PENANGKAPAN ORANG TANPA PROSES HUKUM AKAN DILEGALKAN OLEH REVISI KE 3 (TIGA) RUU 2/2002 TENTANG POLRI
Jakarta 07 Juli 2024
Oleh :
Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb *)
DPR RI telah resmi mengumumkan UU 2/2002 tentang Polri telah direvisi untuk ketiga kalinya atas inisiatif DPR. Salah satu dari revisi itu adalah dengan menambahkan pasal 1 angka 17 yang selengkapnya berbunyi :
Pasal 1 angka 17 RUU Polri
17. Intelijen Keamanan Polri yang selanjutnya disebut Intelkam Polri adalah intelijen yang diimplementasikan dalam penyelenggaraan fungsi Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dalam rangka mewujudkan KEAMANAN DALAM NEGERI.
Mengalir dari pasal 1 angka 17 Revisi RUU Polri bahwa Intelijen Keamaman Polri adalah Intelijen yang diemplementasikan untuk mewujudkan KEAMANAN DALAM NEGERI. Yang artinya Polri akan melaksanakan OPERASI INTELIJEN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI.
Disisi lain, Polri diatur oleh Pasal 30 ayat (4) UUD 45 selengkapnya berbunyi :
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Mengalir dari pasal 30 ayat (4) UUD 45 ini bahwa Polri akan melaksanakan PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT.
Untuk itu perlu dipahami apa perbedaan antara OPERASI INTELIJEN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI dan PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT.
1. OPERASI INTELIJEN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI
Beberapa Teori dan Filsafat yang menjadi dasar pemikirannya adalah sebagai berikut :
a. Teori Preemptive dan Preventive Action:
Tindakan pre emptive dan preventive mengacu pada langkah-langkah yang diambil untuk menghindari terjadinya ancaman. Dalam konteks keamanan dalam negeri, hal ini mencakup tindakan-tindakan seperti pengumpulan intelijen dan penangkapan preventif terhadap individu atau kelompok yang dicurigai akan melakukan tindakan yang mengancam keamanan negara.
b. Filsafat Utilitarianisme oleh Jeremy Bentham.
Utilitarianisme menekankan bahwa tindakan yang diambil harus memaksimalkan kesejahteraan dan keselamatan masyarakat. Dalam konteks ini, penangkapan sebelum tindakan dilakukan dianggap sah untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi masyarakat.
c. Doktrin Keamanan Negara :
Teori ini menekankan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi dirinya dari ancaman yang dapat menggoyahkan stabilitas dan kedaulatannya. Tindakan preventif sering kali diperlukan untuk menangkal ancaman seperti terorisme, pemberontakan, dan spionase sebelum serangan mereka terjadi.
Doktrin keamanan negara tidak dikembangkan oleh satu individu atau entitas saja, melainkan merupakan hasil dari kontribusi berbagai pemikir, ahli strategi, dan praktisi dalam bidang keamanan dan pertahanan. Beberapa tokoh penting yang telah berkontribusi dalam pengembangan teori dan doktrin keamanan negara meliputi:
1. Carl von Clausewitz - Seorang ahli strategi militer dari Prusia yang terkenal dengan bukunya "On War" (Vom Kriege), yang membahas tentang perang dan strategi militer.
2. Sun Tzu - Seorang ahli strategi militer Tiongkok kuno yang dikenal dengan karya klasiknya "The Art of War," yang masih relevan dalam studi strategi dan keamanan.
3. Thomas Hobbes - Seorang filsuf Inggris yang melalui karyanya "Leviathan" mengemukakan pandangan tentang negara sebagai entitas yang harus menjamin keamanan dan ketertiban bagi warganya.
d. Filsafat Hobbesian.
Thomas Hobbes dalam Leviathan berpendapat bahwa tanpa kekuasaan yang kuat dan berdaulat, masyarakat akan hidup dalam ketakutan dan kekacauan. Negara harus bertindak untuk mencegah ancaman sebelum serangan mereka terjadi untuk menjaga stabilitas dan keamanan.
e. Operasi Intelijen:
Pelaksanaan Pengumpulan dan analisis informasi intelijen untuk mengidentifikasi dan menetralkan ancaman sebelum mereka dapat melakukan tindakan berbahaya.
f. Filsafat Kontrak Sosial oleh Jean-Jacques Rousseau.
Dalam kontrak sosial, individu setuju untuk menyerahkan sebagian kebebasan mereka kepada negara dengan imbalan perlindungan. Tindakan preventif adalah bagian dari kewajiban negara untuk melindungi warganya dari ancaman.
Dengan demikian untuk mewujudkan KEAMANAN DALAM NEGERI PELAKU DAPAT DITANGKAP SEBELUM MELAKUKAN PERBUATANNYA berdasarkan teori tindakan preventif dan operasi intelijen dengan landasan filsafat utilitarianisme, kontrak sosial, dan doktrin keamanan negara. Penangkapan preventif ini bertujuan untuk mencegah kerugian besar bagi masyarakat dan untuk menjaga stabilitas negara.
2. PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT (Kamtibmas)
Beberapa Teori dan Filsafat yang menjadi dasar pemikirannya adalah sebagai berikut :
a. Teori Penegakan Hukum Konvensional :
Teori Penegakan hukum konvensional berfokus pada reaksi terhadap kejahatan yang telah terjadi. Otoritas hukum bertindak berdasarkan laporan dan bukti dari kejahatan yang telah dilakukan.
b. Filsafat Retributivisme oleh Immanuel Kant.
Retributivisme menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan melalui hukuman yang setimpal bagi pelaku kejahatan. Penegakan hukum dilakukan setelah perbuatan terjadi untuk memberikan hukuman yang adil.
c. Teori Due Process of law (Proses Hukum):
Teori Due process of law menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan transparan, di mana setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan. Tindakan hukum diambil berdasarkan bukti konkret setelah perbuatan terjadi.
Teori Due Process (Proses Hukum) tidak berasal dari satu pemikir tunggal, melainkan merupakan hasil perkembangan dari berbagai kontribusi penting dalam sejarah hukum. Prinsip-prinsip due process telah dirumuskan dan dipromosikan oleh berbagai tokoh seperti Sir Edward Coke, John Locke, serta didokumentasikan dalam Magna Carta dan Konstitusi Amerika Serikat.
d. Filsafat Hak Asasi Manusia oleh John Locke.
Locke menekankan pentingnya hak-hak individu dan proses hukum yang adil untuk melindungi hak-hak tersebut. Penangkapan dilakukan berdasarkan bukti tindakan kriminal yang telah terjadi.
e. Teori Kontrol Sosial:
Teori Kontrol sosial menyatakan bahwa hukum dan norma sosial bertindak untuk mengontrol perilaku individu. Penegakan hukum reaktif adalah bagian dari mekanisme kontrol sosial untuk mengatasi pelanggaran dan memulihkan ketertiban. Emile Durkheim adalah salah satu pelopor utama teori kontrol sosial.
f. Filsafat Komunitarianisme oleh Emile Durkheim.
Durkheim menekankan pentingnya kohesi sosial dan kontrol sosial dalam menjaga ketertiban. Penangkapan setelah perbuatan adalah cara untuk menegakkan norma dan memulihkan ketertiban.
Dengan demikian PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT (KAMTIBMAS) adalah orang hanya dapat ditangkap setelah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan teori penegakan hukum konvensional dan due process dengan landasan filsafat retributivisme, hak asasi manusia, dan kontrol sosial. Penegakan hukum reaktif ini bertujuan untuk memberikan keadilan dan memulihkan ketertiban setelah terjadinya pelanggaran hukum.
Itulah sebabnya dapat disimpulkan bahwa RUU revisi ke 3 UU 2/2002 ttg Polri akan memberi kewenangan baru bagi Polri yaitu POLRI DAPAT MENANGKAP ORANG SEBELUM ORANG ITU MELAKUKAN PELANGGARAN HUKUM. Hanya berdasarkan kecurigaan saja Polri dilegalkan menangkap orang tanpa proses hukum. Wow mengerikan !!!
Hal ini sangat bertentangan dengan rancangan Polri berdasarkan UUD45 dan tugas Polri yang tertera pada pasal 13 UU 2/2002 tentang Polri yang mengatur bahwa orang hanya dapat ditangkap setelah melakukan pelanggaran hukum.
Daftar Pustaka :
1. Bentham, J. (1789). An Introduction to the Principles of Morals and Legislation.
2. Hobbes, T. (1651). Leviathan.
3. Rousseau, J.-J. (1762). The Social Contract.
4. Kant, I. (1785). Groundwork of the Metaphysics of Morals.
5. Locke, J. (1689). Two Treatises of Government.
6. Durkheim, E. (1893). The Division of Labour in Society.
*) Kabais TNI 2011-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar