oleh :
Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto*)
Sejak presiden Jokowi mencanang impiannya untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, secara tiba-tiba kata Maritim menjadi favorit. Berbagaimacam istilah yang menggunakan kata maritim bermunculan. Ada Budaya Maritim, Ekonomi Maritim, Konektivitas Maritim, Diplomasi Maritim, Keamanan Maritim, Negara maritim, Intelijen Keamanan Maritim, Domain Maritim, Kekuatan maritim, Pertahanan Maritim dll
Pernakah kita mencoba bertanya apa yang dimaksud dengan istilah-istilah diatas tadi ??? Semua istilah itu ditampilkan begitu saja tanpa ada upaya untuk memahami apa artinya kata Maritim itu sendiri. Kata Maritim dengan mudah saja diterjemahkan sebagai kata pengganti Laut, dimana bila adata kata "Laut" dengan mudahnya diganti dengan kata "Maritim".
Maritim
Untuk itu mari kita coba memahami apa arti kata Maritim yang sebenarnya yang terdapat dalam fakta sebagai berikut.
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Sebagai orang Indonesia sudah sepatutnya yang pertama dijadikan rujukan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kata maritim /ma·ri·tim/a berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut; jadi, secara umum kata Maritim mengindikasikan tentang penggunaan dari laut berupa pelayaran dan perdagangan untuk kepentingan ekonomi.
2. Hukum Maritim (Maritime Law)
Hukum Maritim atau Maritime Law, menurut kamus hukum “Black’s Law Dictionary”, adalah hukum yang mengatur pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan orang melalui laut, kegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana / moda transportasi lauttermasuk aspek keselamatan maupun kegiatan yang terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur dalam hukum perdata / dagang maupun yang diatur dalam hukum publik .
Hal-hal yang diatur dalam Hukum Maritim antara lain adalah :
Benda berwujud.
1. Kapal
2. Perlengkapan kapal
3. Muatan kapal
4. Galangan kapal
5. Pelabuhan laut
6. Tumpahan minyak dilaut
7. Sampah dilaut
Manusia ( Natuurlijke persoon)
1. Nakhoda kapal (Ship’s Master)
2. Awak kapal (Crew’s)
3. Pengusaha kapal (Ship’s operator)
4. Pemilik kapal (Ship’s owner)
5. Pemilik muatan (Cargo owner)
6. Pengirim muatan (Cargo shipper)
7. Penumpang kapal (Ship’s passangers)
8. Buruh Pelabuhan
Badan hukum (Recht persoon)
1. Perusahaan Pelayaran (Shipping company)
2. Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL )
3. Ditjen Peruhubungan Laut
4. Administrator Pelabuhan
5. Kesyahbandaran
6. Biro Klasifikasi
Maritime law is a complete system of law, both public and private, substantive and procedural, national and international, with its own courts and jurisdiction, which goes back to Rhodian law of 800 B.C. and pre-dates both the civil and common laws. Its more modern origins were civilian in nature, as first seen in the Rôles of Oléronof circa 1190 A.D. Maritime law was subsequently greatly influenced and formed by the English Admiralty Court and then later by the common lawitself. That maritime law is a complete legal system can be seenfrom its component parts. For centuries maritime law has had its own law of contract :
− contract of sale (of ships),
− contract of service (towage),
− contract of lease (chartering),
− contract of carriage (of goods by sea),
− contract of insurance (marine insurance being the precursor of insurance ashore),
− contract of agency (ship chandlers),
− contract of pledge (bottomry and respondentia),
− contract of hire (of masters and seamen),
− contract of compensation for sickness and personal injury (maintenance and cure) and
− contract of risk distribution (general average).
It is and has been a national and an international law (probably the first private international law). It also has had its own public law and public international law.
Maritime law is composed of two main parts - national maritime statutes and international maritime conventions, on the one hand, and the general maritime law (lex maritima), on the other.
The general maritime law has evolved from various maritime codes, including Rhodian law(circa 800 B.C.), Roman law, the Rôles of Oléron(circa 1190), the Ordonnance de la Marine(1681), all of which were relied on in Doctors' Commons, the English Admiralty Court, and the maritime courts of Europe.
This lex maritima, part of the lex mercatoria, or "Law Merchant" as it was usually called in England, was the general law applicable in all countries of Western Europe until the fifteenth century, when the gradual emergence of nation states caused national differences to begin creeping into what had been a virtually pan European maritime law system.
Today's general maritime law consists of the common forms, terms, rules, standards and practices of the maritime shipping industry - standard form bills of lading, charterparties, marine insurance policies and sales contracts are good examples of common forms and the accepted meaning of the terms, as well as the York/Antwerp Rules on general average and the Uniform Customs and Practice for Documentary Credits. Much of this contemporary lex maritimais to be found in the maritime arbitral awards rendered by arbitral tribunals around the world by a host of institutional and ad hoc arbitral bodies. See Tetley , Int'l. M. & A. L., 2003, Chap. 1, at pp. 1-30.
(William Tetley. Glossary of Maritime Law Terms, 2nd Ed., 2004) http://www.mcgill.ca/maritimelaw/glossaries/maritime/
3. Organisasi Maritim Internasional (IMO).
Dikenal sebagai Inter-Governmental Maritime Consultative Organization (IMCO) sampai 1982, adalah badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertanggung jawab untuk mengatur pelayaran kapal niaga. Berkantor pusat di London, Inggris, IMO memiliki 172 Negara Anggota dimana Indonesia salah adalar salah satu anggotanya..
Konvensi IMO adalah sumber dari sekitar 60 instrumen hukum yang membimbing pengembangan peraturan negara-negara anggotanya untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan di laut, memfasilitasi perdagangan di antara negara-negara pelayaran dan melindungi lingkungan maritim. Beberapa yang umumnya dikenal antra lain Konvensi Internasional untuk Keselamatan Kehidupan di Laut (SOLAS), serta Konvensi Internasional tentang Kesiapsiagaan, Respon dan Kerjasama Polusi Minyak (OPRC). Yang lainnya termasuk Dana Kompensasi Pencemaran Minyak Internasional (IOPC). [12] Ini juga berfungsi sebagai penyimpanan perjanjian yang belum diratifikasi, seperti Konvensi Internasional mengenai Kewajiban dan Kompensasi untuk Kerusakan dalam Hubungan dengan Pengangkutan Zat Berbahaya dan Berbahaya lewat Laut, IMO secara teratur memberlakukan peraturan, yang diberlakukan secara luas oleh otoritas maritim nasional dan lokal di negara-negara anggota, seperti Peraturan Internasional untuk Mencegah Tabrakan di Laut (COLREG). IMO juga telah memberlakukan otoritas Port State Control (PSC), yang memungkinkan otoritas maritim domestik seperti penjaga pantai memeriksa kapal-kapal asing yang menelpon di pelabuhan- pelabuhan di banyak negara pelabuhan. Memorandum of Understanding (protokol) ditandatangani oleh beberapa negara yang menyatukan prosedur Port State Control di antara para penandatangan. Konvensi, Kode dan Peraturan antara lain :
1. Konvensi MARPOL (Maritime Polution)
2. Konvensi SOLAS (Save our Live at Sea)
3. Konvensi Tenaga Kerja di kapal.
4. STCW (Kode Sinyal Internasional).
5. Peraturan Internasional Mencegah tabrakan kapal di laut.
Jadi, IMO pada dasarnya mengatur Keamanan dan Keselamatan KAPAL yang berlayar di laut.
4. Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Di Indonesia, Keselamatan dan keamanan kapal yang berlayar diatur oleh Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan : Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.
5. Maritim menurut Presiden Jokowi.
Satu hal yang menjadi ‘jualan’ dan dianggap konsisten terhadap program Jokowi-JK adalah tentang kemaritiman, dimana angkutan kapal laut termasuk salah satu di dalamnya. Pada masa kampanye pula Jokowi mencetuskan ide Tol Laut. Ide tersebut bukan berarti membangun tol di atas laut, namun sebuah konsep pengangkutan pakai kapal dari pelabuhan kepelabuhan. "Jadi harus ada penyediaan kapal besar, dari Sumatera langsung ke Papua, Papua ke Sumatera. Kalau ada kapal besar, ongkos angkutnya akan menjadi kecil dan murah, karena mengangkutnya langsung banyak. Jadi tidak akan ada lagi harga semen di Jawa Rp 50 ribu, di Papua Rp 1 Juta," ujar Jokowi seperti dikutip kompas.com.
6. AKADEMI MARITIM untuk awak KAPAL NIAGA (ANGKUTAN LAUT)
Dari hal-hal tersebut diatas sangat jelas bahwa penggunaan kata Maritim baik itu secara nasional maupun internasional sangat berkaitan erat dengan pelayaran kapal niaga di laut atau ANGKUTAN LAUT.
Jika bicara tentang maritim, kita tidak bicara tentang potensi kelautan, perikanan, tetapi bicara tentang jalur-jalur pelayaran perdagangan di laut. Ide tentang tol laut adalah jalur yang benar tentang visi negara maritim.
Laut
Menurut KBBI, kata laut berarti kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Salah satu ciri khas dari laut adalah laut tidak bisa dibatasi. Ikan yang berada di dalam laut bebas berenang kemana dia suka.
1. UNCLOS
Untuk menghindari terjadinya pertikaian dalam penggunaan laut ini, maka dibuatlah kesepakatan antar negara-negara didunia tentang wilayah laut masing-masing negara penggunaan laut. Kesepakatan itu diatur dalam Hukum Laut atau Law of the Sea.
Hukum Laut adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek yang diatur dengan mempertimbangkan seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara termasuk negara yang tidak berbatasan dengan laut secara fisik (Landlock Countries) guna pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang terkandung didalamnya bagi umat manusia sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982, beserta konvensi-konvensi internasional yang terkait langsung dengannya.
Dalam UNCLOS 1982 (The United Nation Convention On The Law Of The Sea 1982 ), antara lain diatur cara-cara pembagian wilayah laut sebuah negara, pemanfaatan dasar laut, serta petugas yang akan mengawasi pelanggaran wilayah laut dan lain-lain. Secara nasional, hal ini diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan.
Termasuk kapal perang (Warship), kewenangan serta kekebalannya diatur dalam UNCLOS.
SUB BAGIAN C.
PERATURAN YANG BERLAKU BAGI KAPAL PERANG DAN
KAPAL PEMERINTAH LAINNYA YANG DIOPERASIKAN UNTUK TUJUAN NON-KOMERSIAL
Pasal 29
Batasan kapal perang
Untuk maksud Konvensi ini “kapal perang” berarti suatu kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu Negara yang memakai tanda luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut, di bawah komando seorang perwira yang diangkat untuk itu oleh Pemerintah Negaranya dan yang namanya terdapat di dalam daftar dinas militer yang tepat atau daftar serupa, dan yang diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler.
BAB II LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN
BAB III SELAT YANG DIGUNAKAN UNTUK PELAYARAN INTERNASIONAL
BAB IV NEGARA-NEGARA KEPULAUAN (ARCHIPELAGIC STATES)
BAB VI LANDAS KONTINEN (CONTINENTAL SHELF)
BAB VII LAUT LEPAS (HIGH SEAS)
BAB VIII REZIM PULAU (REGIME OF ISLANDS)
BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP (ENCLOSED OR SEMI-ENCLOSED)
BAB X HAK NEGARA TAK BERPANTAI UNTUK AKSES KE DAN DARI LAUT SERTA KEBEBASAN TRANSIT
BAB XII PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN LAUT
BAB XIII RISET ILMIAH KELAUTAN
BAB XIV PENGEMBANGAN DAN ALIH TEKNOLOGI KELAUTAN
BAB XV PENYELESAIAN SENGKETA (SETTLEMENT OF DISPUTES)
BAB XVI KETENTUAN UMUM (GENERAL PROVISIONS)
LAMPIRAN I. JENIS BERMIGRASI JAUH (HIGHLY MIGRATORY SPECIES)
LAMPIRAN II. KOMISI TENTANG BATAS-BATAS LANDAS KONTINEN
LAMPIRAN III. PERSYARATAN DASAR UNTUK PROSPEKTING, EKSPLORASI, DAN EKPLOITASI
LAMPIRAN IV. LEMBARAN OF THE ENTERPRISE
LAMPIRAN VI. LEMBARAN OF THE INTERNATIONAL Majelis UNTUK HUKUM LAUT
LAMPIRAN VIII. ARBITRASE KHUSUS
LAMPIRAN IX. PARTISIPASI OLEH ORGANISASI INTERNATIONAL
2. Undang-undang no. 32 tahun 2014 tentang Kelautan.
Pasal 1 Undang-undang nomor 32 tahun 2014 ttg Kelautan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan :
Kelautan adalah hal yang berhubungan dengan Laut dan/atau kegiatan di wilayah Laut yang meliputi dasar Laut dan tanah di bawahnya, kolom air dan permukaan Laut, termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
3. Dasar laut : UU no 1 / 1973 ttg Landas Kontinen Indonesia
Tanah dibawahnya : UU no. 4/2009 ttg Minerba
4. Kolom air : UU no 31/2004 ttg Perikanan dan UU no 5/1983 ttg ZEE
5. Permukaan laut : UU 6/1996 ttg Perairan Indonesia
6. Wilayah Pesisir dan Pulau : UU no 1/2014 ttg perubahan atas UU no 27/2007 ttg Pengelolaan wil Pesisir dan Pulau-pulau kecil.
Perbedaan dan persamaan Maritim dan Laut.
Dari penjelasan diatas maka didapatkan perbedaan dan persamaan antara Maritim dan Laut. Keduanya bagaikan serupa tapi tak sama. Perbedaan ini perlu diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam pembangunannya nanti. Perbedaan dan persamaannya adalah sebagai berikut :
1. Maritim dan laut kedua-duanya tentang air laut.
2. Maritim berhubungan dengan Kapal Angkutan Laut yang ada dipermukaan laut. Jadi pembangunan Kemaritiman berhubungan pemanfaatan permukaan laut oleh Kapal Niaga dan unsur-unsur pendukungnya. Secara internasional diatur oleh Maritim Law atau Hukum Maritim, dan secara nasional diatur oleh Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
3. Laut berhubungan dengan ikan yang berada dalam kolom air dan tanah serta tumbuhan yang ada didasar laut. Jadi pembangunan Kelautan berhubungan dengan penangkapan ikan-ikan yang berenang bebas itu, pemanfaatan gelombang laut (kolom air) dan pengeboran tanah dasar laut untuk mencari sumber energi . Secara internasional diatur oleh UNCLOS, dan secara nasional diatur oleh Undang-undang nomor 6 tahun 2006 tentang Perairan.
4. Laut berhubungan dengan Angkatan Laut, Maritim berhubungan dengan Angkutan Laut
5. Laut diatur oleh UNCLOS, Maritim diatur oleh Maritime Law
Poros Maritim dunia.
Menurut KBBI, po·ros n 1 sumbu (gandar) roda. Sumbu, adalah bagian tengah atau pusat dari roda yang berputar. Sedangkan kata Maritim berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Jadi, Indonesia sebagai poros Maritim dunia menyiratkan bahwa Indonesia merupakan pusat pelayaran dan perdagangan dilaut yang selalu mengelilingi Indonesia. Persyaratan untuk menjadi pusat pelayaran dan perdagangan dilaut sudah dimiliki Indonesia yaitu Indonesia berada diposisi silang, diantara dua samudra dan dua benua. Jadi sejak lahir, Indonesia sudah menjadi Poros Maritim Dunia, yang karena posisinya harus selalu dilewati oleh kapal kapal dari seluruh dunia.
Dengan posisi seperti itu, Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi penentu kebijakan Maritim dunia. Akan tetapi hal itu akan bisa terlaksana apabila Indonesia memiliki armada kapal-kapal niaga dan didukung oleh kekuatan Angkatan Laut yang memadai. Kekuatan Angkatan Laut ini juga diperlukan untuk menegakan Kedaulatan Maritim.
*) PurnawirawanTNI AngkatanLaut.
Kepala Badan IntelijenStrategis (Ka-BAIS) TNI periode2011-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar