Oleh Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH
JAKARTA, 14 Januari 2015 - Ditengah sibuknya pembubaran lembaga non struktural, justru presiden membuat lembaga non struktural yang baru yang bernama Badan Keamanan Laut, yang disingkat menjadi BAKAMLA. Badan baru ini menambah panjangnya lembaga yang bertugas di laut. Untuk itu perlu dianalisis urgensi dari pembentukan Bakamla ini. Analisa dilakukan dengan menggunakan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini.
1. Perpres nomor 178 tahun 2014.
Bakamla dibentuk melalui Perpres nomor 178 tahun 2014 berdasarkan
Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan. Sebagaimana yang diatur
oleh Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Hierarki Pembentukan
Undang-undang, maka Perpres tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang
menjadi dasar pembentukannya dan perpres dibuat berdasarkan undang-undang yang
memerintahkannya.
Pasal
2 Perpres nomor 178 tahun 2014 berbunyi,
Bakamla bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menko Polhukam. Sedangkan pada
Pasal
60 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menyatakan bahwa
Badan
Keamanan Laut berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya.
Timbul
pertanyaan siapa sebenarnya Menteri yang berhak untuk mengoordinasikan Bakamla
?.
Seperti diketahui bahwa Undang-undang
nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan dibuat untuk menjadi pedoman bagi menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kelautan dalam membangun
Kelautan. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kelautan
adalah Menteri Kelautan dan Perikanan yang berada dibawah Koordinasi Menteri
Koordinator Kemaritiman. Perpres nomor 178 tahun 2014 tentang Pembentukan Bakamla adalah perintah
dari Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan sehingga perpres
tersebut tidak boleh bertentangan dengan dengan Undang-undang yang memerintahkannya.
Dengan demikian, maka Bakamla yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan bertanggung
jawab kepada presiden hanya dapat melalui MKelautan dan Perikanan. Mengingat
Menteri Kelautan dan Perikanan berada dibawah Menteri Koordinator Kemaritiman,
maka Menko Kemaritiman dapat juga menjadi Koordinator Bakamla. Menteri Kelautan
dan Perikanan tidak berada dibawah Koordinasi Kemenko Polhukam. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan tidak ditemukan
sama sekali ketentuan yang mengatur hubungan antara Bakamla dengan Menkopolhukam.
Dengan demikian maka Pasal 2 Perpres 178 tahun 2014 bertentangan Undang-undang
nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan yang menjadi landasan pembentukan Bakamla.
2. Tugas Bakamla
Tugas Bakamla diatur pada ketentuan yang terdapat pada pasal Pasal 61 yang
berbunyi :
Badan
Keamanan Laut mempunyai tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan
Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.
Sangat jelas tugas Bakamla hanya melakukan patroli. Tidak ada tugas
spesifik yang hanya dapat dilakukan oleh Bakamla sehingga Bakamla menjadi
penting untuk segera dibentuk. Hal
semacam inilah yang mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kewenangan antar
satuan yang beroperasi di laut.
Bandingkan dengan
tugas-tugas dari KPLP (Sea and Coast Guard) yang terdapat pada BAB XVII Pasal 277 ayat 1 Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang
pelayaran yang berbunyi :
(1)
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) penjaga laut dan pantai
melaksanakan tugas:
a. melakukan
pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran;
b. melakukan
pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran
di laut;
c. pengawasan dan
penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal;
d. pengawasan dan penertiban kegiatan
salvage, pekerjaan bawah air, serta
eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut;
e. pengamanan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan
f.
mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di
laut.
Terlihat tugas KPLP lebih jelas dan luas. Misalnya tugas yang
terdapat pada huruf d. pengawasan
dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan
eksploitasi kekayaan laut;Tugas ini sangat luas sampai mencakup eksplorasi dan eksploitasi kekayaan
laut. Jadi kegiatan pengeboran minyak di laut dan penangkapan ikanpun diawasi
dan dapat ditertibkan oleh KPLP, karena kegiatan itu dapat mengganggu dan
membahayakan pelayaran.
3. Pelaksanaan
tugas.
Bakamla bukan penegak hukum,
anggotanya bukan penyidik, sehingga penegakan hukum atas pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan tidak
mutlak harus dilakukan oleh Bakamla, tetapi dapat dilakukan oleh satuan lain
sepanjang diberikan tugas dan kewenangan oleh Undang-undang. Hal ini terlihat pada bunyi ketentuan yang
terdapat pada pasal 59 Undang-undang nomor 32
tahun 2014 tentang kelautan yang berbunyi :
(1)
Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, dasar Laut, dan
tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta
sanksi atas pelanggarannya dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan hukum internasional.
(2) Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing
yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Pada Pasal 59 ayat 1 dan 2 kalimat “sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional” menegaskan bahwa penegakkan
kedaulatan dan hukum atas pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat
dilakukan oleh satuan lain sepanjang diberikan kewenangan oleh Undang-undang.
Misalnya, TNI AL berdasarkan Undang-undang TNI atau Sea and Coast Guard
berdasarkan Undang-undang nomo 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
4. Kewenangan.
Kewenangan Bakamla
diatur dalam ketentuan Pasal 63 yang bunyinya :
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan 3, Badan Keamanan Laut berwenang : a. melakukan pengejaran seketika; b. memberhentikan,
memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan
kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk pelaksanaan proses hukum
lebih lanjut; dan c. mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan
di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia
Bandingkan dengan kewenangan KPLP seperti yang tercantum pada
ketentuan Pasal 278 Undang-udang nomor 17
tahun 2008 tentang Pelayaran yang berbunyi :
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
277, penjaga laut
dan pantai mempunyai kewenangan untuk:
a. melaksanakan patroli laut;
b. melakukan pengejaran seketika (hotpursuit);
c.
memberhentikan
dan memeriksa kapal di laut; dan d. melakukan penyidikan.
(2) Dalam melaksanakan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d penjaga laut dan pantai melaksanakan tugas sebagai Pejabat Penyidik Pegawai
Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dari kewenagan yang diberikan oleh Undang-udang sangat jelas bahwa
Kewenangan KPLP lebih besar daripada Bakamla. KPLP adalah penyidik, sedangkan
Bakamla bukan penyidik. sehingga kapal tangkapannya harus diserahkan kepada
penyidik sesuai dengan bentuk peanggarannya.
5. Tidak memerlukan kapal.
Dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan sama sekali tidak ditemukan ketentuan
yang mengamanatkan untuk melengkapi Bakamla dengan kapal. Dengan demikian bisa
disimpulkan bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya Bakamla "tidak
memerlukan Kapal". Hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada KPLP dan
Kapal Pengawas perikanan.
Bagi
KPLP, sangat jelas dinyatakan bahwa KPLP dilengkapi dengan armada kapal bahkan
dapat juga menggunakan pesawat udara sesuai dengan Ketentuan pada Pasal 279 ayat 1
yang berbunyi :
(1) Dalam rangka melaksanakan tugasnya penjaga laut dan pantai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 didukung oleh prasarana berupa pangkalan
armada penjaga laut dan pantai yang berlokasi di seluruh wilayah Indonesia, dan
dapat menggunakan kapal dan pesawat udara yang berstatus sebagai kapal negara
atau pesawat udara negara.
Demikian pula pada
Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Laut, dimana dinyatakan
bahwa Pengawas perikanan dilengkapi dengan kapal sebagaimana ketentuan pasal 66
C ayat 2 yang berbunyi :
(2) Pengawas perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi
dengan kapal pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri.
Oleh karena menurut
Undang-undang nomor 32 Tahun 2014
tentang Kelautan, yang merupakan landasan hukum pembentukannya, bahwa Bakamla "tidak
perlu" dilengkapi dengan kapal, maka semua aset Bakamla saat ini yang
berhubungan dengan kapal, seperti, dermaga, kapal, radar
dll menjadi ilegal. Bagi TNI AL pun, tidak ada alasan untuk menghibahkan kapal
kepada Bakamla, karena tidak ada landasan hukumnya.
6. Personil.
Saat ini sebagian besar personil
Bakamla diisi oleh anggota TNI AL aktif, bahkan pimpinannya pun ditunjuk dari
perwira TNI AL berpangkat Laksamana Madya. Hal ini bertentangan dengan
Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, sebagaimana ketentuan pasal 47
yang berbunyi :
(1)
|
Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah
mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
|
(2)
|
Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor
yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan
Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga
Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan
Mahkamah Agung.
|
Saat ini,
Bakamla tidak berada langsung dibawah Kemenkopolhukam, sebagaimana Bakorkamla,
yang Ketuanya adalah Menkopolhukam. Bakamla adalah organisasi sipil, dan tidak
termasuk dalam daftar jabatan yang diizinkan oleh Undang-undang 34 tahaun 2004
tentang TNI untuk diawaki oleh personil TNI aktif.
Kesimpulan.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pembentukan Bakamla merupakan pemborosan dan sia-sia, serta tidak sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku saat ini. Tidak ada tugas spesifik Bakamla
yang hanya dapat dilaksanakan oleh Bakama sendiri. Tugas Bakamla dapat
dilaksanakan oleh satuan lainya seperti KPLP, dan TNI AL. Tugas dan kewenangan
Bakamla sangat kecil jika dibandingkan dengan satuan lainnya yang telah ada,
demikian pula tidak ada sarana dan prasarana, seperti kapal yang dimilikinya. Juga
tidak ada alasan untuk memberikan hibah kapal kepada Bakamla, karena sesuai
ketentuan Undang-undang bahwa Bakamla memang tidak dilengkapi dengan kapal. Personil
Bakamla yang mayoritas berasal dari TNI AL juga bertentangan dengan
Undang-undang yang berlaku.
Keadaan ini sepertinya sangat
disadari oleh Menkopolhukam 2009-2014 Marsekal TNI (purn) Joko Suyanto sehingga
ia menyatakan bahwa belum ada ide besar untuk membentuk Bakamla. Pernyataan itu
disampaikan Menkopolhukan sebagai Ketua
Bakorkamla usai serah terima jabatan Kalakhar Bakorkamla.
“Belum ada ide besar untuk menjadi
badan keamanan laut karena konsekuensi aspek legalnya harus dikaji lebih dalam.
Tidak mudah,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
(Menkopolhukam) Djoko Suyanto seusai serah terima jabatan Kepala Pelaksana
Harian (Kalakhar) Bakorkamla dari Laksamana Madya TNI Bambang Suwarto ke
Laksamana Muda TNI Desi Albert Mamahit di Kantor Bakorkamla, Jakarta, Kamis
(10/4/2014).
Banyaknya pemangku kepentingan,
disadari menjadi satu kendala tersendiri dalam menangani keamanan di laut.
Karena itu, selama ini sudah ada kajian-kajian untuk menyatukan banyaknya stakeholder tersebut dalam satu atap
yang khusus menangani masalah ini.
Namun, kata dia, pembahasan belum
mengerucut pada pembentukan suatu badan yang mempunyai aspek legal tinggi.
“Harus dipikirkan lebih dalam, lebih tajam untuk membentuk badan semacam itu
karena kalau tidak justru tak bermanfaat dan menimbulkan benturan antar lembaga
satu dengan lainnya,” urai dia.[1]
Ini tentunya adalah
ungkapan jujur seorang pejabat yang telah menggeluti masalah Bakamla ini paling
tidak 5 tahun, karena beliau mulai bertugas sejak
tahun 2009.
Penulis adalah Purnawirawan TNI AL, Pengamat Maritim, Kabais TNI 2011-2013
Tulisan ini patut mendapat apresiasi dan dicermati dgn baik...krn menyangkut kewnnangan pengelolaan keamanan di laut...sebaiknya p embentukan Bakamla di tinjau ulang..agar laut kita dpt di mamfaatkan secara arif dan baik
BalasHapusJauh lebih baik klu gunakan & maksimalkan kerja TNI AL POLAIR & KPLP buat mereka lebih banyak kerja di laut dari pada di daratan, buat kapal mereka lebih banyak berada di laut dari pada sandar di pelabuhan, ini pasti lebih efektif & efisien dari pada buat organisasi baru seperti BAKAMLA
BalasHapusJadi BAKAMLA itu bentukan baru ya,.... Klu pembentukannya dipaksakan pasti ada apa apanya...ORGANISASI baru..PERALATAN baru...PEGAWAI baru...ANGGARAN baru...PROYEK baru...UJUNG2NYA DUIT
BalasHapusItulah yang saya bilang, PEMBOROSAN, SIA-SIA, dan tidak sesuai aturan perundangan yang ada saat ini.
BalasHapusDear pak soleman ponto.
BalasHapusSaya sangat tersentuh dan merinding dengan membaca tulisan bapak. Tak menyangka ada Purnawirawan Laksamana seperti bapak yang mampu berpikir cerdas dan obyektif di dalam membaca persoalan dan kekacauan demi kepentigan bangsa yang lebih besar. Bapak sanggup mengesampingkan ego sektoral bapak dengan berpikir kedepan tidak seperti para purnawirawan lain ataupun para laksamana yang masih aktif saat ini.
Saya sangat sependapat dengan bapak mengenai pembentukan Bakamla yang tefkesan dipaksakan serta sangat berpotensi pemborosan anggaran serta mencederai sistim perundang undang di negara yang kita cintai ini serta bahkan telah menciptkan penghianatan penghianatan terhadap suatu Undang Undang yang secara konstitusional kita akui bersama di dalam negara yang sering kita sebut dengan negara hukum . UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran adalah suatu UU yang lahir dari serangkaian diskusi panjang yang menghabiskan energi dan anggaran para pendahulu yang dengan kerja keras berusaha untuk menyatukan suayu norma norma lokal (nasional) dengan norma internasional dalam hal ini norma darj konvensi konvensi IMO yang didalamnya indonesia sebagai salah satu negara anggota yang juga dengan sadar telah meratifikasi kovensi konvensi tersebut.
Dalam dunia maritim tidak mengenal keterlibatan Military atau yang kita kenal sebagai defense function oleh karena military hanya untuk kedaulatan negara dari ancaman luar.
Bapak...yang saya hormati.
Lahirnya Bakamla yg notabene perintah dari Perpres 2013 serta UU 32 tahun 2013 membuka mata kita semua bahwa sesungguhnya Negara ini belumlah siap untuk menjadi negara maju yang menjunjung tinggi hukum yang telah di sepakati bersama serta belumlah ada satu pemahaman untuk kepentingan negara dan bangsa secara luas.Rasanya masih terdoktrin di setiap kepala petinggi negara ini bahwa negara ini hanya akan maju dan berkembang kalau di pimpin oleh military semata.Akan tetapi sekali lagi maaf keterbelakangan kita selama ini di akibatkan oleh adanya ego sektoral / instusi yang berlebihan sehingga melupakan kepentingan bangsa dan negara secara luas.
Yang saya ketahui adalah bahwa bangsa ini hanya akan bisa berjaya apabila semua stakeholder secara sadar dan berbesar hati untuk saling menghargai kewenangan masing masing demi kepentingan ibu pertiwi. Tak ada satupun orang / Institusi di RI yang mengatakan dialah yang paling hebat dan paling di butuhkan di negara ini.
Bapak soleman pontoh yang saya kagumi..
saya sangat berharap Purnawirawan seperti bapak dapat berdiri disamping Presiden untuk memberikan masukan dan pendapat yang benar mengenai carut marutnya dunia maritim kita.
Saya sempat tersenyum kitaka seoran jenderal mengatakan bahwa Bakamla ada untuk menegakkan aturan nasional dan internasional. Aturan Internasional yang mana? Tidak kah mereka tau pak kalau Konvensi IMO yang tercetus dalam SOLAS.MARPOL,SCTW, COLREG,??dan masih banyak lagi.Tidak mereka tau bahw IMo.telah menetapkan bahwa keselamatan dan keamanan di mariyim bukanlah defense function?? Dan apakah mereka tidak tau kalau yang di tunjuk dan di akui IMO sebagai penanggung jawabnya di indonesia adalah Kementerian Perhubungan melalui Ditjenhubla yang oleh IMo.disebut sebagai Administration atau Negara Bendera (Flag State/ Port State?)
Jadi kalau hadirnya bakamla dianggap untuk.mengawasi aturan itu saya benar benar merasa bingung dan menjadi sangat bodoh.
Dan yang terakhir UU No.17 tentang pelayaran yang mana memerintahkan pembentukan coast guard adalab lahir di tahun 2008,sementara Dasar hukum pembentukan bakamla lahir 2013.Sebagai orang yg sedikit mengerti hukum saya benar benar bingung melihat fenomena ini...akhirnya dalam kebingungan zaya terkadang saya merasa menyezal pernah belajar hukum...seandainya saya dulu tidak pernah belajar hukum maka mungkin saya tidak akan pernah bingung seperti zekarang ini.
Saya berharap tulisan tulisan bapak dapat terus mewarnai dunia kemaritiman kita sehingga semua dapat berdiri dan berbertindak sesuai tugas n fungsi masing masing demi kejayaan negara tercinta.
terima kasi..salam
Trima kasih pak. Kita perlu mengatur langkah bersama utk memperbaiki nasib bangsa ini pak..
BalasHapusPerlu diwaspadai bersama, konsepsi cerai berai telah merambah bidang hukum , undang2 dan peraturan pelaksanaan.
BalasHapusSetuju sekali pak, upaya menghancurkan negara ini sudah merambah kebidang hukum dangan sehingga pada satu saat masyarakat tidak lagi percaya kepada hukum. Kalau hal ini terjadi arinya yang akan berlaku adalah hukum rimba, yaitu siapa yang kua akan selalu memang. Nah bila keadaan ini terjadi jangan salahkan kalau TNI akan masuk kembali kepemerintahan untuk menyelamatkan bangsa ini. dari perpecahan
HapusYth. Bapak Soleman Ponto.
BalasHapusTulisan bapak sangat membantu saya sekali selaku mahasiswa hukum dalam memahami hukum laut khususnya penegakan hukum laut.
Jadi menurut bapak siapakah sebenarnya yg berwenang dalam penegakan hukum di laut mengingat tujuan pembentukan Bakamla (apabila saya tidak keliru pak) adalah menginginkan bakamla sebagai satu - satunya penegak hukum di laut (single agent multitasking) ?
Apakah memaksimalkan peran KPLP saja serta Pol air atau bagaimana pak?
Saya akan sangat senang dan berterima kasih sekali kepada bapak apabila bapak berkenan membalas comment saya.
Terima kasih banyak pak.
Sebagai analogi, kita lihat didarat, untuk mobil angkutan umum seperti truck, mobil box, kirnya kan ditertipkan oleh DLLAJR. Kalau salah jala ditertipkan oleh Polisi. Kalau barang baru masuk ditertibkan oleh bea cukai. Nah dilaut juga sama. Kalau urusan kelengkapan kapal itu urusannya kplp. Kalau terjadi kriminal dikapal itu urusannya polisi. Kalau bawa barang dari luar negeri diperiksa oleh bea cukai. Semua kewenangan itu kan diberikan oleh Undang-undang. contohnya, Undang-undang Kepabeanan memberikan kewenangan kepada bea cukai untuk memeriksa barang yang masuk ke indonesia. Jadi, secara HUkum Bakamla tidak bisa bertindak ATAS NAMA Bea cukai.
HapusSecara asa hukum, ada asas LEX SPESIALIS DEROGATE LEX GENERALIS. Nah Bea cukai, KPLP, Polisi itu smua sudah spesialis, single task single agent sedang kan Bakamla sangat umum single agent multi task. Dalam penegakan hukum yang umum PASTI KALAH sama yang khusus.
Singe agent multi task itu hanya bisa berlaku bagi Militer, seperti sapu jagat.Seperti Rambo, bisa apa saja. Hal seperti itu tidak berlaku dalam penegakan hukum
Coba baca UU nomo 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. disitu diatur Herargi aturan perundangan yaitu Plaing tinggi adalah Undang-undang Dasar, Tap MPR, Undang-undang, Perarturan pemerntah dst. disitu ditegaskan bahwa sesama Undang-undang itu kekuatan hukumnya sama, tidak bisa saling meniadakan. jadi Kewenangan Bea Cukai misalnya yang sudah diatur oleh Undang-undang kepabeanan, kewenangan KPLP yang sudah diatur oleh Undang pelayaran, kewenangan Polair yang sudah diatur oleh Undang-undang Polri TIDAK BISA dicabut OLEH BAKAMLA. Kesimpulannya, Kewenangan penegakan hukum dilaut besama seperti didarat, berada pada masing-masing instansi yang memiliki kewenangan sesuai dengan undang-undang.Yang artinya maskimalkan saja kerja KPLP, POOLRI, Bea cukai dll. Tidak perlu membentuk Bakamla karena sia sia saja. Ingat, LEX SPESIALIS DEROGATE LEX GENERALIS. Kalau perlu penjelasan lanjut silahkan hubungi saya di 0818885933 atau di emailsaya solemanponto78@gmail.com
Wah Bpk Soleman ini ternyata Bukan Blogger biasa. Mantab pak tulisan yang menginspirasi sekali. Salam blogger dari Lubuk Linggau.
BalasHapusMaaf pak mengutip ucapan bapak "Singel agent multi task itu hanya bisa berlaku bagi Militer, seperti sapu jagat.Seperti Rambo, bisa apa saja. Hal seperti itu tidak berlaku dalam penegakan hukum". Bagaimana dengan Konsep Coast Guard seperti di negara lain, apa tidak bisa diterapkan di Indonesia, sehingga tidak harus disamakan dengan konsep penegakan hukum di darat...? mohon pencerahannya pak. tks
BalasHapus