KERUNTUHAN DUNIA PELAYARAN INDONESIA
AKIBAT PERUBAHAN KEDUA UU 32/2014 TENTANG KELAUTAN
HARGA BARANG AKAN NAIK MEROKET RAKYAT MENJERIT
Cikarang 17 Maret 2024
Disampaikan khusus untuk menanggapi perubahan kedua
UU 32/2014 TENTANG KELAUTAN
Oleh :
Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH[1]
Sahwat Bakamla mendapatkan kekuasaan untuk menguasai kegiatan dan operasi para penegak hukum di Indonesia sepertinya tidak pernah luntur. Pengalaman pahit dimana Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2022 tentang Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum diwilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia, tidak digubris oleh para penegak hukum yang ada di Indonesia, sepertinya tidak diperhatikan sama sekali. Malah semakin memperlihatkan nafsu berkuasa dengan mencoba merevisi UU 32/2014 tentang Kelautan.
Kalau hanya UU 32/2014 tentang Kelautan yang direvisi itu tidak masalah, tapi yang terjadi, bahkan UU 17/2008 tentang Pelayaran pun diobrak abrik. Beberapa pasal dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran akan dihapus, lalu dipindahkan ke UU 32/2014 tentang Kelautan. Padahal dari sisi aturan hal itu sangat tidak mungkin dilakukan. Kalaupun revisi itu tetap dilakukan, maka akan tetap bernasib seperti Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2022 tentang Keamanan, Keselamatan dan Penegakan Hukum diwilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia, dimana para penegak hukum yang ada itu tidak akan menggubrisnya lagi.
Yang patut dicurigai adalah para penggagas revisi ini, sepertinya ada kesengajaan agar dunia Pelayaran Indonesia hancur. Dan jangan lupa, hancurnya dunia pelayaran Indonesia juga adalah ambruknya Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu mengingat bahwa NKRI terdiri dari pulau-pulau yang hanya dapat disatukan melalui Pelayaran. Itulah sebabnya saya menduga bahwa para penggagas revisi ini sudah berhasil digalang oleh Intelijen asing untuk meruntuhkan Indonesia.
Saya yakin bahwa para pengagas itu bukan orang bodoh, mereka pasti orang pintar. Tapi mengapa orang pintar jadi seakan-akan bodoh, bagi kami yang bekerja di dunia Intelijen itu indikasi bahwa mereka telah tergalang oleh intelijen musuh Indonesia.
Saya kasih contoh, bahwa orang-orang pintar sudah pasti tahu bahwa untuk merevisi atau mencabut Undang undang itu ada aturannya.
Sebagai contoh :
1. Pasal 7 UU 12/2011 tentang tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan mengatur bahwa sesama Undang-undang memiliki kekuatan hukum yang sama. Dengan demikian UU 32/2014 tentang Kelautan dan UU 17/2008 tentang pelayaran memiliki kekuatan hukum yang sama. Akibatnya maka UU 32/2014 tentang kelautan tidak bisa mengatur keberadaan Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementerian Perhubungan yang diatur oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran.
2. Sebabai contoh, Pasal 64 ayat (1a) dan 1b) UU 13/ 2022 tentang Perubahan kedua atas UU 12/ 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan berbunyi :
(1a) Penyusunan rancangan Peraturan Perundang- undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat menggunakan metode omnibus.
(1b) Metode omnibus sebagaimana dimaksuud pada ayat (1a) merupakan metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan:
a. memuat materi muatan baru;
b. mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang- undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau
c. mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama,dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Pemndang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pasal 64 ayat (1a) dan 1b) UU 13/ 2022 tentang Perubahan kedua atas UU 12/ 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan sangat jelas mengatur bahwa untuk menghapus, mengubah materi dan menggabungkannya menjadi satu itu haruslah sejenis dan memilik keterkaitan.
Dengan menggunakan dasar hukum itu mari kita tanggapi pasal-pasal dari UU 32/2014
tentang Kelautan yang akan direvisi.
1. Pasal 59
(1) Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, dasar Laut, dan tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan hukum internasional.
Tanggapan.
Artinya Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, dasar Laut, dan tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, tidak dilakukan berdasarkan Undang-undang nomor 32 tentang Kelautan, tapi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. Lalu, untuk apa ayat (1) Undang-undang nomor 32 tahun 2014 dibuat ?? Tidak jelas.
Saran, ayat ini dihapus saja.
(2) Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Tanggapan.
Artinya Penegakan kedaulatan dan hukum hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia tidak dilakukan berdasarkan Undang-undang nomor 32 tentang Kelautan, tapi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional. Lalu, untuk apa ayat (2) Undang-undang nomor 32 tahun 2014 dibuat ?? Tidak jelas.
Saran : ayat ini dihapus saja
2. Pasal 60
Pemerintah membentuk Bakamla untuk menyelenggarakan Operasi Keamanan dan Penegakan Hukum Laut.
Tanggapan.
Operasi Keamanan Laut merupakan operasi militer yang dilaksanakan oleh TNI AL untuk menegakkan kedaulautan dilaut berdasarkan pasal 9 UU 34/2004 tentang TNI
Sedangkan Penegakan hukum dilaut merupakan Tindakan penyidik atas tindak pidana atau pelanggaran terhadap undang-undang, yang selama ini sudah dilaksanakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh masing -masing Undang-undang untuk melakukan penindakan atas tindak pidana yang dilakukan yaitu :
2.1 Tindak pidana Pelanggaran wilayah kedaulatan laut, merupakan pelanggaran atas UU 3/2009 ttg Perairan Indonesia,yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL.
2.3 Tindak pidana Pelanggaran wilayah ZEE Indonesia merupakan pelanggaran atas UU 5/1983 tentang ZEE Indonesia yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL.
2.4 Tindak Pidana Perompakan bersenjata merupakan pelanggaran atas UU 34/2004 tentang TNI yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL.
2.5 Tindak Pidana Kecelakaan dilaut merupakan pelanggaran atas UU 17/2008 tentang Pelayaran yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPPNS UU 17/2008 ttg Pelayaran (Dirjen Hubla), TNI AL, dan Polri.
2.6. Transorganized crime merupakan pelanggaran atas UU 9/1992 tentang Keimigrasian yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPNS UU 9/1992 tentang Keimigrasian, PPPNS UU 17/2008 ttg Pelayaran (Dirjen Hubla), TNI AL, dan Polri.
2.7 IIllegal, Unreported, Unregulated Fishing" (IUUF) merupakan pelanggaran atas UU 45/ 2009 tentang perubahan atas UU 31/ 2004 tentang Perikanan yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPNS UU 45/ 2009 (Dirjen PSDKP Kementrian Kelautan dan Perikanan) TNI AL, dan Polri.
2.8 Tindak Pidana Pencemaran di laut, merupakan pelanggaran atas UU 17/2008 ttg Pelayaranyang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPPNS UU 17/2008 ttg Pelayaran (Dirjen Hubla), TNI AL, dan Polri.
2.9 Tindak Pidana Terorisme di laut, merupakan pelanggaran atas UU 5/2018 tentang Terorisme yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL, dan Polri.
2.10 Invasi merupakan agresi militer yang akan dilawan oleh TNI AL berdasarkan UU 34/2004 tentang TNI.
Dengan demikian untuk menyelenggarakan Operasi Keamanan dan Penegakan Hukum Laut semuanya sudah dilakukan oleh penyidik dari masing-masing instansi sesuai dengan kewenangannya yang diatur oleh masing-masing Undang-undang lalu untuk apa lagi Bakamla dibentuk ?
Pertanyaannya : tindak pidana yang mana lagi yang harus ditindak oleh Bakamla ?
Saran : Kalau memang tidak ada lagi tindak pidana lain yang belum ada penyidiknya maka Bakamla tidak perlu lagi dibentuk.
Atau, pasal ini dihapus saja.
3. Diantara ketentuan Pasal 60 dan Pasal 61 disisipkan 1 (satu) ketentuan pasal baru yaitu Pasal 60A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 60A
Bakamla sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Tanggapan.
Ini tidak umum, harusnya ada kelanjutannya, “melalui kementrian Kelautan dan Perikanan. Tidak mungkin presiden mengurus hal hal teknis, itu urusan para Menteri.
Saran, pasal 60 ini dihapus saja.
4. Ketentuan Pasal 61 diubah bunyinya, sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
Bakamla bertugas sebagai koordinator dalam Operasi Keamanan Laut dan Penegakan Hukum Laut di wilayah Perairan dan wilayah Yurisdiksi Indonesia.
Tanggapan.
Operasi Keamanan Laut merupakan operasi militer yang hanya dilaksanakan oleh TNI AL untuk menegakkan kedaulautan dilaut berdasarkan pasal 9 UU 34/2004 tentang TNI
Sedangkan Penegakan hukum dilaut yang merupakan Tindakan penyidik atas pelanggaran terhadap undang-undang sudah dilaksanakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan yaitu :
2.1 Tindak pidana Pelanggaran wilayah kedaulatan laut, merupakan pelanggaran atas UU 3/2009 ttg Perairan Indonesia,yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL.
2.3 Tindak pidana Pelanggaran wilayah ZEE Indonesia merupakan pelanggaran atas UU 5/1983 tentang ZEE Indonesia yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL.
2.4 Tindak Pidana Perompakan bersenjata merupakan pelanggaran atas UU 34/2004 tentang TNI yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL.
2.5 Tindak Pidana Kecelakaan dilaut merupakan pelanggaran atas UU 17/2008 tentang Pelayaran yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPPNS UU 17/2008 ttg Pelayaran (Dirjen Hubla), TNI AL, dan Polri.
2.6. Transorganized crime merupakan pelanggaran atas UU 9/1992 tentang Keimigrasian yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPNS UU 9/1992 tentang Keimigrasian, PPPNS UU 17/2008 ttg Pelayaran (Dirjen Hubla), TNI AL, dan Polri.
2.7 IIllegal, Unreported, Unregulated Fishing" (IUUF) merupakan pelanggaran atas UU 45/ 2009 tentang perubahan atas UU 31/ 2004 tentang Perikanan yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPNS UU 45/ 2009 (Dirjen PSDKP Kementrian Kelautan dan Perikanan) TNI AL, dan Polri.
2.8 Tindak Pidana Pencemaran di laut, merupakan pelanggaran atas UU 17/2008 ttg Pelayaranyang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah PPPNS UU 17/2008 ttg Pelayaran (Dirjen Hubla), TNI AL, dan Polri.
2.9 Tindak Pidana Terorisme di laut, merupakan pelanggaran atas UU 5/2018 tentang Terorisme yang penegak hukumnya atau penyidiknya adalah TNI AL, dan Polri.
2.10 Invasi merupakan agresi militer yang akan dilawan oleh TNI AL berdasarkan UU 34/2004 tentang TNI.
Pasal 7 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa koordinator , asistensi dan pengawas para penyidik dilaut maupun didarat adalah Polri.
Saran : pasal 61 ini dihapus saja.
5. Ketentuan Pasal 62 diubah bunyinya, sehingga Pasal 62 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 62
Dalam melaksanakan tugas, Bakamla menyelenggarakan fungsi:
a. menyusun kebijakan dan strategi Operasi Keamanan Laut dan Penegakan Hukum;
Tanggapan.
Mengingat yang melaksanakan Operasi keamanan Laut adalah TNI AL, maka kebijakan dan Strategi operasinya pun tentunya disusun oleh TNI AL.
Mengingat yang melaksanakan Penegakan Hukum dilaut adalah masing-masing instansi sesuai dengan kewenangannya yang diberikan oleh Undang-undang maka kebijakan dan strategi operasi pun disusun oleh maisng- masing instansi, bukan oleh Bakamla.
Saran, ayat ini dihapus saja.
b. menyelenggarakan Operasi Keamanan Laut dan Penegakan Hukum;
Tanggapan.
Operasi Keamanan Laut merupakan operasi militer yang dilaksanakan oleh TNI AL untuk menegakkan kedaulautan dilaut berdasarkan pasal 9 UU 34/2004 tentang TNI
Sedangkan Penegakan hukum dilaut merupakan Tindakan penyidik atas tindak pidana atau pelanggaran terhadap undang-undang, yang selama ini sudah dilaksanakan oleh masing-masing instansi sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh masing -masing Undang-undang untuk melakukan penindakan atas tindak pidana yang dilakukan.
Bakamla mau apa lagi ??
Saran, ayat ini dihapus saja.
c. mengelola sistem informasi Keamanan Laut serta informasi pendukung bagi kegiatan di Laut;
Tanggapan.
Operasi Keamanan Laut merupakan operasi militer yang dilaksanakan oleh TNI AL untuk menegakkan kedaulautan dilaut berdasarkan pasal 9 UU 34/2004 tentang TNI. Dengan demikian sistim informasinya akan bersifat sangat rahasia sehingga wajib dikelola sendiri yang tidak mungkin dikelola oleh Bakamla.
Lalu untuk apa Bakamla mengelola informasi Keamanan laut ? Informasi keamanan laut itu untuk mendukung kegiatan di laut yang mana ? Tidak jelas.
Saran, ayat ini dihapus saja.
d. melaksanakan pencarian dan pertolongan di Laut;
Tanggapan.
UU 29/2014 tentang Pencarian dan Pertolongan serta UU 17/2008 tentang Pelayaran telah mengarut bahwa untuk melaksanakan Pencarian dan Pertolangan dilaut dilaksanakan oleh BASARNAS, TNI AL dan PPNS Dirjen Hubla. Bakamla sudah tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
e. mengoordinasikan pelaksanaan Penegakan Hukum di wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia oleh instansi terkait;
Tanggapan.
Pelaksanaan penegakan hukum dilaut adalah pelaksanaan penyidikan dilaut.
Pasal 7 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa koordinator , asistensi dan pengawas para penyidik dilaut maupun didarat adalah Polri.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
f. melaksanakan pelayanan pengamanan bagi kegiatan masyarakat dan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;
Tanggapan.
Selama ini pelaksanakan pelayanan pengamanan bagi kegiatan masyarakat dan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sudah dilakukan dan merupakan tugas pokok Polri. Hal ini bertentangan dengan UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
g. menyelenggarakan kerjasama nasional maupun internasional dalam bidang Keamanan Laut;
Tanggapan.
Kerjasama nasional maupun internasional dibidang keamanan laut dalam konteks operasi militer adalah tugas pokok TNI AL sebagaimana yang diatur oleh UU 34/2004 tentang TNI.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, pasal ini dihapus saja.
h. Mengoordinasikan pelaksanaan Operasi Keamanan Laut dengan instansi terkait;
Tanggapan.
Koordinator pelaksanaan Operasi Keamanan Laut dalam konteks penegakan hukum dilaut ditentukan oleh tindak pidana apa yang dilanggar. Bila yang dilanggar adalah tindak pidana pelayaran yang diatur oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran maka koordinator dengan instansi terkait adalah PPNS dirjen Hubla, sedangkan bila tindak pidana perikanan yang diatur oleh UU 45/2009 tentang Perikanan yang dilanggar maka koordinator antar instansi terkait adalah PPNS Dirjen PSDKP.
Bakamla bisa jadi koordinaator pelaksanaan operasi hanya apabila ada tindak pidana yang melanggar aturan yang diatur oleh UU 32/2014 tentang Kelautan.
Masalahnya UU 32/2014 tengan Kelautan TIDAK MENGATUR PIDANA. Karena semua tindak pidana sudah habis terbagi.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
i. mengikuti pendidikan dan pelatihan Keamanan Laut; dan
Tanggapan.
Mengikuti pendidikan dan pelatihan Keamanan Laut dalam konteks Operasi militer dilaut, itu adalah tugas pokok TNI AL, sehingga pelatihannya dilakukan oleh TNI AL. Sedangkan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan Keamanan Laut dalam konteks penegakan hukum dilaut itu adalah tugas pokok masing-masing instansi sesuai kewenangan yang diberikan oleh masing-masing undang-undang. Misalkan untuk pendidikan dan pelatihan mengatasi tindak pidana tubrukan kapal. Itu adalah kewenangan dari PPNS Dirjen Hubla, TNI AL, dan Polri
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
j. melaksanakan tugas perbantuan dalam sistem pertahanan negara.
Tanggapan.
Dalam UU 3/2002 tentang Pertahanan negara tidak diatur adanya Perbantuan. Jadi tidak jelas perbanutan itu aseperti apa dana Sistim Pertahanan negara yang mana, juga tidak jelas.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
6. Ketentuan Pasal 63 diubah bunyinya sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan 62 Bakamla berwenang:
a. Menyelenggarakan sistem informasi terpadu tentang keamanan, keselamatan, dan perlindungan lingkungan laut;
Tanggapan.
Apa yang dimaksud dengan sistim informasi keamanan, keselamatan dan perlindungan laut ? Informasi yang bagaimana yang akan di padukan ?Tidak jelas dalam Undang-undang ini.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
b. Melaksanakan kegiatan Intelijen di bidang Keamanan Laut;
Tanggapan.
Keamanan Laut sudah dilakukan oleh TNI AL, untuk melaksanakan operasi keamanan laut dlama rangka menegakkan kedaulatan negara dilaut, sehingga kegiatan Intelijen dibidang keamanan laut oleh Bakamla tidak dibutuhkan lagi.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
c. melakukan pengejaran seketika;
c.1. Menurut angka 5 pasal 111 UNCLOS, Hak Pengejaran Seketika ( Right of hot pursuit), hanya oleh kapal-kapal perang atau pesawat udara militer atau kapal-kapal atau pesawat udara lainnya yang diberi tanda yang jelas dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan berwenang untuk melakukan tugas itu.
c.2. Tidak ada satupun pasal dalam UU 32/2014 yang mengatur tentang Tanda Kapal untuk Bakamla.
c.3. Tanda Kapal “Kapal Negara (KN)” menurut pasal 1 angka 38 Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, bahwa Kapal Negara adalah kapal milik negara digunakan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas Pemerintah lainnya.
c.4. Menurut ayat 1 pasal 279 Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, bahwa Penjaga Laut dan Pantai (PLP) dapat menggunakan kapal dan pesawat udara yang berstatus sebagai Kapal Negara atau pesawat udara negara. Jadi tanda “KN” adalah tanda kapal untuk Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) bukan untuk kapal Bakamla.
c.5. Dengan demikian maka tanda kapal “KN” yang saat ini digunakan oleh kapal-kapal Bakamla adalah Palsu
c.6. Kapal-kapal Bakamla tidak berstatus Kapal Negara, dan para personil Bakamla juga tidak berstatus sebagai Penyidik. Akibatnya kapal-kapal Bakamla tidak berhak melakukan hot pursuit karena Kapalnya tidak berstatus sebagai Kapal Negara dan para personil Bakamla tidak berstatus sebagai aparat penegak hukum atau tidak berstatus sebagai Penyidik. Atau dengan perkataan lain, pelaksanaan hot pursuit yang akan dilakukan oleh Bakamla justru melanggar hukum.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
d. memberhentikan dan memeriksa kapal di Laut;
Tanggapan.
Ayat (1) Pasal 7
KUHAP menyatakan bahwa hanya Penyidik Wewenang untuk menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; melakukan pemeriksaan sertadan penyitaan surat.
Oleh karena Bakamla bukan penyidik, maka Bakamla tidak berwenang untuk memberhentikan, memeriksa, menangkap, kapal. Penangkapan kapal oleh Bakamla adalah perbuatan yang melanggar hukum, dan dapat dikatagorikan sebagai Perompak dilaut.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
e. mengoordinasikan Operasi Keamanan Laut;
Operasi Keamanan Laut sudah dilakukan oleh TNI AL berupa operasi miiter untuk menegakkan kedaulatan negara dilaut, berdasarkan UU 34/2004 tentang TNI .
Operasi Bakamla tidak diperlukan lagi karena sudah dilakukan oleh TNI AL.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
f. melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran hukum di Laut;
Tanggapan.
Pelanggaran Hukum yang mana yang akan dilakukan penyidikan oleh Bakamla ? Oleh karena Bakamla dibentuk oleh UU 32/2014 tentang Kelautan, maka satu-satunya penyidikan yang dapaat dilakukan oleh Bakamla adalah tindak pidana atas pelanggaran terhadap UU 32/2014 tentang kelautan. Masalahnya UU 32/2014 tentang Kelautan tidak mengatur tentang Pidana atau larangan. Itulah sebabnya tidak diperlukan adanya penyidik. Jadi Penyidikan Bakamla terhadap pelanggaran hukum ini tidak jelas dan berpotensi melanggar hukum jika dilakasnakan.
Dan yang sangat jelas adalah Bakamla bukan penyidik, lalu bagaimana akan melakukan penyidikan ?
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
g. melaksanakan koordinasi, asistensi, dan pengawasan penyidikan tindak pidana di Laut;
Tanggapan.
Menurut pasal 7 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa koordinator , asistensi dan pengawas para penyidik dilaut maupun didarat adalah Polri.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
h. dalam keadaan tertentu dapat melakukan tindakan agresif terhadap kapal yang melakukan pelanggaran hukum di Laut.
Tanggapan.
Bagi kapal-kapal yang melakukan pelanggaran hukum hanya dapat dilakukan tindakan hukum sebagaimana yang diatur oleh KUHAP. Dalam KUHAP tidak dikenal istilah “Tindakan agresif”. Sehingga “Tindakan agresif” ini adalah Tindakan yang bertentangan dengan KUHAP, dan dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana yang dapat dituntut didepan pengadilan.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
7. Di antara Pasal 63 dan Pasal 64 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 63A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63A
Pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf f dilakukan oleh penyidik yang diangkat dan diberhentikan oleh Bakamla.
Tanggapan.
Penyidik itu diatur pada pasal 6 KUHAP. Bakamla TIDAK BERWENANG MENGANGKAT DAN MEMBERTHENTIKAN PENYIDIK.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
8. Ketentuan Pasal 64 diubah bunyinya, sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 64
Kebijakan dan strategi Operasi Keamanan Laut dan Penegakan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a ditetapkan oleh Presiden.
Tanggapan.
Pasal 17 UUD 45 mengatur bahwa Presiden mengangkat Menteri. Lalu Menteri yang diangkat Presiden itu memimpin kementerian. Dengan demikian tidak mungkin Kebijakan dan strategi Operasi Keamanan Laut dan Penegakan Hukum itu dibuat oleh Presiden. Hal itu hanya selevel Menteri saja. Untuk Oerasi keamana laut ditetapkan oleh Menteri Pertahanan, lalu untuk Penegakan Hukum dilaut ditetapkan oleh masing-masing Menteri sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang. Contoh untuk penegakan hukum tindak pidana pelayaran, itu ditetapkan oleh Menteri Perhubungan, lalu untuk penegakan hukum untuk tindak pidana perikanan ditetapkan oleh Menteri kelautan dan Perikanan. Demikain juga untuk penegakan hukum pembunuhan orang dikapal ditetapkan oleh Kapolri.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
9. Ketentuan Pasal 71 ayat (2) dihapus, dan ditambahkan 1 (satu) ayat baru setelah ayat (2) menjadi ayat (2a), sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
(1) Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementerian Perhubungan tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dengan selesainya penyesuaian struktur organisasi, tata kerja, dan personal Badan Keamanan Laut berdasarkan Undang-Undang ini.
Tanggapan
Pasal 7 UU 12/2011 tentang tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan mengatur bahwa sesame Undang-undang memiliki kekuatan hukum yang sama. Dengan demikian UU 32/2014 tentang Kelautan dan UU 17/2008 tentang pelayaran memiliki kekuatan hukum yang sama. Dengan demikian maka UU 32/2014 tentang kelautan tidak bisa mengatur keberadaan Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementerian Perhubungan yang diatur oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran. Keberadaan Organisasi Bakamla yang ada pada kementrian Kelautan dan perikanan tidak bisa serta merta menghilangkan Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementerian Perhubungan.
(2) dihapus
(2a) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi Bakamla diatur dengan Peraturan Bakamla.
10. Di antara Pasal 72 dan Pasal 73 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 72A dan Pasal 72B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 72A
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 1 angka 59, Pasal 276, Pasal 277, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, dan Pasal 283 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dan peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Tanggapan.
Pasal 7 UU 12/2011 tentang tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan mengatur bahwa sesame Undang-undang memiliki kekuatan hukum yang sama. Dengan demikian UU 32/2014 tentang Kelautan dan UU 17/2008 tentang pelayaran memiliki kekuatan hukum yang sama.
Dengan demikian maka dengan diberlakukannya UU 32/2014 tentang Kelautan tidak bisa serta merta mencabut dan menyatakan tidak berlakunya ketentuan Pasal 1 angka 59, Pasal 276, Pasal 277, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, dan Pasal 283 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO8 tentang Pelayaran (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dan peraturan pelaksanaannya.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
Pasal 72B
Tugas, fungsi dan kewenangan lembaga Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai dialihkan menjadi tugas, fungsi dan kewenangan Badan Keamanan Laut berdasarkan undang-undang ini.
Tanggapan.
Pasal 64 ayat (1a) dan 1b) UU 13/ 2022 tentang Perubahan kedua atas UU 12/ 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan berbunyi :
(1a) Penyusunan rancangan Peraturan Perundang- undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat menggunakan metode omnibus.
(1b) Metode omnibus sebagaimana dimaksuud pada ayat (1a) merupakan metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan:
a. memuat materi muatan baru;
b. mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang- undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau
c. mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama,dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Pemndang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pasal 64 ayat (1a) dan 1b) UU 13/ 2022 tentang Perubahan kedua atas UU 12/ 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan sangat jelas mengatur bahwa untuk menghapus, mengubah materi dan menggabungkannya menjadi satu itu haruslah sejenis dan memilik keterkaitan.
Ketentuan Pasal 1 angka 59, Pasal 276, Pasal 277, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, dan Pasal 283 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO8 tentang Pelayaran (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) semuanya mengatur tentang kapal dan muatannya, serta Pelabuhan dan perlengkapannya, tidak memilik keterkaitan dengan Kelautan yang hanya mengatur tentang permukaan air, kolom air dasar laut dan tanah dibawa dasar laut. Dengan demikian tidak bisa dialihkan begitu saja menjadi menjadi tugas, fungsi dan kewenangan Badan Keamanan Laut berdasarkan undang-undang 32/2014 tentang Kelautan. Hal itu disebabkan karena UU 32/2014 tentang Kelautan itu hanya mengatur Air laut saja, sehingga tidak ada kaitannya dengan UU 17/2008 tentang Pelayaran yang mengatur tentang Kapal dan muatannya, Pelabuhan dan perlengkapannya.
Jadi tidak mungkin pula Bakamla melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan lembaga Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai.
Bakamla tidak diperlukan lagi.
Saran, ayat ini dihapus saja.
Mengalir dari tanggapan diatas sangat terlihat bahwa revisi UU 32/2014 tentang Kelautan itu tidak diperlukan, malah akan menghasilkan masalah baru, karena pelanggaran atas aturan yang menyangkut kapal tidak ada yang mengurusnya, akibatnya kapal yang berlayar bisa berlayar sesuka hati sehingga sangat rawan terjadinya kecelakaan seperti tabrakan kapal yang dapat merusak lingkungan.
Keadaan ini juga akan mengakibatkan naiknya status laut Indonesia menjadi “high risk”. Kalau ini terjadi maka harga barang yang diangkut lewat kapal pasti akan naik, karena biaya asuransi juga akan meningkat. Dunia Pelayaran akan berujung pada kehancuran, Rakyat kecil akan semakin menjerit.
Kalau kita masih mencintai Indonesia, mari kita perangi para penggagas ini. Saya harapkan seluruh rakyat Indonesi ikut berjuang, karena akibat dari revisi ini dampaknya akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kalau hanya untuk membuat Bakamla menjadi Indonesia Sea and Coast Guard tak perlulah dengan cara harus merevisi UU 32/2014 tentang Kelautan, tetapi gunakan saja UU 17/2008 tentang Pelayaran sebagai dasar hukumnya, bergabung bersama KPLP untuk mewujudkan Indonesia Sea and Coast Guard sebagaimana yang sudah diamanatkan oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar