27 September 2024

Pentingnya Arbitrase dan Mediasi dalam Sengketa Maritim di Indonesia: Membangun Institusi Penyelesaian Sengketa yang Efisien.

Pentingnya Arbitrase dan Mediasi dalam Sengketa Maritim di Indonesia: Membangun Institusi Penyelesaian Sengketa yang Efisien.

 

Jakarta 27 September 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb

 

Pengantar

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki wilayah laut yang sangat luas. Dengan panjang garis pantai mencapai lebih dari 54.000 km dan posisi strategis di jalur perdagangan dunia, industri maritim memainkan peran sentral dalam perekonomian nasional. Setiap hari, ribuan kapal melintasi perairan Indonesia untuk kegiatan perdagangan, perikanan, dan transportasi, baik domestik maupun internasional. Namun, dengan intensitas aktivitas maritim yang tinggi, potensi munculnya sengketa di sektor ini juga meningkat secara signifikan.

Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memiliki lembaga khusus yang mampu menangani penyelesaian sengketa maritim melalui arbitrase dan mediasi. Lembaga ini akan berperan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di sektor maritim secara cepat, efisien, dan adil, mengingat bahwa pengadilan tradisional sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan waktu dan spesialisasi yang diperlukan dalam sengketa maritim.

 

Pentingnya Lembaga Arbitrase dan Mediasi Maritim di Indonesia

  1. Menjawab Kebutuhan Pengguna Jasa Maritim
    Sebagai negara dengan laut yang luas dan sektor maritim yang berkembang pesat, Indonesia menghadapi berbagai jenis sengketa di bidang maritim, termasuk perselisihan antar pemilik kapal, operator pelabuhan, awak kapal, perusahaan logistik, dan asuransi. Dengan adanya lembaga arbitrase dan mediasi yang khusus menangani sengketa maritim, pelaku industri akan merasa lebih nyaman karena penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan adil, sesuai dengan karakteristik khusus dari industri ini.
  2. Efisiensi Penyelesaian Sengketa di Wilayah Maritim yang Luas
    Lautan Indonesia yang luas seringkali menjadi tantangan dalam menyelesaikan sengketa secara fisik di pengadilan. Beberapa daerah maritim Indonesia berada di wilayah yang sulit diakses, sementara pengadilan seringkali berada jauh dari lokasi sengketa. Dengan adanya lembaga arbitrase dan mediasi yang beroperasi secara fleksibel, sengketa maritim dapat diselesaikan tanpa harus membawa kasus ke pengadilan yang formal dan terkadang jauh dari lokasi. Ini akan mempercepat proses penyelesaian tanpa menghambat operasi bisnis di sektor maritim.
  3. Meningkatkan Daya Saing Industri Maritim Indonesia
    Ketersediaan mekanisme arbitrase dan mediasi yang efisien di Indonesia akan meningkatkan daya saing industri maritim nasional di mata pelaku usaha internasional. Negara-negara maritim maju seperti Singapura, Hong Kong, dan Inggris telah lama memiliki lembaga arbitrase maritim yang dihormati secara internasional. Dengan adanya lembaga serupa di Indonesia, pelaku usaha maritim dari dalam dan luar negeri akan lebih yakin untuk melakukan transaksi dan berinvestasi di Indonesia, karena mengetahui bahwa ada mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat diandalkan dan terpercaya.
  4. Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Kelautan
    Sektor kelautan Indonesia memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, dari perikanan, pariwisata bahari, hingga perdagangan internasional. Konflik yang muncul di sektor maritim sering kali menimbulkan kerugian ekonomi yang besar jika tidak segera diselesaikan. Lembaga arbitrase dan mediasi maritim akan membantu mengurangi risiko ekonomi akibat konflik berkepanjangan dengan menawarkan penyelesaian yang cepat dan efisien. Hal ini pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis kelautan yang lebih stabil.

 

Bidang Sengketa Maritim yang Dapat Ditangani Lembaga Arbitrase dan Mediasi Maritim

Sektor maritim di Indonesia mencakup berbagai bidang yang luas seperti halnya wilayah perairan Indonesia. Beberapa bidang yang memerlukan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan mediasi meliputi:

  1. Sengketa Kontrak Pengangkutan Barang
    Pengangkutan barang melalui laut adalah salah satu sektor utama dalam perdagangan maritim. Perselisihan terkait keterlambatan pengiriman, kerusakan muatan, atau pembatalan kontrak pengangkutan sering kali terjadi, baik antara pemilik barang dan operator kapal maupun antara operator dan perusahaan asuransi.
  2. Sengketa Hak Milik dan Pendaftaran Kapal
    Sengketa terkait kepemilikan kapal, pembiayaan kapal, atau registrasi kapal di pelabuhan tertentu sering kali muncul, terutama dalam perdagangan internasional. Penyelesaian sengketa ini membutuhkan pemahaman mendalam mengenai hukum maritim dan registrasi kapal yang dapat difasilitasi oleh lembaga arbitrase dan mediasi.
  3. Klaim Asuransi Maritim
    Kapal yang terlibat dalam kecelakaan laut, kebakaran, atau kerusakan akibat cuaca ekstrem sering kali menjadi subjek klaim asuransi. Perselisihan antara perusahaan asuransi dan pemilik kapal terkait kompensasi atau tanggung jawab pihak ketiga dapat diselesaikan melalui arbitrase yang efisien.
  4. Sengketa Pengelolaan Pelabuhan dan Infrastruktur
    Pengelolaan pelabuhan yang mencakup tarif, fasilitas, dan perawatan sering kali menimbulkan sengketa antara operator pelabuhan dan pengguna jasa, seperti pemilik kapal atau perusahaan logistik. Mediasi bisa menjadi solusi efektif untuk menyelesaikan konflik ini tanpa memengaruhi operasi pelabuhan secara langsung.
  5. Sengketa Lingkungan Maritim
    Dalam konteks perlindungan lingkungan laut, sengketa bisa muncul terkait pencemaran laut, pembuangan limbah kapal, atau pelanggaran aturan lingkungan oleh kapal asing atau domestik. Penyelesaian sengketa melalui mediasi seringkali memungkinkan kedua belah pihak menemukan solusi yang lebih berkelanjutan, misalnya dalam hal kompensasi dan rehabilitasi lingkungan.
  6. Hak-Hak Awak Kapal
    Perselisihan mengenai gaji, tunjangan, dan kondisi kerja awak kapal juga dapat diselesaikan melalui mediasi. Lembaga yang fokus pada sengketa maritim dapat memastikan hak-hak awak kapal terlindungi sesuai dengan ketentuan internasional dan nasional, seperti yang diatur dalam konvensi maritim ILO.

 

Mengapa Indonesia Membutuhkan Lembaga Arbitrase dan Mediasi Maritim?

  1. Posisi Geostrategis Indonesia
    Indonesia adalah jalur laut yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik, menjadikannya pusat perlintasan perdagangan internasional. Dengan ribuan kapal yang melintasi perairan Indonesia setiap tahunnya, sengketa maritim menjadi bagian tak terhindarkan dari realitas ekonomi maritim Indonesia. Lembaga arbitrase dan mediasi yang efektif akan membantu mengatasi berbagai sengketa tersebut dengan cara yang efisien dan cepat, sehingga mengurangi gangguan pada lalu lintas perdagangan global.
  2. Memperkuat Posisi Hukum Maritim Nasional
    Dengan adanya lembaga arbitrase dan mediasi yang kredibel, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pusat penyelesaian sengketa maritim di kawasan Asia Tenggara. Ini tidak hanya akan menguntungkan Indonesia secara ekonomi tetapi juga memperkuat posisi hukum maritim nasional di kancah internasional.
  3. Penyelesaian Sengketa Berbasis Kearifan Lokal
    Selain metode arbitrase dan mediasi yang modern, Indonesia juga dapat mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam penyelesaian sengketa maritim. Sebagai negara dengan keanekaragaman budaya, Indonesia memiliki tradisi penyelesaian sengketa yang damai, yang bisa disesuaikan dengan konteks hukum maritim modern. Ini akan memberikan sentuhan khas dalam penyelesaian sengketa yang tidak hanya efektif tetapi juga berlandaskan pada nilai-nilai lokal.

 

Kesimpulan

Indonesia sebagai negara maritim dengan laut yang luas dan sektor kelautan yang berkembang pesat harus memiliki lembaga arbitrase dan mediasi yang khusus menangani sengketa di sektor ini. Dengan adanya lembaga semacam itu, Indonesia dapat memberikan solusi yang lebih cepat, murah, dan efektif dalam penyelesaian sengketa maritim, yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing industri maritim nasional dan memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional. Keberadaan lembaga arbitrase dan mediasi juga akan menjadi pondasi penting dalam mendukung pembangunan ekonomi berbasis maritim yang lebih kuat dan berkelanjutan di masa depan.

 

Pentingnya Transportasi Laut bagi Indonesia: Membangun Infrastruktur Maritim yang Terintegrasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Pentingnya Transportasi Laut bagi Indonesia: Membangun Infrastruktur Maritim yang Terintegrasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

 

Jakarta 27 September 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb.

 

Pendahuluan

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.500 pulau, sangat bergantung pada transportasi laut untuk menghubungkan wilayah-wilayah yang terpencil. Peran transportasi laut tidak hanya sebagai sarana penghubung antar pulau, tetapi juga sebagai elemen penting dalam pengembangan ekonomi nasional. Transportasi laut mendukung sektor-sektor strategis seperti perdagangan, perikanan, dan pariwisata, yang semuanya berperan besar dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia.

Namun, transportasi laut yang kuat tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan infrastruktur yang memadai dan kebijakan yang jelas. Untuk memastikan bahwa transportasi laut dapat berkontribusi optimal terhadap perekonomian, pemerintah Indonesia perlu membangun infrastruktur secara komprehensif dan simultan. Jika salah satu infrastruktur tidak dibangun, maka seluruh sistem transportasi laut akan gagal dan mempengaruhi perekonomian nasional. Dalam artikel ini akan dibahas pentingnya transportasi laut, infrastruktur yang perlu dibangun secara bersama-sama, serta sistem keselamatan dan keamanan yang harus diperkuat.

 

Transportasi Laut sebagai Penggerak Perekonomian Nasional

Transportasi laut memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Salah satu peran utamanya adalah menghubungkan wilayah-wilayah Indonesia yang tersebar dan mendukung distribusi barang dan jasa.

 

  1. Menghubungkan Pulau-Pulau di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan, dan transportasi laut memainkan peran penting dalam menghubungkan ribuan pulau di seluruh nusantara. Transportasi laut menjadi sarana utama untuk membawa barang-barang pokok, produk pertanian, dan hasil industri dari pulau-pulau yang lebih kecil ke kota-kota besar atau bahkan ke pasar internasional. Tanpa adanya transportasi laut yang efisien, daerah-daerah ini akan terisolasi dan perkembangan ekonominya akan terhambat, yang pada akhirnya berdampak pada perekonomian nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, transportasi laut merupakan sarana vital bagi stabilitas ekonomi Indonesia .¹

 

  1. Mengurangi Biaya Logistik dan Meningkatkan Daya Saing

Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah tingginya biaya logistik, yang menurut laporan Bank Dunia mencapai sekitar 24% dari PDB Indonesia. Biaya logistik yang tinggi ini disebabkan oleh ketidakefisienan dalam sistem transportasi, termasuk kurangnya infrastruktur transportasi laut yang memadai. Dengan memperbaiki infrastruktur pelabuhan dan armada kapal, pemerintah dapat menekan biaya logistik secara signifikan, yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar global .² Produk-produk lokal akan lebih mudah diekspor dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan pertumbuhan ekspor dan mendukung perekonomian nasional.

 

  1. Mendukung Perdagangan dan Investasi

Sebagai negara dengan posisi geografis yang strategis, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat perdagangan maritim dunia. Pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjung Priok di Jakarta dan Tanjung Perak di Surabaya memegang peran penting dalam mendukung perdagangan internasional. Peningkatan kapasitas pelabuhan-pelabuhan ini, serta integrasi mereka dengan jaringan transportasi darat dan logistik digital, akan memfasilitasi arus perdagangan dan meningkatkan daya tarik investasi di sektor maritim. Investasi dalam infrastruktur maritim juga akan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi dan distribusi barang dalam negeri .³

 

  1. Mengembangkan Pariwisata Maritim

Selain perdagangan, transportasi laut juga mendukung pengembangan sektor pariwisata maritim. Destinasi wisata seperti Bali, Lombok, dan Raja Ampat sangat bergantung pada transportasi laut untuk membawa wisatawan dari dan ke wilayah tersebut. Konektivitas laut yang baik akan memastikan bahwa wisatawan dapat mengakses destinasi wisata dengan mudah dan aman, sehingga meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Pengembangan sektor ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal, terutama di daerah-daerah yang bergantung pada pariwisata .⁴

 

Infrastruktur yang Harus Dibangun Secara Bersamaan

Agar transportasi laut dapat berfungsi dengan baik dan berkontribusi optimal terhadap perekonomian, pembangunan infrastruktur harus dilakukan secara komprehensif dan simultan. Pemerintah tidak dapat fokus hanya pada satu elemen infrastruktur tanpa memperhatikan elemen lainnya. Setiap komponen infrastruktur saling terkait, dan kegagalan dalam membangun salah satunya akan berdampak negatif pada keseluruhan sistem transportasi.

 

  1. Pembangunan Pelabuhan yang Modern dan Terintegrasi

Pelabuhan adalah jantung dari sistem transportasi laut. Pemerintah harus memastikan bahwa pelabuhan-pelabuhan di seluruh Indonesia dibangun dan diperbarui sesuai dengan standar internasional. Pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak harus dilengkapi dengan teknologi modern untuk mempercepat proses bongkar muat dan mengurangi waktu tunggu kapal. Selain itu, pelabuhan-pelabuhan di wilayah timur Indonesia juga harus dikembangkan untuk mendukung konektivitas antarwilayah dan mengurangi ketimpangan ekonomi .⁵

 

  1. Pengembangan Armada Kapal Nasional

Selain pelabuhan, armada kapal yang memadai juga merupakan kunci utama dalam keberhasilan transportasi laut. Pemerintah perlu mendorong industri galangan kapal dalam negeri untuk memproduksi kapal-kapal angkut, baik kapal kontainer, kapal tanker, maupun kapal penumpang. Dengan armada kapal yang kuat, Indonesia dapat meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional dan mengurangi ketergantungan pada kapal-kapal asing .⁶

 

  1. Digitalisasi Sistem Logistik Maritim

Pemerintah juga harus mendorong digitalisasi dalam pengelolaan sistem logistik maritim. Dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti pelacakan kargo secara real-time dan pengelolaan pelabuhan otomatis, proses distribusi barang dapat dilakukan dengan lebih efisien. Digitalisasi akan membantu mengurangi biaya logistik, mempercepat arus barang, serta memastikan bahwa proses pengiriman barang berjalan dengan lancar dan transparan .⁷

Keselamatan dan Keamanan di Laut

Selain infrastruktur fisik, sistem keselamatan dan keamanan di laut juga harus diperhatikan secara serius. Keselamatan dan keamanan maritim sangat penting untuk memastikan bahwa kapal-kapal yang berlayar dapat tiba di pelabuhan tujuan dengan selamat, baik dalam hal membawa barang maupun penumpang.

 

  1. Penguatan Sistem Navigasi Laut

Sistem navigasi laut yang canggih akan membantu mengurangi risiko kecelakaan kapal. Pemerintah perlu memperbarui dan membangun infrastruktur navigasi seperti radar, sistem GPS, dan mercusuar di titik-titik strategis perairan Indonesia. Dengan sistem navigasi yang baik, kapal-kapal dapat bernavigasi dengan aman, terutama di perairan yang padat seperti Selat Malaka dan Selat Sunda .⁸

 

  1. Peningkatan Standar Keselamatan Kapal

Pemerintah juga harus memperketat standar keselamatan kapal. Semua kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus dilengkapi dengan peralatan keselamatan seperti jaket pelampung, sistem pemadam kebakaran, dan peralatan komunikasi darurat. Selain itu, pemerintah harus melakukan inspeksi rutin terhadap kapal-kapal untuk memastikan bahwa standar keselamatan dipatuhi .⁹

 

  1. Penegakan Hukum dilaut 

Keselamatan dan keamanan di laut adalah hal yang sangat penting dalam memastikan kelancaran arus barang dan penumpang. Patroli rutin oleh Angkatan laut, Penjaga laut dan Panta, serta lembaga lainnya sesuai dengan tugas masing masing yang diatur oleh aturan perundangan harus diperkuat, terutama di wilayah-wilayah yang rawan pembajakan atau penyelundupan. Penegakan hukum yang ketat akan menciptakan rasa aman bagi pelaku usaha, sehingga meningkatkan kepercayaan terhadap transportasi laut di Indonesia .¹⁰

 

Koordinasi Pembangunan di Bawah Kementerian Perekonomian

Pembangunan transportasi laut tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan, tetapi juga harus dikoordinasikan dengan Kementerian Perekonomian. Mengingat dampak ekonomi yang luas, Kementerian Perekonomian harus berperan sebagai pengkoordinasi utama dalam merumuskan kebijakan yang mendukung pengembangan transportasi laut.

Kementerian Perekonomian dapat bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perindustrian untuk memastikan bahwa pembangunan infrastruktur transportasi laut berjalan secara simultan dan terintegrasi. Jika salah satu elemen infrastruktur gagal dibangun, maka keseluruhan sistem transportasi laut akan terpengaruh, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada perekonomian nasional .¹¹

 

Kesimpulan

Transportasi laut memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pembangunan infrastruktur pelabuhan, armada kapal, serta sistem keselamatan dan keamanan maritim harus dilakukan secara bersama-sama. Jika salah satu elemen infrastruktur ini tidak dibangun, maka seluruh sistem transportasi laut akan terganggu dan berdampak negatif pada perekonomian nasional. Dengan koordinasi yang baik di bawah Kementerian Perekonomian, transportasi laut dapat menjadi pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.


Catatan kaki:

  1. Christopher Findlay, The Maritime Economy in Indonesia (Jakarta: Maritime Economic Institute, 2020), 45.
  2. World Bank, Logistics Performance Index 2023 (Washington D.C.: World Bank Group, 2023), 90.
  3. John Smith, Seaports and Shipbuilding in Developing Countries (Singapore: International Maritime Press, 2019), 120.
  4. Mohammad Supriadi, Policy Coordination in Indonesia’s Maritime Economy (Surabaya: National Economy Press, 2022), 75.
  5. Christopher Findlay, The Maritime Economy in Indonesia, 45.
  6. John Smith, Seaports and Shipbuilding in Developing Countries, 122.
  7. World Bank, Logistics Performance Index 2023, 93.
  8. International Maritime Organization, Safety of Life at Sea (London: IMO Publications, 2021), 150.
  9. Ibid.
  10. Ibid.
  11. Mohammad Supriadi, Policy Coordination in Indonesia’s Maritime Economy, 80.

 

 

Kemunduran Transportasi Laut Akibat Revisi Pasal 276 Ayat 1 UU 17/2008: Sebuah Ironi Regulasi

Kemunduran Transportasi Laut Akibat Revisi Pasal 276 Ayat 1 UU 17/2008: Sebuah Ironi Regulasi


Jakarta 27 September 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) ADV Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb *)


Pendahuluan

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki transportasi laut sebagai tulang punggung penghubung antar pulau dan penggerak utama ekonomi nasional. Pemerintah kerap berbicara tentang pentingnya meningkatkan keberhasilan sektor transportasi, terutama transportasi laut, demi mendukung ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan. Namun, di balik retorika tersebut, revisi Pasal 276 ayat 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran justru secara ironis memutus salah satu mata rantai paling penting dalam transportasi laut, yaitu penegakan hukum dan keselamatan keamanan di laut.


Ironi dalam Kebijakan: Pemutusan Mata Rantai Penting

Pemerintah telah berulang kali menegaskan komitmen mereka untuk memperkuat sektor maritim sebagai bagian dari visi besar Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dalam berbagai pidato, disampaikan bahwa transportasi laut harus ditingkatkan melalui perbaikan infrastruktur, keselamatan dan keamanan pelayaran, keselamatan dan keamanan dilaut dan efisiensi logistik. Namun, ironisnya, revisi Pasal 276 ayat 1 dalam UU 17/2008 yang dilakukan baru-baru ini justru merusak salah satu elemen kunci transportasi laut, yaitu penjagaan dan penegakan hukum di laut yang terpadu dan komprehensif.

Dalam pasal aslinya, penjaga laut dan pantai memiliki tanggung jawab yang luas mencakup keselamatan, keamanan, serta penegakan berbagai peraturan di laut dan pantai secara menyeluruh. Tugas ini menjadi tulang punggung bagi keberhasilan operasional transportasi laut karena menjaga keamanan kapal, muatan, dan pelaut dari berbagai ancaman, baik itu dari aspek keselamatan pelayaran, penyelundupan, hingga perompakan. Namun, dengan revisi tersebut, fungsi ini dipersempit hanya pada penegakan hukum di bidang pelayaran saja. Dengan kata lain, peran penjaga laut dan pantai dalam menjaga keseluruhan keselamtan dan keamanan pelayaran serta keselamatan dan keamanan dilaut diputus, yang secara langsung melemahkan fondasi transportasi laut.


Efek Pemutusan Mata Rantai Terhadap Keberhasilan Transportasi

Pemutusan mata rantai ini memiliki efek domino yang serius terhadap keberhasilan transportasi laut, di antaranya:

  1. Lemahnya Sistem Penegakan Hukum di Laut
    Sebagai negara maritim, ancaman terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran serta keselamatan dan keamanan dilaut tidak hanya datang dari aspek teknis pelayaran itu sendiri, tetapi juga dari pelanggaran hukum lainnya, seperti perikanan ilegal, perdagangan manusia, dan penyelundupan barang terlarang. Dengan mempersempit peran penjaga laut dan pantai hanya pada penegakan hukum di bidang pelayaran, penanganan terhadap ancaman-ancaman tersebut menjadi terabaikan. Ironisnya, pada saat pemerintah berbicara tentang peningkatan keberhasilan transportasi, mereka justru menghilangkan salah satu komponen vital yang menjaga keberlanjutan dan keamanan di laut.
  2. Tumpang Tindih Kewenangan dan Ketidakpastian Hukum
    Revisi ini juga menciptakan ketidakpastian hukum, karena peran penjaga laut dan pantai menjadi kabur. Sebelumnya, koordinasi yang terpadu antara kesatuan Penjaga laut dan Pantai , Polisi Perairan, TNI AL dan Bea Cukaidalam m enjaga keamanan laut telah memberikan landasan yang kuat bagi pelaksanaan penegakan hukum di perairan Indonesia. Namun, setelah revisi, terdapat kebingungan mengenai siapa yang bertanggung jawab dan bertindak sebagai koordinator atas penegakan hukum di luar bidang pelayaran. Setiap kapal yang berlayar akan dapat diperiksa berkali - kali oleh setiap penegak hukum dilaut. Misalkan walaupun kapal itu sudah diperiksa oleh TNI AL, Polair pun akan dapat memeriksanya kembali, demikian pula Bea cukai, karena semua petugas merasa memiliki hak yang sama akibat tidak adanya koordinator. Ketidakpastian ini tidak hanya merusak integritas sistem penegakan hukum, tetapi juga menimbulkan potensi konflik antara lembaga-lembaga terkait yang seharusnya bekerja sama. Akibatnya Transportasi laut semakin merana.
  3. Merosotnya Kepercayaan Industri Maritim
    Industri maritim, baik nasional maupun internasional, sangat bergantung pada kepastian hukum dan stabilitas regulasi. Dengan adanya ketidakpastian hukum akibat revisi Pasal 276 ayat 1, industri transportasi laut berisiko kehilangan kepercayaan terhadap mekanisme perlindungan dan keamanan yang diberikan pemerintah. Investor asing yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan infrastruktur pelabuhan, kapal, dan fasilitas maritim lainnya mungkin akan berpikir ulang sebelum berinvestasi di sektor ini, mengingat risiko ketidakpastian yang terus meningkat.
  4. Menurunnya Keselamatan dan Keamanan Pelayaran
    Keselamatan dan keamanan adalah dua pilar utama yang harus dijamin dalam transportasi laut. Revisi Pasal 276 ayat 1 mengabaikan tugas penting penjaga laut dan pantai dalam menegakkan hukum secara komprehensif di laut, yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya potensi kecelakaan dan insiden di laut. Dengan tidak adanya pengawasan terpadu, ancaman terhadap keselamatan pelayaran seperti perompakan, sabotase, dan kecelakaan yang disebabkan oleh pelanggaran hukum akan sulit dikendalikan.


Penutup: Kebutuhan untuk Mengkaji Ulang

Revisi Pasal 276 ayat 1 UU No. 17/2008 justru menunjukkan ironi dalam kebijakan pemerintah yang berbicara tentang peningkatan keberhasilan transportasi laut. Dengan memutus mata rantai penting dalam penjagaan keselamatan dan keamanan laut, pemerintah secara tidak langsung menghancurkan pondasi yang dibutuhkan untuk mencapai visi besar mereka di sektor maritim. Oleh karena itu, sangat mendesak untuk melakukan kajian ulang terhadap revisi ini dan mengembalikan peran penjaga laut dan pantai sebagaimana yang diatur pada pasal 276 ayat 1 UU No. 17/2008 sebelum direvisi (aseli), demi memastikan transportasi laut Indonesia yang aman, efisien, dan berdaya saing di tingkat internasional.

Kepastian hukum adalah kunci bagi keberhasilan transportasi laut, dan pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang ada mendukung, bukan melemahkan, sektor ini.


 *) Kabais TNI 2011 - 2013

23 September 2024

PERTENTANGAN ATAS REVISI PASAL 1 ANGKA 59 DAN REVISI PASAL 276 AYAT 1 UU 17/2008 TTG PELAYARAN .

PERTENTANGAN ATAS REVISI PASAL 1 ANGKA 59 DAN REVISI PASAL 276 AYAT 1 UU 17/2008 TTG PELAYARAN .

 

Jakarta 22 September 2024

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb*)

 

 

Dengan adanya revisi pasal 1 angka 59 dan pasal 276 ayat 1 UU 17/2008 tentang Pelayaran, maka bersama ini disampaikan tanggapan bahwa akibat dari adanya revisi itu maka hasil revisi itu justru mengakibatkan pertentangan antara kedua pasal yang direvisi itu dengan paragraph 14 penjelasan dan pasal 277 ayat 2 UU 17/2008 tentang Pelayaran. 

 

Mengingat dengan adanya pertentangan itu yang nantinya akan menyebabkan ketidak pastian hukum, disarankan agar revisi pasal 1 angka 59 dan pasal 276 ayat 1 UU 17/2008 tentang Pelayaran DIBATALKAN SAJA.

 

A.        PERTENTANGAN ANTARA PASAL 1 ANGKA 59 REVISI UU 17/2008 TTG PELAYARAN DENGAN PARAGRAF 14 PENJELASAN UU 17/2008 TTG PELAYARAN

 

Pertentangan utama antara Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008 tentang Pelayaran dengan  Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008 tentang Pelayaran , serta kalimat yang bertentangan antara keduanya adalah sebagai berikut :

 

Pertentangan Utama:

 

1. Fungsi Koordinasi di Luar Keselamatan Pelayaran

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008: Penjaga Laut dan Pantai hanya melaksanakan fungsi penjagaan, keselamatan, dan penegakan peraturan di laut dan pantai, dengan fokus khusus di bidang pelayaran.

 

  • Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008: Penjaga Laut dan Pantai memiliki fungsi komando dalam keselamatan pelayaran, serta fungsi koordinasi di luar keselamatan pelayaran, yang mencakup penegakan hukum di aktivitas masyarakat dan pemerintah di laut.

 

  • Pertentangan: Pasal 1 angka 59 revisi membatasi ruang lingkup hanya pada pelayaran, sementara Paragraf 14 memperluas fungsi ke penegakan hukum yang lebih luas, termasuk aktivitas di luar pelayaran.

 

2. Pemberdayaan Institusi

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008: Tidak menyebutkan adanya pemberdayaan institusi lain untuk mendukung Penjaga Laut dan Pantai.

 

  • Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008: Menegaskan bahwa Penjaga Laut dan Pantai adalah hasil pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai.

 

  • Pertentangan: Pasal 1 angka 59 tidak menyebutkan pemberdayaan institusi lain, sementara Paragraf 14 menekankan pentingnya pemberdayaan institusi yang sudah ada untuk memperkuat fungsi Penjaga Laut dan Pantai.

 

3. Penegakan Hukum Terpadu

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008: Tidak menekankan pada penegakan hukum yang terpadu di laut, tetapi hanya fokus pada pelaksanaan di bidang pelayaran.

 

  • Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008: Menegaskan bahwa Penjaga Laut dan Pantai diharapkan dapat melaksanakan penegakan hukum secara terpadu, guna menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat berdampak negatif pada citra Indonesia di dunia internasional.

 

  • Pertentangan: Pasal 1 angka 59 revisi tidak mengatur pentingnya penegakan hukum terpadu, sedangkan Paragraf 14 menekankan koordinasi dan integrasi yang diperlukan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan.

 

Kalimat yang Bertentangan:

 

  1. Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008:

 

"Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi penjagaan, keselamatan, dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai, khususnya di bidang pelayaran, yang dibentuk dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri."

 

  1. Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008:

 

"Penjaga Laut dan Pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai."

 

Kesimpulan:

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi membatasi peran Penjaga Laut dan Pantai hanya pada pelayaran, tanpa memperhatikan penegakan hukum yang lebih luas, sedangkan Paragraf 14 memperluas peran Penjaga Laut dan Pantai untuk mencakup koordinasi di luar pelayaran dan menekankan pada pemberdayaan institusi serta penegakan hukum terpadu.

 

 

B.         PERTENTANGAN ANTARA PASAL 1 ANGKA 59 REVISI UU 17/2008 TTG PELAYARAN DENGAN PASAL 277 AYAT 2 UU 17/2008 TTG PELAYARAN

Pertentangan utama antara Pasal 1 angka 59 UU 17/2008 tentang Pelayaran dan Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008 tentang Pelayaran, serta kalimat yang bertentangan antara keduanya adalah sebagai berikut :

 

Pertentangan Utama:

 

1. Ruang Lingkup Penegakan Hukum

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008: Menyatakan bahwa Penjaga Laut dan Pantai khususnya berfungsi di bidang pelayaran, terbatas pada penegakan keselamatan dan keamanan pelayaran.

 

  • Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008: Mengatur bahwa Penjaga Laut dan Pantai harus melaksanakan koordinasi penegakan hukum yang mencakup seluruh wilayah laut, termasuk pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di perairan Indonesia, serta pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum.

 

  • Pertentangan: Pasal 1 angka 59 revisi hanya fokus pada pelayaran, sedangkan Pasal 277 ayat 2 memperluas fungsi ke penegakan hukum yang melibatkan aktivitas lain di perairan, seperti pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah.

 

2. Kebijakan Umum dan Standar Prosedur Operasi

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008: Tidak mencakup perumusan kebijakan umum atau penyusunan standar prosedur operasi penegakan hukum, hanya menyebutkan fungsi operasional di bidang pelayaran.

 

  • Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008: Mengharuskan Penjaga Laut dan Pantai untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut serta menyusun standar prosedur operasi penegakan hukum secara terpadu.

 

  • Pertentangan: Pasal 1 angka 59 revisi tidak menekankan perumusan kebijakan umum dan prosedur operasi terpadu, sedangkan Pasal 277 ayat 2 mengamanatkan hal tersebut sebagai bagian dari fungsi Penjaga Laut dan Pantai.

 

3. Fungsi Koordinasi Terpadu

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008: Hanya berfokus pada penjagaan dan keselamatan di bidang pelayaran, tanpa menyebutkan adanya fungsi koordinasi terpadu di luar keselamatan pelayaran.

 

  • Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008: Menegaskan bahwa Penjaga Laut dan Pantai harus melaksanakan koordinasi terpadu untuk penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum secara keseluruhan di laut, tidak hanya di bidang pelayaran.

 

  • Pertentangan: Pasal 1 angka 59 revisi tidak mengakui fungsi koordinasi terpadu yang lebih luas, sedangkan Pasal 277 ayat 2 mengharuskan koordinasi di berbagai aspek di luar pelayaran.

 

Kalimat yang Bertentangan:

 

  1. Pasal 1 angka 59 revisi UU 17/2008:

"Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi penjagaan, keselamatan, dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai, khususnya di bidang pelayaran, yang dibentuk dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri."

 

  1. Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008:

"Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1), Penjaga Laut dan Pantai melaksanakan koordinasi untuk:

      • a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut;
      • b. menyusun kebijakan dan standar prosedur operasi penegakan hukum secara terpadu;
      • c. melakukan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum, serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia;
      • d. memberikan dukungan teknis administrasi di bidang penegakan hukum di laut secara terpadu."

 

Kesimpulan:

 

  • Pasal 1 angka 59 revisi embatasi fungsi Penjaga Laut dan Pantai pada keselamatan dan penegakan hukum di bidang pelayaran, sedangkan Pasal 277 ayat 2 memperluas peran Penjaga Laut dan Pantai ke dalam penegakan hukum yang lebih luas, termasuk pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di luar pelayaran.

 

  • Pasal 277 ayat 2 mengharuskan koordinasi yang lebih terpadu dan komprehensif, sedangkan Pasal 1 angka 59 tidak mengakui peran tersebut di luar pelayaran.

 

 

c.         PERTENTANGAN ANTARA PASAL 276 AYAT 1  REVISI UU 17/2008 TTG PELAYARAN DENGAN PARAGRAF 14 PENJELASAN UU 17/2008 TTG PELAYARAN

 

Pertentangan utama antara Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008 tentang Pelayaran dan Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008 tentang Pelayaran, serta kalimat yang bertentangan di antara keduanya adalah sebagai berikut :

 

Pertentangan Utama:

 

1. Ruang Lingkup Penegakan Hukum

 

  • Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008: Menyatakan bahwa fungsi penjagaan dan penegakan hukum di laut dan pantai khususnya berfokus di bidang pelayaran untuk menjamin keselamatan dan keamanan di laut.

 

  • Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008: Menyatakan bahwa Penjaga Laut dan Pantai memiliki fungsi komando dalam keselamatan dan keamanan pelayaran, serta fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran, termasuk penegakan hukum atas aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan.

 

  • Pertentangan: Pasal 276 ayat 1 revisi membatasi ruang lingkup khusus di bidang pelayaran, sementara Paragraf 14 memperluas fungsi Penjaga Laut dan Pantai untuk juga mencakup penegakan hukum di luar pelayaran, terkait dengan aktivitas masyarakat dan pemerintah di laut.

 

2. Koordinasi Penegakan Hukum

 

  • Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008: Menekankan koordinasi penegakan hukum hanya di bidang pelayaran, dengan tujuan menjamin keselamatan dan keamanan di laut.

 

  • Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008: Menegaskan bahwa Penjaga Laut dan Pantai memiliki fungsi koordinasi yang lebih luas, meliputi penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran, serta berkoordinasi dalam pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia.

 

  • Pertentangan: Pasal 276 ayat 1 revisi hanya mencakup koordinasi dalam pelayaran, sedangkan Paragraf 14 menekankan koordinasi di bidang penegakan hukum yang lebih luas, di luar pelayaran.

 

3. Pemberdayaan Institusi

  • Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008: Tidak menyebutkan adanya pemberdayaan institusi lain untuk mendukung pelaksanaan fungsi penjagaan dan penegakan hukum.
  • Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008: Secara khusus menyatakan bahwa Penjaga Laut dan Pantai merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, yang merupakan hasil penguatan dari institusi yang sudah ada.
  • Pertentangan: Pasal 276 ayat 1 revisi tidak menyebutkan pemberdayaan institusi lain, sementara Paragraf 14 menekankan pentingnya pemberdayaan institusi yang sudah ada untuk memperkuat fungsi Penjaga Laut dan Pantai.

 

Kalimat yang Bertentangan:

  1. Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008:
    • "Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan dan dikoordinasikan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai, khususnya di bidang pelayaran."

 

  1. Paragraf 14 Penjelasan UU 17/2008:
    • "Penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai."

 

Kesimpulan:

 

  • Pasal 276 ayat 1 revisi membatasi peran Penjaga Laut dan Pantai pada keselamatan dan keamanan di bidang pelayaran, sementara Paragraf 14 memperluas peran ini ke penegakan hukum di luar pelayaran, termasuk penegakan hukum atas aktivitas masyarakat dan pemerintah di perairan.

 

  • Paragraf 14 menekankan pemberdayaan institusi lain, yang diabaikan oleh Pasal 276 ayat 1 revisi.

 

 

D.        PERTENTANGAN ANTARA PASAL 276 AYAT 1  REVISI UU 17/2008 TTG PELAYARAN DENGAN PASAL 277 AYAT 2 UU 17/2008 TTG PELAYARAN

 

Pertentangan utama antara Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008 tentang Pelayaran dan Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008 tentang Pelayaran, serta kalimat yang bertentangan di antara keduanya adalah sebagai berikut :

 

Pertentangan Utama:

 

1. Ruang Lingkup Penegakan Hukum

  • Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008: Menyatakan bahwa penjagaan dan penegakan peraturan di laut dan pantai khususnya berfokus pada bidang pelayaran, dengan tujuan menjamin keselamatan dan keamanan di laut.

 

  • Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008: Menegaskan bahwa fungsi Penjaga Laut dan Pantai tidak hanya terbatas pada pelayaran, tetapi juga harus mencakup pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di perairan, serta penindakan pelanggaran hukum di luar keselamatan pelayaran.

 

  • PertentanganPasal 276 ayat 1 revisi hanya mencakup penegakan di bidang pelayaran, sedangkan Pasal 277 ayat 2 memperluas ruang lingkup penegakan hukum hingga mencakup kegiatan di luar pelayaran.

 

2. Fungsi Koordinasi Terpadu

  • Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008: Hanya menekankan koordinasi penjagaan dan penegakan peraturan di bidang pelayaran, tanpa menyebutkan penegakan hukum yang lebih luas di laut secara keseluruhan.

 

  • Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008: Menyatakan bahwa Penjaga Laut dan Pantai harus menyusun kebijakan umum dan standar prosedur penegakan hukum secara terpadu di laut, mencakup pelayaran dan aktivitas di luar pelayaran.

 

  • PertentanganPasal 276 ayat 1 revisi terbatas pada pelayaran, sedangkan Pasal 277 ayat 2 menuntut fungsi koordinasi yang lebih luas dalam penegakan hukum di seluruh wilayah laut, bukan hanya di bidang pelayaran.

 

3. Pengawasan, Pencegahan, dan Penindakan Pelanggaran Hukum

  • Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008: Fokus utamanya adalah menjamin keselamatan dan keamanan di bidang pelayaran saja.

 

  • Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008: Penjaga Laut dan Pantai harus melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum di laut secara terpadu, termasuk untuk aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan.

 

  • PertentanganPasal 276 ayat 1 revisi hanya menekankan keselamatan pelayaran, sedangkan Pasal 277 ayat 2mencakup penegakan hukum secara terpadu di seluruh aspek aktivitas di laut, tidak terbatas pada pelayaran.

 

Kalimat yang Bertentangan:

 

  1. Pasal 276 ayat 1 revisi UU 17/2008:
    • "Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan dan dikoordinasikan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai, khususnya di bidang pelayaran."

 

  1. Pasal 277 ayat 2 UU 17/2008:
    • "Penjaga Laut dan Pantai melaksanakan koordinasi untuk:
      • a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut;
      • b. menyusun kebijakan dan standar prosedur operasi penegakan hukum secara terpadu;
      • c. melakukan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum, serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia;
      • d. memberikan dukungan teknis administrasi di bidang penegakan hukum di laut secara terpadu."

 

Kesimpulan:

  • Pasal 276 ayat 1 revisi membatasi peran Penjaga Laut dan Pantai hanya pada penegakan hukum di bidang pelayaran, sementara Pasal 277 ayat 2 memperluas ruang lingkup peran tersebut hingga mencakup penjagaan dan penegakan hukum di aktivitas masyarakat dan pemerintah di perairan, serta penegakan hukum terpadu di luar pelayaran.

 

  • Pasal 276 ayat 1 revisi hanya menekankan penjagaan dan keamanan pelayaran, sedangkan Pasal 277 ayat 2 mengharuskan koordinasi terpadu dan kebijakan umum yang lebih luas di semua aspek kegiatan di laut.

 

Adapun pasal-pasal asli dan revisi adalah sebagai berikut :

 

Pasal 1 angka 59 asli 

 

59. Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. 

 

Pasal 276 ayat 1 UU 17/2008 ttg Pelayaran asli

 

(1)  Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai. 

 

Pasal 277 UU 17/2008 ttg Pelayaran asli 

 

(2)  Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan koordinasi untuk: 

a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut; 

b. menyusun kebijakan dan standar prosedur operasi penegakan hukum di laut secara terpadu; 

c. kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta 

d, pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan Pemerintah di wilayah perairan Indonesia; dan 

e. memberikan dukungan teknis administrasi di bidang penegakan hukum di laut secara terpadu. 

 

Paragraph 14 Penjelasan UU 17/2008 ttg Pelayaran tertulis :

 

Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. Penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaranPenjagaan laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Diharapkan dengan pengaturan ini penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut yang dapat mengurangi citra Indonesia dalam pergaulan antarbangsa.

 

Pasal 1 angka 59 revisi :

 

59. Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah Lembaga yang melaksanakan dan mengoordinasikan fungsi penjagaan, keselamatan, dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai khususnya bidang pelayaran, yang dibentuk dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri.

 

Pasal 276 ayat 1 UU 17/208 ttg Pelayaran revisi

 

(1) Untuk menjamin terselenggaranya keselamatan dan keamanan di laut dilaksanakan dan dikoordinasikan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai khususnya bidang Pelayaran.

 

Demikianlah pertentangan para pasal akibat dari revisi UU 17/2008 tentang Pelayaran. Adanya pertentangan ini mengakibatkan ketidak pastian huum yang ujungnya dapat dibawa mahkama Konstitusi lewat Judicial Reviue.

*) Kabais TNI 2011-2013