KPLP, PSDKP, dan TNI AL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar