17 Juli 2024

DAMPAK REVISI KE TIGA UU 2/2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TERHADAP UU 34/2004 TENTANG TNI DAN KUHAP

 DAMPAK REVISI KE TIGA UU 2/2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TERHADAP                                             UU 34/2004 TENTANG TNI DAN KUHAP

Malang 25 Juli 2024

Disampaikan di Universitas Brawijaya Malang pada FGD Revisi UU Polri dan dampaknya terhadap KUHAP 

Oleh :

Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb*)


Pendahuluan

Dalam rangka meningkatkan kinerja dan adaptasi terhadap perkembangan situasi keamanan negara, Pemerintah Indonesia berencana melakukan revisi terhadap UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Menurut DPR, revisi ini merupakan inisiati dari DPR. Diharapkan Revisi ini dapat memperkuat peran Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, serta menegakan hukum. Namun, perubahan ini menimbulkan berbagai kontroversi, terutama terkait kewenangan Polri dalam melakukan operasi intelijen yang mungkin bertentangan dengan tugas dan fungsi yang diatur dalam konstitusi dan hukum acara pidana (KUHAP).


Pertentangan antara Revisi UU 2/2002 tentang Polri dengan UUD 1945


Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945

Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa "Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum." Ketentuan ini menegaskan bahwa tugas utama Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri serta menegakkan hukum.

Revisi UU No. 2/2002 tentang Polri dengan penambahan kewenangan intelijen mungkin bertentangan dengan ketentuan ini. Ketidakjelasan dalam pembagian tugas antara Polri dan lembaga intelijen lainnya dapat menimbulkan konflik dan ketidakpastian hukum.


Penambahan Kewenangan Intelijen dalam Revisi UU 2/2002 tentang Polri.

Pasal 1 Angka 17 Revisi UU 2/2002 mendefinisikan Intelijen Keamanan Polri (Intelkam Polri) sebagai "intelijen yang diimplementasikan dalam penyelenggaraan fungsi Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dalam rangka mewujudkan Keamanan Dalam Negeri." Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan kegiatan intelijen yang bertujuan menjaga keamanan dalam negeri.

Namun, kewenangan tambahan ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk memastikan bahwa Polri tidak melampaui batas kewenangannya sebagaiman yang diatur dalam UUD 1945 dan hukum acara pidana.


Pertentangan Antara Penegakan Hukum dengan Operasi Intelijen

Penegakan hukum dan operasi intelijen memiliki perbedaan mendasar dalam hal objek sasaran, prosedur, dan pendekatan terhadap pelanggaran hukum dan ancaman terhadap keamanan nasional.


Penegakan Hukum oleh Polri

Penegakan hukum oleh Polri diatur secara ketat oleh hukum dan ditujukan kepada individu atau kelompok yang telah melakukan pelanggaran hukum. Proses ini harus sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan dilakukan secara transparan serta akuntabel.

  • Objek Sasaran: Terfokus pada masyarakat Indonesia yang sudah melakukan pelanggaran hukum. Penegakan hukum ini hanya bisa dimulai jika ada indikasi kuat atau bukti permulaan yang cukup bahwa suatu tindakan pidana telah terjadi.
  • Prosedur dan Pendekatan: Prosedur hukum harus diikuti dengan ketat. Setiap tindakan penegakan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan transparan kepada publik. Bukti yang dikumpulkan harus diperoleh secara sah dan sesuai dengan hukum acara pidana.
  • Prinsip-Prinsip Hukum: Berlandaskan pada prinsip legalitas, keterbukaan, due process of law, dan presumption of innocence. Tindakan penegakan hukum harus didasarkan pada hukum yang tertulis dan jelas.

Operasi Intelijen

Operasi intelijen memiliki ruang lingkup yang lebih luas dan ditujukan untuk mengidentifikasi serta menangani ancaman terhadap keamanan nasional, baik dari dalam maupun luar negeri. Operasi ini sering kali dilakukan secara rahasia dan tidak memerlukan bukti pelanggaran hukum yang telah terjadi.

  • Objek Sasaran: Dapat mencakup individu atau kelompok dari dalam maupun luar negeri yang belum melakukan pelanggaran hukum namun dianggap sebagai ancaman potensial berdasarkan indikasi awal atau analisis intelijen.
  • Prosedur dan Pendekatan: Dilakukan secara rahasia dan tidak selalu mengikuti prosedur hukum yang ketat. Pendekatan yang digunakan lebih fleksibel dan adaptif, sering kali melibatkan tindakan preventif berdasarkan analisis risiko dan indikasi awal ancaman.
  • Prinsip-Prinsip Intelijen: Berlandaskan pada prinsip kerahasiaan, fleksibilitas, dan responsivitas terhadap ancaman. Operasi intelijen dilakukan dengan tujuan pencegahan dan penanggulangan ancaman, sering kali mengorbankan prinsip keterbukaan dan presumption of innocence.

Pertentangan antara Revisi UU 2/2002 tentang Polri dengan KUHAP

KUHAP mengatur tentang prosedur penegakan hukum, termasuk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Beberapa ketentuan dalam RUU Polri memiliki potensi bertentangan dengan KUHAP, terutama dalam hal wewenang penyelidikan dan penyidikan.

Teori Hukum: Sistem Hukum

Teori sistem hukum menekankan bahwa semua peraturan hukum harus saling mendukung dan tidak boleh bertentangan satu sama lain. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Hans Kelsen, seorang ahli hukum asal Austria, dalam bukunya "Pure Theory of Law." Menurut teori ini, RUU Polri yang memberikan wewenang tambahan kepada Polri dalam hal penyelidikan dan penyidikan harus konsisten dengan ketentuan KUHAP untuk menjaga integritas sistem hukum.

Filsafat Hukum: Kepastian Hukum

Filsafat hukum menempatkan keadilan dan kepastian hukum sebagai nilai utama dalam setiap sistem hukum. John Austin, seorang filsuf hukum dari Inggris, mengembangkan teori ini dalam bukunya "The Province of Jurisprudence Determined." Pertentangan antara RUU Polri dan KUHAP dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya merugikan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan.

Asas Hukum: Legalitas dan Fairness

Asas legalitas dan fairness mengharuskan bahwa setiap prosedur penegakan hukum harus sesuai dengan hukum yang berlaku dan adil bagi semua pihak. Asas legalitas pertama kali diuraikan oleh Gustav Radbruch, seorang ahli hukum Jerman, dalam bukunya "Rechtsphilosophie." RUU Polri harus memastikan bahwa wewenang tambahan yang diberikan kepada Polri tidak melanggar ketentuan KUHAP dan tetap menjaga fairness dalam proses penegakan hukum.

Pertentangan antara Revisi UU 2/2002 tentang Polri dengan UU 34/2004 tentang TNI

UU 34/ 2004 tentang TNI

UU TNI mengatur tugas dan wewenang TNI dalam mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keamanan nasional. RUU Revisi UU No. 2/2002 tentang Polri dalam beberapa pasalnya memiliki potensi tumpang tindih dengan tugas dan wewenang TNI.

Teori Hukum : Pemisahan Fungsi

Teori pemisahan fungsi dikemukakan oleh Montesquieu, seorang filsuf politik asal Prancis, dalam bukunya "The Spirit of the Laws." Menurut teori ini, tugas dan wewenang Polri dan TNI harus jelas dan tidak tumpang tindih. RUU Polri harus disusun sedemikian rupa agar tidak melampaui kewenangan TNI, terutama dalam hal penanganan masalah keamanan negara.

Filsafat Hukum: Keadilan dan Kepastian Hukum

Pertentangan antara RUU Polri dan UU TNI dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum jika Polri melampaui batas kewenangannya dalam hal yang seharusnya menjadi domain TNI. John Rawls, dalam bukunya "A Theory of Justice," menekankan pentingnya keadilan sebagai fairness dalam setiap sistem hukum. Hal ini dapat mengganggu efektivitas penegakan hukum dan stabilitas keamanan negara.

Asas Hukum: Legalitas dan Proposionalitas

Asas legalitas dan proposionalitas mengharuskan bahwa setiap tindakan Polri harus berdasarkan hukum yang jelas dan proporsional. Asas proposionalitas pertama kali diuraikan oleh Robert Alexy, seorang ahli hukum Jerman, dalam bukunya "A Theory of Constitutional Rights." RUU Polri harus disusun sedemikian rupa agar tidak melanggar kedua asas ini dan tetap menghormati batas-batas kewenangan TNI.

Potensi Pertentangan antara Revisi UU 2/2002 tentang Polri dengan TNI dan Lembaga Lainnya.

Kewenangan TNI menurut UU 34/2004 tentang TNI

Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, serta melindungi segenap bangsa dari ancaman dan gangguan. Kewenangan TNI termasuk mengatasi ancaman dari luar negeri, terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan nasional.

Potensi Tumpang Tindih dan Konflik Kewenangan

Revisi UU No. 2/2002 memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan operasi intelijen yang mencakup tindakan preventif terhadap ancaman yang juga menjadi bagian dari tugas TNI. Hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Polri dan TNI serta dengan lembaga intelijen lainnya seperti BIN dan BAIS TNI. Potensi konflik ini dapat mengganggu koordinasi antar lembaga dan efektivitas penanganan ancaman nasional.

Dampak Revisi UU 2/2002 tentang Polri terhadap Masyarakat dan Hak Asasi Manusia (HAM)

Penyalahgunaan Kekuasaan

Kewenangan luas yang tidak transparan dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya, penahanan preventif terhadap individu yang dianggap ancaman tanpa bukti yang cukup dapat melanggar hak atas kebebasan dan proses hukum yang adil.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Penahanan tanpa proses hukum yang jelas melanggar hak atas kebebasan dari penahanan sewenang-wenang dan hak atas proses hukum yang adil seperti yang dilindungi oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Erosi Kepercayaan Publik

Ketidakjelasan dalam penggunaan kewenangan ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dan keamanan. Ketidakpercayaan ini bisa berdampak negatif pada efektivitas penegakan hukum dan stabilitas sosial.

Kesimpulan. 

Revisi UU 2/2002 tentang Polri yang memperluas kewenangan Polri tidak memiliki dampak positif dalam pelaksanaan tugas Polri, namun kewenangan luas ini dapat menimbulkan berbagai risiko, termasuk potensi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan konflik kewenangan dengan TNI serta lembaga lain, bahkan dengan kewenangan yang sedemikian luasnya dapat bertentangan dengan KUHAP, dan bahkan dapat mengesampingkan KUHAP dalam pelaksanaan penegakan hukum. Itulah sebabnya ada baiknya tugas, kewenangan dan peran Polri dikembalikan seperti yang diatur pada pasal 30 ayat (4) UUD 45, karena walaupun dipaksakan tetap akan sia sia karena dapat di uji di Mahkama Konstitusi.


Referensi

  1. Hans Kelsen, "Pure Theory of Law."
  2. John Austin, "The Province of Jurisprudence Determined."
  3. Gustav Radbruch, "Rechtsphilosophie."
  4. Montesquieu, "The Spirit of the Laws."
  5. John Rawls, "A Theory of Justice."
  6. Robert Alexy, "A Theory of Constitutional Rights."
  7. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  8. Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia
  9. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
  10. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI)
  11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara
  12. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)

*) Kepala Badan Intelijen Strategis TNI 2011 - 2013

 

13 Juli 2024

KEAMANAN DATA PADA LEMBAGA PUBLIK

 KEAMANAN DATA PADA LEMBAGA PUBLIK

Disampaikan pada FGD Bawaslu DK Jakarta

Jakarta 12 Juli 2024

oleh :

Laksda TNI (PURN) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb

Pendahuluan

Keamanan data merupakan aspek yang krusial dalam operasional lembaga publik. Data yang dimiliki oleh lembaga publik mencakup informasi sensitif mengenai masyarakat, kebijakan, serta operasional lembaga itu sendiri. Pengamanan data ini menjadi penting untuk menjaga integritas, kerahasiaan, dan ketersediaan informasi, serta untuk mencegah penyalahgunaan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Dalam makalah ini, akan dijelaskan definisi keamanan data, ancaman yang dihadapi, serta langkah-langkah strategis untuk meningkatkan keamanan data pada lembaga publik.

Definisi Keamanan Data

Keamanan data merujuk pada praktik dan teknologi yang digunakan untuk melindungi informasi digital dari akses yang tidak sah, kerusakan, atau pencurian. Komponen utama dari keamanan data meliputi:

  1. Kerangka Kerahasiaan (Confidentiality): Menjamin bahwa data hanya dapat diakses oleh pihak yang berwenang.
  2. Integritas (Integrity): Memastikan bahwa data tidak dapat diubah tanpa izin dan tetap akurat serta dapat dipercaya.
  3. Ketersediaan (Availability): Menjamin bahwa data tersedia untuk diakses oleh pihak yang berwenang kapan saja dibutuhkan.

Ancaman Terhadap Keamanan Data di Lembaga Publik.

Lembaga publik menghadapi berbagai ancaman terhadap keamanan data, antara lain:

  1. Serangan Siber (Cyber Attacks): Termasuk serangan malware, phishing, dan ransomware yang dapat menginfeksi sistem dan mencuri atau merusak data.
  2. Insider Threats: Ancaman yang berasal dari pihak dalam lembaga yang memiliki akses sah terhadap data, namun menyalahgunakan akses tersebut untuk tujuan yang tidak sah.
  3. Kebocoran Data: Kebocoran data bisa terjadi karena kelemahan dalam sistem keamanan atau kesalahan manusia yang menyebabkan informasi sensitif terekspos.
  4. Pencurian Identitas: Serangan yang berfokus pada pencurian informasi pribadi untuk digunakan dalam penipuan atau aktivitas ilegal lainnya.

Serangan Malware, Phishing, dan Ransomware

Serangan Malware

Malware (malicious software) adalah perangkat lunak berbahaya yang dirancang untuk merusak, mengganggu, atau mencuri data dari sistem komputer.

Contoh:

  • Virus: Malware yang menyebar dengan menempelkan diri ke program lain.
  • Trojan: Malware yang menyamar sebagai program yang sah namun menjalankan tindakan berbahaya.
  • Worm: Malware yang mampu menyebar sendiri melalui jaringan tanpa bantuan pengguna.

Studi Kasus:

  • WannaCry (2017): Sebuah ransomware worm yang menyebar dengan cepat dan menginfeksi sistem Windows, mengenkripsi data, dan meminta tebusan untuk pemulihan data.

Serangan Phishing

Phishing adalah teknik serangan di mana penyerang menyamar sebagai entitas tepercaya untuk menipu korban agar mengungkapkan informasi pribadi seperti kata sandi dan nomor kartu kredit.

Contoh:

  • Email Phishing: Email yang tampak berasal dari bank atau layanan online yang meminta pengguna untuk mengklik tautan dan memasukkan informasi pribadi.
  • Spear Phishing: Serangan phishing yang ditargetkan pada individu tertentu dengan menggunakan informasi yang disesuaikan.

Studi Kasus:

  • Serangan Phishing pada PayPal (2020): Email yang tampak resmi dari PayPal meminta pengguna untuk memperbarui informasi akun mereka dengan mengklik tautan palsu yang mengarah ke situs web tiruan.

Serangan Ransomware

Ransomware adalah jenis malware yang mengenkripsi data korban dan meminta tebusan (ransom) untuk mengembalikan akses ke data tersebut.

Contoh:

  • CryptoLocker (2013): Malware yang mengenkripsi file pengguna dan meminta pembayaran dalam bentuk Bitcoin untuk mendekripsi file.
  • Ryuk (2018): Ransomware yang menargetkan organisasi besar dan meminta tebusan yang sangat tinggi untuk memulihkan data.

Studi Kasus:

  • Colonial Pipeline Attack (2021): Serangan ransomware yang menyebabkan penutupan salah satu jaringan pipa bahan bakar terbesar di AS dan memaksa perusahaan untuk membayar tebusan sebesar $4,4 juta dalam bentuk Bitcoin.

Dengan memahami jenis-jenis serangan ini dan contoh nyata dari insiden yang pernah terjadi kiranya dapat membantu dalam meningkatkan kewaspadaan dan penerapan langkah-langkah keamanan yang lebih baik di lembaga publik. Implementasi teknologi canggih dan pendidikan keamanan siber bagi karyawan merupakan langkah penting untuk mencegah dan mengatasi ancaman ini.

Pengamanan data di Lembaga Publik.

Penerapan Firewall dan Sistem Deteksi Intrusi (IDS)

Firewall

Firewall adalah perangkat keamanan jaringan yang memantau dan mengendalikan lalu lintas jaringan masuk dan keluar berdasarkan aturan keamanan yang telah ditentukan.

Fungsi Utama:

  1. Mencegah Akses Tidak Sah:
    • Memblokir akses dari sumber yang tidak dikenal atau mencurigakan.
  2. Mengendalikan Lalu Lintas:
    • Menyaring data berdasarkan aturan yang telah ditetapkan, seperti alamat IP, port, dan jenis protokol.
  3. Melindungi Jaringan Internal:
    • Melindungi jaringan internal dari ancaman eksternal dan menjaga privasi data.

Jenis-jenis Firewall:

  1. Firewall Perangkat Keras:
    • Diterapkan sebagai perangkat fisik yang terletak di antara jaringan internal dan eksternal.
  2. Firewall Perangkat Lunak:
    • Diterapkan sebagai perangkat lunak pada komputer atau server untuk melindungi sistem individual.
  3. Firewall Generasi Berikutnya (NGFW):
    • Memiliki fitur tambahan seperti inspeksi paket mendalam (DPI) dan pencegahan intrusi.

Contoh Implementasi:

  • Firewall Perimeter:
    • Firewall yang ditempatkan di tepi jaringan untuk melindungi seluruh jaringan dari ancaman luar.
  • Firewall Host-based:
    • Firewall yang diinstal pada setiap komputer atau server untuk melindungi individu sistem dari serangan.

Sistem Deteksi Intrusi (IDS)

Sistem Deteksi Intrusi (IDS) adalah sistem keamanan yang memantau jaringan atau sistem untuk aktivitas mencurigakan dan pelanggaran kebijakan keamanan.

Fungsi Utama:

  1. Mendeteksi Serangan:
    • Mengidentifikasi dan melaporkan upaya serangan atau pelanggaran keamanan.
  2. Memonitor Aktivitas:
    • Mengawasi aktivitas jaringan atau sistem untuk mendeteksi pola yang mencurigakan.
  3. Memberikan Peringatan:
    • Mengirimkan notifikasi atau peringatan kepada administrator ketika terdeteksi ancaman.

Jenis-jenis IDS:

  1. Network-based IDS (NIDS):
    • Memantau seluruh lalu lintas jaringan untuk mendeteksi serangan.
  2. Host-based IDS (HIDS):
    • Memantau aktivitas pada host atau komputer tertentu untuk mendeteksi perubahan yang mencurigakan.

Contoh Implementasi:

  • Snort:
    • Sebuah NIDS open-source yang banyak digunakan untuk mendeteksi berbagai jenis serangan jaringan.
  • OSSEC:
    • Sebuah HIDS open-source yang mengawasi log file, integritas file, dan aktivitas mencurigakan pada host.

Manfaat Kombinasi Firewall dan IDS.

Keamanan Berlapis:

  • Menggabungkan firewall dan IDS menciptakan lapisan keamanan berlapis yang lebih kuat, di mana firewall memblokir ancaman yang diketahui sementara IDS mendeteksi aktivitas mencurigakan yang mungkin lolos dari firewall.

Deteksi dan Respon Cepat:

  • Dengan adanya IDS, administrator dapat segera mengetahui dan merespon ancaman atau pelanggaran yang terdeteksi di jaringan atau sistem.

Peningkatan Visibilitas:

  • IDS memberikan visibilitas yang lebih dalam terhadap aktivitas jaringan dan sistem, memungkinkan deteksi dini terhadap serangan yang sedang berlangsung atau potensi ancaman.

Penerapan firewall dan sistem deteksi intrusi (IDS) sangat penting untuk meningkatkan keamanan jaringan dan sistem pada lembaga publik. Firewall berfungsi sebagai penghalang pertama terhadap akses tidak sah, sementara IDS memantau dan mendeteksi aktivitas mencurigakan. Kombinasi kedua teknologi ini memberikan perlindungan berlapis yang lebih efektif terhadap berbagai jenis ancaman keamanan siber.

Langkah-Langkah untuk Meningkatkan Keamanan Data

Untuk mengatasi ancaman-ancaman tersebut, lembaga publik dapat mengambil berbagai langkah strategis sebagai berikut:

  1. Penggunaan Teknologi Enkripsi: Menggunakan enkripsi untuk melindungi data saat disimpan maupun saat ditransmisikan dapat membantu memastikan kerahasiaan dan integritas data.
  2. Pengelolaan Akses (Access Management): Mengimplementasikan kontrol akses yang ketat untuk memastikan hanya pihak yang berwenang yang dapat mengakses data tertentu. Ini termasuk penggunaan autentikasi dua faktor (2FA) dan manajemen identitas.
  3. Audit dan Monitoring: Melakukan audit keamanan secara berkala dan monitoring aktivitas sistem untuk mendeteksi serta merespons ancaman secara cepat.
  4. Pendidikan dan Pelatihan: Memberikan pelatihan keamanan siber kepada seluruh karyawan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan mereka dalam mengenali serta menangani ancaman siber.
  5. Pembuatan Kebijakan Keamanan: Mengembangkan kebijakan keamanan data yang komprehensif dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
  6. Penerapan Firewall dan Sistem Deteksi Intrusi (IDS): Menggunakan firewall dan IDS untuk melindungi jaringan dari akses tidak sah dan mendeteksi aktivitas mencurigakan.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Implementasi Keamanan Data

  1. Penilaian Risiko dan Audit Keamanan
    • Lakukan penilaian risiko menyeluruh untuk mengidentifikasi titik-titik lemah dalam sistem keamanannya.
    • Audit keamanan eksternal dilakukan untuk memastikan bahwa semua potensi kerentanan terdeteksi.
  2. Penerapan Firewall Generasi Berikutnya (NGFW)
    • Firewall generasi berikutnya dipasang di semua titik masuk jaringan untuk memantau dan mengendalikan lalu lintas data.
    • NGFW ini dilengkapi dengan fitur inspeksi paket mendalam (DPI) dan pencegahan intrusi.
  3. Implementasi Sistem Deteksi Intrusi (IDS)
    • IDS berbasis jaringan (NIDS) dipasang untuk memantau semua aktivitas jaringan dan mendeteksi pola-pola mencurigakan.
    • IDS berbasis host (HIDS) dipasang pada server penting untuk mendeteksi perubahan tidak sah pada file sistem.
  4. Enkripsi Data
    • Semua data sensitif dienkripsi saat disimpan dan saat ditransmisikan.
    • Penggunaan teknologi enkripsi end-to-end untuk komunikasi antara karyawan dan antara lembaga.
  5. Manajemen Akses dan Autentikasi Dua Faktor (2FA)
    • Kontrol akses ketat diterapkan untuk memastikan hanya karyawan yang berwenang yang dapat mengakses data tertentu.
    • Autentikasi dua faktor (2FA) diwajibkan untuk semua akses ke sistem dan data sensitif.
  6. Pendidikan dan Pelatihan Keamanan Siber
    • Seluruh karyawan lembaga XYZ diberi pelatihan keamanan siber secara berkala untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman dan praktik terbaik dalam keamanan data.
    • Simulasi serangan phishing dilakukan untuk melatih karyawan dalam mengenali dan menghindari serangan semacam itu.
  7. Audit Keamanan Berkala dan Monitoring Aktivitas
    • Audit keamanan dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa semua langkah keamanan tetap efektif.
    • Monitoring aktivitas jaringan dan sistem dilakukan secara real-time untuk mendeteksi dan merespon ancaman dengan cepat.

Kesimpulan

Keamanan data pada lembaga publik merupakan komponen vital dalam menjaga kepercayaan publik dan operasional yang aman. Dengan mengenali ancaman yang ada dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasinya, lembaga publik dapat melindungi informasi sensitif mereka dari akses yang tidak sah, kerusakan, dan pencurian. Implementasi teknologi canggih, kebijakan keamanan yang kuat, dan pelatihan terus-menerus adalah kunci untuk menjaga keamanan data yang optimal.

Referensi

  1. Stallings, W. (2017). Cryptography and Network Security: Principles and Practice. Pearson.
  2. Anderson, R. (2020). Security Engineering: A Guide to Building Dependable Distributed Systems. Wiley.
  3. ISO/IEC 27001:2013. Information technology — Security techniques — Information security management systems — Requirements. International Organization for Standardization.
  4. NIST Special Publication 800-53. Security and Privacy Controls for Information Systems and Organizations. National Institute of Standards and Technology.

 

7 Juli 2024

PENANGKAPAN ORANG TANPA PROSES HUKUM AKAN DILEGALKAN OLEH REVISI KE 3 (TIGA) RUU 2/2002 TENTANG POLRI

PENANGKAPAN ORANG TANPA PROSES HUKUM AKAN DILEGALKAN OLEH REVISI KE 3 (TIGA) RUU 2/2002 TENTANG POLRI 

Jakarta 07 Juli 2024


Oleh :

Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CParb *)


DPR RI telah resmi mengumumkan UU 2/2002 tentang Polri telah direvisi untuk ketiga kalinya atas inisiatif DPR. Salah satu dari revisi itu adalah dengan menambahkan pasal 1 angka 17 yang selengkapnya berbunyi : 


Pasal 1 angka 17 RUU Polri 

17. Intelijen Keamanan Polri yang selanjutnya disebut Intelkam Polri adalah intelijen yang diimplementasikan dalam penyelenggaraan fungsi Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara dalam rangka mewujudkan KEAMANAN DALAM NEGERI.


Mengalir dari pasal 1 angka 17 Revisi RUU Polri bahwa Intelijen Keamaman Polri adalah Intelijen yang diemplementasikan untuk mewujudkan KEAMANAN DALAM NEGERI. Yang artinya Polri akan melaksanakan OPERASI INTELIJEN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI.


Disisi lain, Polri diatur oleh Pasal 30 ayat (4) UUD 45 selengkapnya berbunyi :

(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.


Mengalir dari pasal 30 ayat (4) UUD 45 ini bahwa Polri akan melaksanakan PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT.


Untuk itu perlu dipahami apa perbedaan antara OPERASI INTELIJEN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI dan PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT.


1.         OPERASI INTELIJEN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DALAM NEGERI

Beberapa Teori dan Filsafat yang menjadi dasar pemikirannya adalah sebagai berikut :


a.         Teori Preemptive dan Preventive Action:

Tindakan pre emptive dan preventive mengacu pada langkah-langkah yang diambil untuk menghindari terjadinya ancaman. Dalam konteks keamanan dalam negeri, hal ini mencakup tindakan-tindakan seperti pengumpulan intelijen dan penangkapan preventif terhadap individu atau kelompok yang dicurigai akan melakukan tindakan yang mengancam keamanan negara.


b.         Filsafat Utilitarianisme oleh Jeremy Bentham. 

Utilitarianisme menekankan bahwa tindakan yang diambil harus memaksimalkan kesejahteraan dan keselamatan masyarakat. Dalam konteks ini, penangkapan sebelum tindakan dilakukan dianggap sah untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi masyarakat. 


c.         Doktrin Keamanan Negara :

Teori ini menekankan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi dirinya dari ancaman yang dapat menggoyahkan stabilitas dan kedaulatannya. Tindakan preventif sering kali diperlukan untuk menangkal ancaman seperti terorisme, pemberontakan, dan spionase sebelum serangan mereka terjadi.

                        Doktrin keamanan negara tidak dikembangkan oleh satu individu atau entitas                                      saja, melainkan merupakan hasil dari kontribusi berbagai pemikir, ahli strategi, dan                                       praktisi dalam bidang keamanan dan pertahanan. Beberapa tokoh penting yang   telah                                     berkontribusi dalam pengembangan teori dan doktrin keamanan negara meliputi:

            1.         Carl von Clausewitz - Seorang ahli strategi militer dari Prusia yang                                     terkenal dengan bukunya "On War" (Vom Kriege), yang membahas tentang                                         perang dan strategi militer.

            2.         Sun Tzu - Seorang ahli strategi militer Tiongkok kuno yang dikenal                                     dengan karya klasiknya "The Art of War," yang masih relevan dalam studi                                        strategi dan keamanan.

            3.         Thomas Hobbes - Seorang filsuf Inggris yang melalui karyanya                                            "Leviathan" mengemukakan pandangan tentang negara sebagai entitas yang                                       harus menjamin keamanan dan ketertiban bagi warganya.

d.         Filsafat Hobbesian

Thomas Hobbes dalam Leviathan berpendapat bahwa tanpa kekuasaan yang                                       kuat dan berdaulat, masyarakat akan hidup dalam ketakutan dan kekacauan. Negara                                     harus bertindak untuk mencegah ancaman sebelum serangan mereka terjadi untuk                                        menjaga stabilitas dan keamanan. 


e.         Operasi Intelijen:

            Pelaksanaan Pengumpulan dan analisis informasi intelijen untuk mengidentifikasi dan menetralkan ancaman sebelum mereka dapat melakukan tindakan berbahaya.


f.          Filsafat Kontrak Sosial oleh Jean-Jacques Rousseau. 

            Dalam kontrak sosial, individu setuju untuk menyerahkan sebagian kebebasan mereka kepada negara dengan imbalan perlindungan. Tindakan preventif adalah bagian dari kewajiban negara untuk melindungi warganya dari ancaman. 


Dengan demikian untuk mewujudkan KEAMANAN DALAM NEGERI PELAKU DAPAT DITANGKAP SEBELUM MELAKUKAN PERBUATANNYA berdasarkan teori tindakan preventif dan operasi intelijen dengan landasan filsafat utilitarianisme, kontrak sosial, dan doktrin keamanan negara. Penangkapan preventif ini bertujuan untuk mencegah kerugian besar bagi masyarakat dan untuk menjaga stabilitas negara.


2.         PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT (Kamtibmas)


Beberapa Teori dan Filsafat yang menjadi dasar pemikirannya adalah sebagai berikut :

            a.         Teori Penegakan Hukum Konvensional :

                        Teori Penegakan hukum konvensional berfokus pada reaksi terhadap                                                    kejahatan yang telah terjadi. Otoritas hukum bertindak berdasarkan laporan dan bukti                                  dari kejahatan yang telah dilakukan.


            b.         Filsafat  Retributivisme oleh Immanuel Kant. 

                        Retributivisme menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan melalui                                               hukuman yang setimpal bagi pelaku kejahatan. Penegakan hukum dilakukan setelah                                     perbuatan terjadi untuk memberikan hukuman yang adil.


c.         Teori Due Process of law (Proses Hukum):

            Teori Due process of law menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan transparan, di mana setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan. Tindakan hukum diambil berdasarkan bukti konkret setelah perbuatan terjadi.

            Teori Due Process (Proses Hukum) tidak berasal dari satu pemikir tunggal, melainkan merupakan hasil perkembangan dari berbagai kontribusi penting dalam sejarah hukum. Prinsip-prinsip due process telah dirumuskan dan dipromosikan oleh berbagai tokoh seperti Sir Edward Coke, John Locke, serta didokumentasikan dalam Magna Carta dan Konstitusi Amerika Serikat. 


d.         Filsafat Hak Asasi Manusia oleh John Locke. 

            Locke menekankan pentingnya hak-hak individu dan proses hukum yang adil untuk melindungi hak-hak tersebut. Penangkapan dilakukan berdasarkan bukti tindakan kriminal yang telah terjadi. 


e.         Teori Kontrol Sosial:

            Teori Kontrol sosial menyatakan bahwa hukum dan norma sosial bertindak untuk mengontrol perilaku individu. Penegakan hukum reaktif adalah bagian dari mekanisme kontrol sosial untuk mengatasi pelanggaran dan memulihkan ketertiban. Emile Durkheim adalah salah satu pelopor utama teori kontrol sosial.


f.          Filsafat Komunitarianisme oleh Emile Durkheim. 

            Durkheim menekankan pentingnya kohesi sosial dan kontrol sosial dalam menjaga ketertiban. Penangkapan setelah perbuatan adalah cara untuk menegakkan norma dan memulihkan ketertiban.


Dengan demikian PENEGAKAN HUKUM UNTUK MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT (KAMTIBMAS) adalah orang hanya dapat ditangkap setelah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan teori penegakan hukum konvensional dan due process dengan landasan filsafat retributivisme, hak asasi manusia, dan kontrol sosial. Penegakan hukum reaktif ini bertujuan untuk memberikan keadilan dan memulihkan ketertiban setelah terjadinya pelanggaran hukum.

 

Itulah sebabnya dapat disimpulkan bahwa RUU revisi ke 3 UU 2/2002 ttg Polri akan memberi kewenangan baru bagi Polri yaitu POLRI DAPAT MENANGKAP ORANG SEBELUM ORANG ITU MELAKUKAN PELANGGARAN HUKUM. Hanya berdasarkan kecurigaan saja Polri dilegalkan menangkap orang tanpa proses hukum. Wow mengerikan !!! 

Hal ini sangat bertentangan dengan rancangan Polri berdasarkan UUD45 dan tugas Polri yang tertera pada pasal 13 UU 2/2002 tentang Polri yang mengatur bahwa orang hanya dapat ditangkap setelah melakukan pelanggaran hukum.

 

Daftar Pustaka :

1.         Bentham, J. (1789). An Introduction to the Principles of Morals and Legislation.

2.         Hobbes, T. (1651). Leviathan.

3.         Rousseau, J.-J. (1762). The Social Contract.

4.         Kant, I.             (1785). Groundwork of the Metaphysics of Morals.

5.         Locke, J. (1689). Two Treatises of Government.

6.         Durkheim, E. (1893). The Division of Labour in Society.

 

 *) Kabais TNI 2011-2013