oleh
: Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto ST, MH.
Belum hilang dari ingatan kita tentang
insiden tanggal 21 Maret 2016antara Kapal Coast Guard China menabrak KM Kway
Fey 10078, hasil tangkapan KP Hiu 11 di wilayah ZEE dan landas kontinen
Indonesia, telah terjadi lagi penembakan Kapal Ikan Taiwan pada tanggal 23
Maret yang dilakukan oleh KP Hiu 4, milik Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Mengingat hal ini terjadi pada Kapal
dari Kementrian Kelautan dan Perikanan dalam selang waktu yang sangat singkat,
maka hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius.
Mengingat insiden ini menyangkut pihak
negara asing, maka untuk menanggapi insiden perlu dianalisa kembali
sinkronisasi antara aturan perundangan nasional dan aturan perundangan
internasional. 
Aturan perundangan yang dipakai sebagai
landasan untuk menanggapi insiden ini adalah :
1.         Undang-undang
nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan.
2.         Undang-undang
nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
2.         United
Nation Convention on Law Of the Sea 1982 yang dikenal dengan UNCLOS 82.
Adapun beberapa ketentuan yang
berkaitan dengan penegakkan hukum bidang perikanan dilaut terdapat pada beberpa
pasal dibawah ini.
1.
        Undang-undang nomor  45 tahun 2009 tentang Perikanan.
            a.
Pasal 66 
                               
        (1)  Pengawasan perikanan dilakukan
oleh pengawas perikanan. 
                               
        (2)  Pengawas perikanan bertugas
untuk mengawasi 
tertib
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. 
      b. Pasal 66A 
                  (1)
 Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66                         merupakan pegawai negeri
sipil yang bekerja di bidang perikanan                         yang
diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. 
                  (2)
 Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)                           dapat dididik untuk
menjadi Penyidik Pengawai Negeri Sipil                                     Perikanan.
            b. Pasal
66C 
                        (2)
Pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)                            dalam melaksanakan tugasnya dapat
dilengkapi dengan kapal                            pengawas
perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri. 
            c. Pasal
69 
                        (1)  Kapal pengawas
perikanan berfungsi melaksanakan                                          pengawasan dan penegakan hukum di bidang
perikanan dalam                                               wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia. 
                        (4) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat                                  (1) penyidik dan/atau pengawas
perikanan dapat melakukan                                                tindakan
khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman                                           kapal perikanan yang berbendera
asing berdasarkan bukti                                         permulaan yang cukup. 
            d. Pasal
71 
                        (1)  Dengan
Undang-Undang ini dibentuk pengadilan perikanan                                      yang berwenang memeriksa, mengadili,
dan memutus tindak                                        pidana
di bidang perikanan. 
      e. Pasal 71A 
                  Pengadilan perikanan berwenang
memeriksa, mengadili, dan                               memutuskan
perkara tindak pidana di bidang perikanan yang                                  terjadi
di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik                                 Indonesia, baik yang dilakukan oleh
warga negara Indonesia                               maupun
warga negara asing. 
      f. Pasal 76A 
                  Benda dan/atau alat yang
digunakan dalam dan/atau yang                                 dihasilkan dari tindak pidana
perikanan dapat dirampas untuk                                   negara
atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua                              pengadilan negeri. 
      g. Pasal 76C 
                  (1)
 Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana                        perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76A dapat dilelang                       untuk
negara. 
                  (2)
 Pelaksanaan lelang dilakukan oleh badan lelang negara sesuai                      dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 
                  (3)
 Uang hasil pelelangan dari hasil penyitaan tindak pidana                               perikanan disetor
ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan                     pajak.
2.         Undang-undang nomor 17
tahun 2008 tentang Pelayaran.
            a. Pasal 276 
                  (1)  Untuk
menjamin terselenggaranya keselamatan dan                                      keamanan di laut dilaksanakan fungsi
penjagaan dan penegakan                        peraturan
perundang-undangan di laut dan pantai. 
                  (2)
 Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)                              dilakukan oleh
penjaga laut dan pantai. 
                  (3)  Penjaga
laut dan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)                      dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden
dan secara                                  teknis
operasional dilaksanakan oleh Menteri. 
      b. Pasal 277 
                  (1)  Dalam
melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam                           Pasal
276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas: 
                  a. melakukan
pengawasan keselamatan dan keamanan                            pelayaran;
b.      melakukan pengawasan, pencegahan,
dan                          penanggulangan
pencemaran di laut; c. pengawasan dan              penertiban
kegiatan serta lalu lintas kapal; 
d. pengawasan                    dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah
air, serta                     eksplorasi
dan eksploitasi kekayaan laut; 
e. pengamanan                         Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran; dan 
f.      mendukung
                           pelaksanaan
kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di                   laut. 
                  (2)  Dalam
melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam                           Pasal
276 ayat (1) penjaga laut dan pantai melaksanakan                                     koordinasi untuk: 
a. merumuskan
dan menetapkan kebijakan                            umum
penegakan hukum di laut; 
b. menyusun kebijakan dan                     standar
prosedur operasi penegakan hukum di laut secara terpadu; 
                c. kegiatan penjagaan,
pengawasan, pencegahan dan penindakan                         pelanggaran
hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan                    aktivitas masyarakat dan Pemerintah di wilayah
perairan                              Indonesia; dan 
memberikan
dukungan teknis administrasi di bidang                penegakan
hukum di laut secara terpadu. 
Pasal 278 
      c. Pasal 278 
                  (1)  Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam                            Pasal
277, penjaga laut dan pantai mempunyai kewenangan untuk:                     
a. melaksanakan patroli laut;
b.
melakukan pengejaran seketika                     (hot
pursuit);
c. memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan            d.
melakukan penyidikan. 
                  (2)  Dalam
melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud                           pada
ayat (1) huruf d penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas                         sebagai Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan                                   ketentuan
peraturan perundang-undangan. 
                  (3)
 Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan penjaga laut dan                   pantai diatur dengan Peraturan
Pemerintah. 
      d.
Pasal 279 
                  (1)  Dalam
rangka melaksanakan tugasnya penjaga laut dan pantai                   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 didukung oleh
prasarana               berupa pangkalan
armada penjaga laut dan pantai yang berlokasi                  di
seluruh wilayah Indonesia, dan dapat menggunakan kapal dan                  pesawat
udara yang berstatus sebagai kapal negara atau pesawat                      udara negara. 
3.
        UNCLOS.
             a. Pasal 56 UNCLOS tentang Hak-hak,
yurisdiksi dan Kewajiban Negara  Pantai
dalam Zona Ekonomi Eksklusif.
                        1.         Dalam
zona ekonomi eksklusif, Negara pantai mempunyai :
                           (a)       Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan                       eksploitasi, konservasi
dan pengelolaan sumber kekayaan                         alam,
baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas                   dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di
bawahnya dan               berkenaan dengan kegiatan lain untuk
keperluan eksplorasi                    dan
eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi                          energi dari air, arus dan angin;
                           (b)       Yurisdiksi
sebagaimana ditentukan dalam ketentuan                    yang
relevan Konvensi ini berkenaan dengan :
                             (i)        pembuatan
dan pemakaian pulau buatan,                          instalasi
dan bangunan;
                              (ii)      riset
ilmiah kelautan;
                             (iii)      perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;
                           (c)       Hak
dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan                           dalam
Konvensi ini.
                        2.         Di
dalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi                                        kewajibannya
berdasarkan Konvensi ini dalam zona ekonomi                                 eksklusif,
Negara Pantai harus memperhatikan sebagaimana                                     mestinya
hak-hak dan kewajiban Negara lain dan harus bertindak                        dengan suatu cara sesuai dengan ketentuan
Konvensi ini.
            b. Pasal 73 UNCLOS
tentang Penegakkan Peraturan Perundang-undangan        Negara pantai.
                        1.         Negara
pantai dapat, dalam melaksanakan hak                                         berdaulatnya
untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi                         dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di
zona ekonomi                                    eksklusif
mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal,                 memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan,                       sebagaimana diperlukan untuk menjamin
ditaatinya                                     peraturan
perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai                   dengan
ketentuan Konvensi ini.
                        2.         Kapal-kapal
yang ditangkap dan awak kapalnya harus                              segera
dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang                          layak atau bentuk jaminan lainnya.
                        3.         Hukuman
Negara pantai yang dijatuhkan terhadap                                  pelanggaran
peraturan perundang-undangan perikanan di zona                         ekonomi
eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan, jika tidak                ada perjanjian sebaliknya antara Negara-negara yang                                 bersangkutan,
atau setiap bentuk hukuman badan lainnya.
      c. Pasal 77 UNCLOS Hak Negara pantai atas
Landas Kontinen.
                  1.         Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas                                 kontinen untuk
tujuan mengeksplorasinya dan mengekploitasi                                     sumber
kekayaan alamnya.
                  2.         Hak yang tersebut dalam ayat 1 di atas adalah eksklusifnya                     dalam arti bahwa apabila
Negara pantai tidak mengekplorasi                              landas
kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya,                      tiada seorangpun dapat melakukan kegiatan itu
tanpa persetujuan              tegas Negara pantai.
                  3.         Hak suatu Negara pantai atas landas kontinen tidak                                 tergantung pada
pendudukan (okupasi), baik efektif atau tidak                          tetap
(notinal), atau pada proklamasi secara jelas apapun.
                  4.         Sumber kekayaan alam tersebut dalam Bab ini terdiri dari                       sumber
kekayaan mineral dan sumber kekayaan non hayati                                 lainnya pada dasar laut dan tanah di
bawahnya, bersama dengan                    organisme
hidup yang tergolong jenis sedenter yaitu organisme                    yang pada tingkat yang sudah dapat dipanen dengan tidak                                  bergerak berada
pada atau di bawah dasar laut atau tidak dapat                      bergerak
kecuali jika berada dalam kontak pisik tetap dengan                                    dasar laut atau tanah dibawahnya.
          d. Pasal 111 Hak
Pengejaran Seketika (Right of hot pursuit)
                         1.
        Pengejaran seketika suatu kapal
asing dapat dilakukan                            apabila
pihak yang berwenang dari Negara pantai mempunyai                              alasan cukup untuk mengira bahwa kapal
tersebut telah melanggar                      peraturan
perundang-undangan Negara itu. Pengejaran demikian                       harus dimulai pada saat kapal asing atau salah
satu dari sekocinya                     ada
dalam perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial                  atau zona tambahan negara
pengejar, dan hanya boleh diteruskan                        di
luar laut teritorial atau zona tambahan apabila pengejaran itu              tidak terputus. Adalah tidak perlu
bahwa pada saat kapal asing                  yang berada dalam laut teritorial atau zona
tambahan itu                                   menerima
perintah untuk berhenti, kapal yang memberi perintah                      itu juga berada dalam laut teritorial atau zona
tambahan. Apabila                   kapal
asing tersebut berada dalam zona tambahan, sebagaimana               diartikan dalam pasal 33, pengejaran hanya dapat dilakukan                               apabila
telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak untuk                                   perlindungan mana zona itu telah
diadakan.
                        2.         Hak pengejaran seketika harus berlaku,
mutatis mutandis                       bagi
pelanggaran-pelanggaran di zona ekonomi eksklusif atau di                     landas kontinen, termasuk
zona-zona keselamatan disekitar                          instalasi-instalasi
di landas kontinen, terhadap peraturan                           perundang-undangan Negara pantai
yang berlaku sesuai dengan                        Konvensi
ini bagi zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen,                                   termasuk zona keselamatan demikian.
                        5.         Hak
pengejaran seketika dapat dilakukan hanya oleh kapal-                     kapal perang atau pesawat udara militer atau
kapal-kapal atau                                    pesawat
udara lainnya yang diberi tanda yang jelas dan dapat                              dikenal sebagai kapal atau pesawat udara
dalam dinas pemerintah                   dan
berwenang untuk melakukan tugas itu.
Pengawas Perikanan
.
Ketentuan
pasal 66 UU nomor 45/2009 tentang perikanan, mengatur tentang Pembentukan Pengawas
Perikanan yang bertugas untuk mengawasi 
tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perikanan. Pengawas Perikanan ini dalam melaksanakan tugasnya dapat
melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan
bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang diatur oleh Pasal 69 ayat 4 UU
nomor 45/2009.. 
 
Pengadilan
perikanan.
Berdasarkan
pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang
Perikanan, telah dibentuk Pengadilan Perikanan yang bertugas untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus tindak pidana di bidang perikanan.
Pengadilan
ini berwenang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara
tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun
warga negara asing. 
Pertentangan antara
Pengawas Perikanan versus Pengadilan Perikanan 
Kewenangan
Pengawas Perikanan untuk penenggelaman kapal
perikanan yang berbendera asing sebagaimana yang diatur oleh Pasal 69 ayat
4 UU nomor 45/2009 bertentangan dengan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, yang memberikan kewenganan
kepada Pengadilan Perikanan yang untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus tindak pidana di bidang perikanan baik yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia maupun warga negara asing. 
Disini
sangat jelas bahwa setiap kapal asing yang ditangkap harus terlebih dahulu
dibawa kepengadilan, baru kemudian diputuskan oleh pengadilan apakah kapal itu
dibakar, ditenggelamkan atau dilelang. 
Pertentangan Pengawas
Perikanan versus UNCLOS 
Penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing oleh
Pengawas Perikanan juga bertentangan dengan pasal 73 ayat 2 UNCLOS yang
mengatur bahwa Kapal-kapal yang ditangkap dan awak
kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak
atau bentuk jaminan lainnya. Selain itu juga bertenangan dengan dengan pasal 73
ayat 1 UNCLOS yang mengatur bahwa peraturan perundangan negara pantai harus
sesuai dengan UNCLOS. 
Tugas Kapal
Kesatuan penjaga Laut dan Pantai (KPLP).
Untuk
menjamin terlaksananya Keamanan dan Keselamatan pelayaran di laut,  berdasarkan pasal 276 Undang-undang nomor 17 tahun 2008
tentang Pelayaran dibentuk Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai yang bertanggung
jawab langsung kepada presiden.Tugas KPLP sebagaimana yang diatur oleh UU 17 tahun
2008 tentang Pelayaran adalah : a. melakukan pengawasan keselamatan dan
keamanan pelayaran; 
b. melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan
pencemaran di laut; c. pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas
kapal; 
d. pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air,
serta        eksplorasi dan eksploitasi
kekayaan laut; 
e. pengamanan        Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran; dan 
f.     mendukung
pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut. 
Kewenangan Kapal KPLP
Kewengangan KPLP
sebagaimana yang diatur pada pasal 278 ayat 1UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran
adalah : a. melaksanakan patroli laut;
b. melakukan pengejaran seketika       (hot pursuit);
c. memberhentikan dan
memeriksa kapal di laut; dan d. melakukan penyidikan. 
Untuk melaksanakan
kewenangan nya itu KPLP melaksanakan tugas    sebagai
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebaimana yang diatur oleh pasal 278 ayat
2 UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Status Kapal KPLP.
Dalam melaksanakan
tugasnya, KPLP didukung oleh sarana prasaran berupa kapal negara dan pesawat udara negara sebagaimana yang diatur oleh
pasal 279 ayat 1  UU 17 tahun 2008
tentang Pelayaran. Kapal Negara adalah
kapal milik negara digunakan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi
fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas Pemerintah lainnya, sebagaimana
yang diatur pada pasal 1 ayat 38 UU/17 tahun 2008 tentang Pelayaran.  
Tugas Kapal
Pengawas Perikanan.
Pengawas
perikanan ini dilengkapi dengan kapal sebagaimana diatur pada pasal 66 C UU
nomor 45/2009 tentang Perikanan, yang dikenal dengan sebutan Kapal Pengawas Perikanan. Kapal
pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di
bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Status Kapal perikanan. 
Status
Kapal Pengawas Perikanan adalah kapal
pemerintah yang diberi tanda tertentu untuk melakukan pengawasan dan penegakan
hukum di bidang perikanan sebagaimana yang diatur oleh pasal 69 ayat 1 UU
nomor 45 /2009 tentang Perikanan. 
Tugas Kapal
Pengawas Perikanan versus Tugas Kapal Kesatuan penjaga Laut dan Pantai (KPLP).
Bila
dikaitkan dengan hak berdaulat Indonesia di ZEE maka sangat terlihat bahwa
kewenangan Kapal Pengawas Perikanan ini hanya menyangkut sumber kekayaan alam
hayati saja atau hanya menyangkut badan
air laut saja. Itulah sebabnya kapal ini sangat tidak efektif bila
ditugaskan ke ZEE. Sedangkan tugas Kapal KPLP sangat lengkap, mulai dari
hal-hal yang menyangkut : 
    a.      Permukaan air laut,  yaitu melakukan pengawasan keselamatan dan            keamanan pelayaran; melakukan
pengawasan, pencegahan, dan            penanggulangan
pencemaran di laut; pengawasan dan penertiban kegiatan  serta lalu lintas kapal; mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian
dan     pertolongan jiwa di laut. 
    b.     Badan air laut, yaitu eksplorasi dan
eksploitasi kekayaan laut
    c.      Dasar laut dan tanah dibawahnya yaitu pengawasan
dan penertiban         kegiatan salvage,     pekerjaan bawah air, pengamanan         Sarana Bantu Navigasi-        Pelayaran; 
Kewenangan Penegakan
Hukum di ZEE.
Mengingat di ZEE hukum yang
berlaku tidak hanya hukum nasional tetapi juga hukum internasional, maka ketentuan
yang diatur oleh UNCLOS harus pula ditaati.
Hukum nasional.
Pasal 73 ayat 2 UU/45
tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan bahwa (2)  Selain penyidik TNI AL,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di ZEEI. 
Dengan demikian menurut UURI
Kapal Pengawas Perikanan dapat melakukan penegakan hukum di ZEE Indonesia.
Hukum internasional.
Pasal 73 ayat 1 UNCLOS menyatakan
bahwa negara pantai dalam melakukan proses peradilan,
perlu menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya
sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Jadi aturan perundangan Indonesia yang
menyangkut ZEE tidak boleh bertentangan dengan UNCLOS.
Pasal 111 ayat 5 UNCLOS mengatur bahwa Hak pengejaran seketika atau
hot pursuit dapat dilakukan hanya oleh kapal-     kapal
perang atau pesawat udara militer atau kapal-kapal atau pesawat udara lainnya
yang diberi tanda yang jelas dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan berwenang untuk melakukan tugas itu.
Hot pursuit adalah pengejaran pelanggar hukum dilaut mulai dari laut
teritorial, menuju ZEE, terus kelaut lepas dan berakhir diwilayah laut
terirorial negara lain sebagaimana yang diatur oleh ketentuan pada Pasal 111
ayat 1 UNCLOS.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kapal yang berwenang untuk
masuk ke wilayah ZEE adalah Kapal Perang dan kapal dalam dinas pemerintah yang
dan berwenang untuk tugas itu. Artinya walaupun kapal pemerintah tapi tidak
berwenang maka TIDAK BOLEH melakkan penegakan hukum di ZEE. 
Bagi Indonesia ada dua kapal yang dapat diartikan sebagai  "kapal
dalam dinas pemerintah" yaitu kapal KPLP dan Kapal Pengawas Perikanan.
Akan tetapi dari Kewenagannya sangat jelas bahwa kewenagan kapal KPLP sangat
luas dan flexible sedangkan kewenagan Kapal Pengawas perikanan hanya untuk
bidang perikanan saja. Mengingat pelanggaran hukum yang sangat mungkin terjadi
di ZEE tidak hanya bidang perikanan saja, maka kapal yang paling pas kewenangan
untuk bertugas baik menurut hukum nasional dan hukum internasional di ZEE
adalah kapal KPLP. 
Walaupun menurut hukum nasional Kapal Pengawas Perikanan juga
ditugaskan ke ZEE, tapi yang mengingat di ZEE ada kewajiban untuk tunduk kepada
hukum internasional sebagaimana diatur pada Pasal 73 ayat 1 UNCLOS, maka mau tidak mau
kapal yang dapat ditugaskan di ZEE hanya KRI dan Kapal KPLP. 
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut :
1.         Terlihat jelas bahwa dalam penegakan hukum dibidang
Perikanan terjadi pertentangan intern hukum nasional yaitu antara Pasal 69 ayat 4 UU
nomor 45/2009 yang bertentangan dengan pasal 71 Undang-undang 45 tahun 2009 tentang Perikanan, dan pertentangan antara hukum nasional dengan hukum internasional yaitu
antara Pasal
69 ayat 4 UU nomor 45/2009 bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 UNCLOS.
2.         Dalam penugasan kapal-kapal untuk
menegakan hukum di ZEE terjadi pertentangan antara hukun nasional dan hukum
internasonal yaitu antara Pasal 73 ayat 2 UU/45 tahun 2009 tentang Perikanan
yang bertentangan dengan Pasal 111 ayat 5 UNCLOS.
3.         Untuk
mendapatkan kepastian hukum dalam penegakan hukum dibidang perikanan khususnya
di ZEE, maka Undang-undang nomor 45 tahun 2009 tentang perikanan harus direvisi
untuk disinkronkan dengan UNCLOS 82.
selamat sore, postingan bapak sangat membantu materi tesis yang sedang saya tulis. maaf, boleh saya meminta email bapak untuk bertanya lebih lanjud? terimaksih.
BalasHapusemail saya solemanponto78@gmail.com
HapusHP dan WA saya 0818885933 silahakn dihubungi setiap saat.
Hapus